Pendidikan yang efektif dan efisien sangat dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh seluruh komponen pendidikan melalui partisipasi aktif mereka dalam membimbing peserta didik menuju tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan ini dijelaskan dalam sistem pendidikan nasional menurut (Depdiknas, 2006), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha yang disadari dan terencana untuk menciptakan lingkungan belajar dan proses pembelajaran agar peserta dapat didik secara aktif menggali dan mengembangkan potensi spiritual dan keagamaannya, memperkuat pengendalian diri, membentuk kepribadian yang kokoh, meningkatkan kecerdasan, menerapkan moralitas yang baik, dan keterampilan keterampilan yang diperlukan untuk memberikan Kontribusi maksimal bagi diri mereka, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif, aman, dan nyaman, serta perlu dihindari segala tindakan yang dapat membahayakan siswa.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan saat ini adalah kejadian perundungan atau bullying. Menurut (Ningtyas, 2021), bullying didefinisikan sebagai keinginan untuk menyakiti, yang tercermin dalam tindakan untuk menyebabkan penderitaan pada seseorang dan dilakukan secara langsung oleh individu atau kelompok secara teratur. Sikap yang ditunjukkan oleh penonton dapat berupa diam, membela korban, atau membela pelaku (Arif and Novrianda, 2019). Dampak yang timbul akibat perundungan pada korban mencakup berbagai gangguan, termasuk kesenjangan psikologis yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, rasa rendah diri, dan risiko terhadap kesehatan mental anak. Selain itu, perundungan juga dapat berdampak negatif pada penyesuaian sosial korban, di mana mereka mungkin merasa takut untuk pergi ke sekolah.
Perlakuan perundungan yang dihadapi oleh anak-anak dapat memiliki dampak jangka panjang dan menjadi mimpi buruk bagi korban. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Suyanto, Hidayat and Wadipalapa, 2020), dampak yang dialami oleh anak-anak yang menjadi korban kekerasan termasuk kurangnya motivasi atau harga diri, masalah kesehatan mental, mimpi buruk yang menciptakan rasa ketakutan, dan dalam beberapa kasus, tindakan kekerasan dapat menyebabkan kematian pada korban. Perundungan seringkali timbul karena beberapa faktor pemicu, seperti perbedaan agama, gender, aspek ekonomi, tradisi, dan kebiasaan yang mempengaruhi teman yang pendiam atau tidak aktif dalam pergaulan. Selain itu, perundungan dapat dipicu oleh perasaan dendam atau iri hati, semangat untuk menguasai korban dengan kekuatan fisik dan daya tarik seksual, serta perlakuan yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan popularitas di antara teman-teman sebaya.
(Diannita et al., 2023) Kualitatif deskriptif Spesifik dari tindakan bullying yang termanifestasi pada siswa di SDN Suryodiningratan 1 Yogyakarta tercatat dalam berbagai bentuk data, termasuk ekspresi marah, isolasi diri, tangisan, ancaman, pelaporan kepada kepala sekolah, dan upaya untuk mempengaruhi agar tidak bergaul dengan anak-anak yang sering melakukan bullying.
(Adiyono et al., 2022)
Kualitatif Tindakan bully ini
sangat mempengaruhi
mental siswa yang
menjadi korban,
banyak penelitian
menyebutkan bhawa
sebagian besar siswa
yang melakukan
tindakan percobaan
bunuh diri adalah
mereka yang menjadi
korban tindakan bully.
Karakteristik Perilaku Bullying
Tindakan bullying melibatkan empat unsur yang secara konsisten melibatkan tiga unsur utama, yaitu:
(1) ke kedamaian kekuatan,
(2) niat untuk menyakiti,
(3) ancaman terhadap agresi lebih lanjut
(4) unsur teror (Yamada and Setyowati, 2023). Penindasan dapat dilakukan oleh seseorang yang lebih tua, lebih besar, dan lebih kuat, karena penindasan bukanlah suatu bentuk pertarungan antara dua pihak yang memiliki kekuatan seimbang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI