Mohon tunggu...
Wiwit Widayati
Wiwit Widayati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Semangat wujudkan mimpi,\r\nbelajar nulis di http://wiwietsoekandar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Untukmu Ibu) Engkaulah Universitas Kehidupanku

22 Desember 2013   03:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:39 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untukmu Ibu, engkaulah Pahlawanku

Doaku di sepertiga malam untukmu Ibuku sayang.”Ya Ghafar, ku mohon ampunilah segala dosa ibuku, sayangi ibu seperti ibu menyayangi kami, panjangkan umurnya dalam taat padamu. Ya Allah, berikan keselamatan dunia dan akherat serta keberkahan untuk ibu dimanapun berada, bangunkan rumah surga untuknya kelak. Aamiin ya Rabb “. Ibu, tak lupa sederet doa yang panjang juga kukirimkan untuk almarhumah ayah yang sudah berpulang ke Rahmatullah, semoga Ayah diampunkan segala dosa, dilapangkan kuburnya dan dibangunkan istana di surga. Aamiin Ya Mujib.

Airmata menetes dalam doaku, bayangan ibu jelas tergambar. Betapa berat perjuangan ibu setelah ayah meninggal saat aku, anak bungsumu duduk di kelas 2 SMP.  Alhamdulilah masih ada gaji pensiun ayah, tapi itu tak cukup untuk membiayai dua orang kakak yang masih sekolah SLTA dan Kuliah, Ibu juga berdagang pakaian yang hasilnya tidak seberapa. Ibu dengan cekatan menerima pesanan dari tetangga atau teman ibu untuk membuat kasur, dari menjahit kainnya, memasukkan benang kasur, hingga memasukkan kapas adalah keahlian ibu. Dan aku sangat senang, karena bila aku ikut membantu memasukkan kapuk/kapasnya, ibu akan memberikan uang sekitar Rp. 500,- ( lima ratus rupiah ), uang itu aku akan tabung untuk membeli keperluan sekolah. Saat sekolah aku sangat menginginkan sepeda mini, karena sepeda yang lama sangat tinggi tak sesuai dengan postur tubuhku. Dan tak ku sangka ibu menabung membelikan sepeda untukku, betapa bahagia rasa hatiku. Dengan sepeda warna hijau aku siap mengantarkan bungkusan besar dagangan ibu ke pasar. Ibu...semua itu masih kuingat hingga sekarang, engkau mengajarkan aku bagaimana bekerja keras untuk menyekolahkan kami adalah perjuangan yang  berat. Walaupun begitu, engkau sangat rajin bersedekah, membeli sayuran seperti kacang panjang, bayam, kangkung dan lainnya, biasanya ibu akan meminta tolong tukang becak untuk mengantarkan sayuran ke Panti Asuhan.

Ibu ....masih terekam dalam ingatanku engkau yang pandai menabung, dan bisa membeli sawah yang dikerjakan orang lain, hasilnya dibagi dua, separuh untuk Ibu dan separuhnya untuk yang mengolah sawah. Puasa sunah Senin Kamis, Tahajud dan sholat Dhuha serta membaca Al Qur’an rajin ibu laksanakan. Dan kuyakin, riyadah ibu inilah yang menghantarkan ibu pergi Haji, insyaAllah pelajaran yang engkau berikan arti sedekah, berbagi dengan yang lain akan aku ikuti, bu. Walaupun kini di usia yang menginjak 85 tahun dan sudah pikun, ibadah-ibadah sunah itu ibu tetap jalankan,walau terkadang diulang – ulang karena ibu lupa, berpuasa tapi lupa minum atau makan. Saat malam terbangun dan ku lihat ibu sholat Tahajud menghadap kiblat dengan arah yang salah, aku menangis. Aku ucapkan Astaghfirullah......, ibu yang sudah lanjut usia masih merutinkan Tahajud, mengapa aku yang masih muda, malas untuk bangun dan mohon pada Allah Swt. Ampuni hambamu, yang tak pandai bersyukur ini.

Sejak ditinggal ayah, ibu sangat setia pada ayah, tak mau menikah lagi. Setelah kami anak-anaknya sudah mempunyai keluarga dan merantau, ibu tetap dengan kesendiriannya. Alhamdulillah masih ada kakak yang tinggal bersebelahan dengan ibu. Biasanya ada yang menemani ibu setelah pulang sekolah, tapi sekarang anak-anak kakak sudah besar, putrinya mewujudkan impiannya kuliah di UI Depok, dan adiknya di Pesantren. Agar ibu ada yang membantu dan menemani saat kakak dan suaminya mengajar, maka kami sepakat untuk mencari orang yang menemani ibu. Kurang lebih 2 minggu bekerja dirumah ibu, pembantu menyampaikan kepada kakak untuk tidak melanjutkan lagi menemani ibu. “Kenapa bu, kok tidak mau menemani ibu ?". "Tidak apa-apa bu ", jawabnya. Tapi kakak mendesaknya, akhirnya ibu tersebut bercerita kalau dia datang lewat pintu depan, ibu akan mengunci pintu depan, dan bila mengetok pintu belakang ibu akan segera menguncinya. Mungkin ibu sudah terbiasa hidup sendiri, jadi tak nyaman bila ada yang menemani. Ibu, kami tak boleh memaksa kehendak kami walaupun untuk kebaikan ibu, tapi akan menyakitkan hati ibu bila tidak berkenan. Maafkan kami, biarlah ibu menikmati hidup di masa tua ini dengan bahagia.

Pernah ibu memasak air hingga airnya habis karena ibu lupa, alhamdulillah Allah memberikan perlindunganNya, sejak itulah kompor tak pernah  dinyalakan bila ibu ditinggal kakak mengajar. Besar sekali pahala yang diberikan oleh Allah kepada anaknya yang berbakti pada kedua orangtuanya. Dan kulihat kakak mendapatkan begitu banyak keberkahan dalam keluarganya. Kakak yang lain dan aku ingin ibu tinggal bersama bergantian, sebulan di kakak yang pertama bulan berikutnya di rumah kakak yang lain, tapi ibu tak mau. Sepertinya rumah yang ibu tempati penuh kenangan bersama ayah.

Saat Hari Raya Idul Fitri biasanya 7 orang anak ibu dapat berkumpul, merayakannya  dirumah ibu. Sudah dengan tugas masing-masing ada yang bersih-bersih ataupun memasak. “ Simbah duduk manis saja menemani cucu-cucu ya,”  kakak merayu ibu, untuk duduk santai. Karena ibu paling tidak mau kalau duduk diam tanpa mengerjakan apapun. Saat membersihkan perabot rumah, kami sering menemukan sesuatu yang membuat kami tersenyum. Kulkas oleh ibu diisi dengan piring, gelas atau barang yang tak terpakai, kakak yang tinggal bersebelahan sering membersihkan, dengan memindahkan ke tempat semula. Tapi nanti akan dikembalikan lagi oleh ibu ke dalam kulkas. Yaaah mungkin dalam bayangan ibu, kulkas adalah lemari biasa. Tapi kami menyadari, memori yang diingat ibu adalah masa lalu. Jaman ibu dulu belum ada kulkas. Jika Allah memberikan umur panjang kepada kami seperti ibu, bisa saja kami pelupa atau pikun seperti ibu, maafkan kami..., ibu.

Doamu Ibu yang super mustajab, sangat keramat dan sangat kami butuhkan. Masih sangat kuingat, saat engkau pulang dari Haji memberikan aku hadiah berupa peta Mekah, peta itu aku simpan dibelakang pintu kamar. Ibu, menjadi spirit dalam hidupku, mengapa ibu yang hanya pedagang kecil bisa berangkat, Haji ?, aku harusnya juga bisa. Aku minta doa restumu, kuikuti apa saja nasehatmu, alhamdulillah impian itu terwujud di tahun 2008.

Saat kami ingin berangkat umroh sekeluarga. Padahal dana yang ada hanya cukup untuk aku dan suami saja. “Doakan ya bu, kami bisa segera umroh sekeluarga, walaupun kami belum cukup dananya“. “Iya nduk*, ibu doakan segera berangkat umroh sekeluarga,”. Dan Subhanalah 2 bulan kemudian, doa itu terkabul. Amazing, ibu doamu langsung diaminkan oleh para malaikat.

Ibu kembali seperti bayi lagi, senang sekali bila kami pulang dan tidur satu kamar. Kami akan ngelonin* ibu, memeluk ibu dan airmataku tak terasa menetes, ini orang yang berjasa dalam hidupku, yang mendoakanku  setiap waktu, sehingga impianku terwujud, dulu tubuhmu kekar tapi kini sudah rapuh, rambutmu kini sudah memutih, tulang badanmu terlihat karena sekarang ibu kurus, ....Ibu tak mampu ku membalas segala jasa-jasamu. Terimakasih ibu, tanpamu aku tak bisa apa-apa. Aku terbuai dalam mimpi masa kecilku, dan begitu ku terbangun ibu sudah tak ada disampingku. Kucari kemana ibu, ternyata di dapur menyiapkan makanan, kakak mentertawakan aku, karena yang ngelonin* tertidur pulas. Dan ibu akan mengulang-ulang  pertanyaannya, “ aku belum masak, bagaimana ini?”.  Ya Allah ibu dari dulu hingga kini tak pernah engkau lupa, selalu ingat pada kami, bila kami belum makan. ”Makanan sudah siap bu, sekarang giliran kami yang harus memasaknya untuk ibu”, jawab kakakku. Ibu, kasihmu selalu abadi dalam hati kami, sampai kapanpun engkau adalah matahari dan penyemangat hidupku, guruku sepanjang masa karena engkau universitas dimana kubelajar arti kehidupan. I always Love you mom .....

*nduk : panggilan untuk anak perempuan di Jawa Tengah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun