Mohon tunggu...
Wiwik Agustina
Wiwik Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Writer and Long Life Learner

Concern about Self Development and Poverty. Welcome to My Universe! From science to digital marketer. I believe that humans do what they think, and think what they believe, let's start changing our thoughts through sentences.

Selanjutnya

Tutup

Film

Manusia vs Uang, Siapa jadi Tuan? Kritik Sosial dari Permainan

7 Januari 2025   11:41 Diperbarui: 7 Januari 2025   13:27 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Squid Game (Sumber: Netflix IG)

Sejak debutnya pada tahun 2021, "Squid Game" di Netflix menjadi fenomena global. Serial ini memikat penonton bukan hanya karena alur ceritanya yang mendebarkan dan gaya visualnya yang unik, tetapi juga karena kritik sosial yang tajam terhadap masyarakat modern.

Squid Game bukan hanya sekedar film, tapi sutradara Hwang Dong-hyuk, mampu menyuguhkan cerita dari peperangan hati pemeran utama, yaitu Gi-hun, setelah tiga tahun memenangkan 45.6 miliar Won atau sekitar 570 miliar Rupiah. Apakah Gi-hun bisa hidup baru, tenang, dan damai?

Film ini menghadirkan sisi yang berbeda, bagaimana uang dan hati nurani manusia berperang, siapakah yang menang dan jadi tuan? Kritik sosial ini berlaku juga di Indonesia, khususnya hari-hari ini. Masyarakat Indonesia menghadapi tantangan sosial-ekonomi tersendiri, serial ini menjadi cermin yang sangat relevan dengan kriminalitas dan korupsi yang makin terpampang bebas.

Baca juga: Mau Judi Online? Film "No More Bets" Beri Gambaran Cara Main Bandar

Dualisme Uang sebagai Penyelamat dan Algojo

"Squid Game" menghadirkan permainan distopia di mana individu yang mengalami kesulitan finansial mempertaruhkan nyawa mereka demi hadiah uang tunai yang besar. Di balik hiburan yang ditawarkan, terdapat kenyataan pahit dimana uang, yang tampaknya menjadi penyelamat, sering kali berfungsi sebagai alat kontrol dan dehumanisasi.

Dinamika ini sangat relevan di Indonesia, di mana ketimpangan ekonomi masih menjadi masalah yang mendesak. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), rasio Gini, yang mengukur ketimpangan mencapai angka 0,381 pada tahun 2023, dimana semakin jauh dari angka 0 menunjukkan kesenjangan yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin.

Dalam dunia "Squid Game," para peserta dengan sukarela mengikuti permainan mematikan karena keputusasaan semata, khususnya terlilit utang. Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia dengan hutang pinjol mencapai 74.48 triliun pada September 2024.

Banyak orang Indonesia menerima pekerjaan eksploitatif, pinjaman berbunga tinggi, atau usaha berisiko demi keluar dari kemiskinan, siklus utang dan eksploitasi ini bukan hanya fiksi, itu adalah kenyataan sehari-hari bagi banyak orang.

Fiksi atau Fakta? Squid Game di tengah Masyarakat Indonesia

Apakah kritikan sosial dari film Squid Game hanyalah fiksi? Makin maraknya kriminalitas menjadi indikator sulitnya mencari uang. Pencurian, perampokan, prostitusi kian marak. Tidak hanya kriminalitas, namun ketimpangan juga semakin terasa dengan kebijakan pemerintah yang sering kali tidak memihak kepada rakyat yang menimbulkan gelombang protes di media sosial maupun di jalanan.

1. Jerat Utang

Dalam "Squid Game," utang menjadi benang merah yang menghubungkan para peserta. Sama halnya di Indonesia, maraknya platform pinjaman online ilegal (pinjol) telah membuat banyak orang terjebak dalam utang yang semakin membesar, bahkan tak sedikit yang berujung pada menghabisi hidup sendiri atau orang lain.

Platform ini sering kali menyasar individu berpenghasilan rendah dengan menawarkan pinjaman cepat dengan bunga yang sangat tinggi. Kisah-kisah tentang peminjam yang menghadapi pelecehan, hingga menyudahi hidup diri sendiri atau orang lain sudah sering terdengar hasil predator dari sistem ini. Bukankah itu yang dipertontonkan dalam serial Squid Game?

Baca juga: Think and Grow Rich, Review Buku Dahsyatnya Kekuatan Pikiran

2. Stratifikasi Sosial

Serial ini mengkritik bagaimana masyarakat lebih memprioritaskan kekayaan daripada kemanusiaan, tema yang juga terlihat dalam perkembangan perkotaan di Indonesia. Kompleks perumahan mewah dan mal-mal mewah berdiri berdampingan dengan kawasan kumuh, menunjukkan ketimpangan yang mencolok.

Akses ke pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan infrastruktur sering kali ditentukan oleh status ekonomi seseorang, yang memperkuat ketidakadilan sistemik. Squid Game mempertontonkan bagaimana ‘sampah'nya peserta dimata pembuat permainan.

Disisi lain, Gi-hun, sebagai pemenang di serial sebelumnya, berusaha menghentikan permainan dan menganggap para eksekutor dan pembuat permainan hanyalah ‘anjing’ bagi mereka ‘oknum VIP’ yang membiayai permainan brutal tersebut.

3. Ketimpangan di Tempat Kerja

Tidak hanya peserta, nyatanya serial Squid Game juga menunjukkan aksi eksploitasi para eksekutor atau pekerja. Dimana sekali melakukan kesalahan, maka hukuman tembak akan diberikan. Banyak pekerja di Indonesia sering menghadapi perlakuan tidak adil, bukan? Saat satu kesalahan menghapus semua pekerjaan baik.

Protes buruh kerap menyoroti masalah seperti lembur yang tidak dibayar, pelanggaran upah minimum, kondisi kerja yang tidak aman, dan terjadi praktik eksploitatif, yang mencerminkan dehumanisasi seperti yang terlihat dalam serial ini.

Bagaimana Keluar dari Permainan ‘Squid Game’ di Dunia Nyata?

"Squid Game" bukan hanya hiburan, tetapi juga panggilan untuk bertindak. Serial ini mendesak masyarakat untuk menghadapi kenyataan yang tidak nyaman tentang kekayaan, kekuasaan, dan kemanusiaan. Uang memang kebutuhan, perlu transformasi untuk memperlakukan uang sebagai alat bukan tujuan atau tuan.

“Keluar dari perbudakan”, suka atau tidak, uang mengatur sebagian besar pilihan-pilihan dalam hidup. Jadi, memiliki kekayaan dan kekuasaan perlu diimbangi dengan rasa kemanusian, seperti empati dan murah hati.

Perlu usaha keras, komitmen, dan konsistensi untuk keluar dari perbudakan sistem ‘permainan’ ini. Lantas, apa hal sederhana yang bisa dilatih dan dilakukan hari ini tanpa memasukkan faktor eksternal, seperti pemerintah?

1. Edukasi Keuangan

Meningkatkan kesadaran tentang literasi keuangan dapat memberdayakan individu untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan menghindari skema pinjaman predator yang hanya merugikan dengan bunga tinggi. Bedakan kebutuhan dan keinginan, selama tidak memiliki uang, belajar berhemat dan berjuang keras untuk memiliki uang yang lebih banyak dengan cara halal.

Akses internet sudah terbuka lebar, edukasi keuangan dan bagaimana mendapatkan pekerjaan sampingan melalui upskill, bisnis, kolaborasi, dan sebagainya bisa diperoleh dengan mudah. Tidak ada kata ‘tidak bisa’ selama ada keinginan, keluar dari ‘permainan’ ini adalah keniscayaan.

Baca juga: Ending Film The Platform 2: Kejamnya Kapitalisme untuk Lantai Menengah dan Bawah

2. Menjembatani Kesenjangan

Investasi dari pendidikan hingga kesehatan dapat mengurangi kesenjangan kekayaan, karena dengan hidup sehat dan pendidikan yang cukup adalah kunci untuk mengecilkan kesenjangan si kaya dan si miskin.

Kesetaraan perlu diusahakan secara personal. Dalam permainan ini, tidak ada yang bisa membantu bertahan hidup selain diri sendiri. Kehidupan yang lebih baik, sejahtera, dan memiliki uang untuk akses pilihan-pilihan hidup, tidak hanya membantu diri sendiri namun juga membantu orang lain, seperti keluarga dan generasi selanjutnya.

3. Menumbuhkan Empati

Selain perubahan struktural, menumbuhkan empati dan solidaritas juga penting. Media, seni, dan literatur dapat menantang norma-norma masyarakat yang mengglorifikasi kekayaan sambil mendiskreditkan kaum miskin. Empati dapat diasah dengan menyadari bahwa semua manusia memiliki hak hidup dan diperlakukan dengan baik.

Pertanyaan penutup, “Siapa yang memegang kendali dalam hidup: Diri Sendiri atau Uang?”

Pada akhirnya, kekuatan serial Squid Game 2 terletak pada kemampuannya untuk memanusiakan yang lemah dan menantang penonton untuk membayangkan dunia di mana kelangsungan hidup tidak mengorbankan moralitas.

Saat Indonesia menavigasi perjalanannya menuju keadilan ekonomi, "Squid Game" menawarkan lensa yang mengerikan namun penuh harapan untuk membayangkan masa depan yang lebih adil untuk semua kalangan.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun