Beruntunglah para (calon) penulis yang tengah mulai, atau akan mulai, menggeliat pada era sekarang ini. Sebabnya adalah ketiadaan satu faktor yang dulu sangat menggentarkan para penulis pemula, yaitu penolakan.Â
Masa sekarang ini memang berbeda dari situasi abad kemarin, sehingga nampak begitu menakjubkan bila dilihat dari sudut pandang para penulis yang sudah pernah merasakan kejamnya masa lalu terkait hal itu.
Bagaimana tidak? Bahkan hingga dekade pertama milenium baru, gate keeper media massa (cetak) dan perusahaan-perusahaan penerbitan besar masih tampak begitu menyeramkan.Â
Dengan persyaratan yang begitu berstandar tinggi, ditambah jumlah pesaing yang tidak sedikit, pintu gerbang pemuatan dan penerbitan sungguh terlihat seperti kastil raksasa yang dijaga puluhan ribu makhluk orc jahat dalam cerita-cerita fantasi. Dan kita datang sendirian, sebagai ksatria ras manusia. Memang bersenjata pedang dan memakai baju zirah, tapi sendiri saja datangnya!
Saat saya memulai upaya merangkak memasuki jagad kepenulisan profesional akhir dasawarsa 1980-an lalu, memang seperti itulah seramnya situasi di mata saya.Â
Mau kirim cerpen atau cerbung ke media, keder duluan bakal ditolak (dan betul memang tertolak, oleh sebangsa majalah Bobo, Kawanku, juga Hai). Mencoba menjajal penerbitan buku pun setali tiga uang, dan saya masih merasakan penolakan hingga saat ini---bulan Juli 2019 kemarin---bahkan sesudah menerbitkan 32 judul buku beragam jenis!
Ketatnya gate keeper penerbitan tulisan, terutama fiksi, sesungguhnya memang sangat bisa dipahami. Di media massa, persoalannya adalah ruang---bahkan juga untuk media yang terspesialisasi ke fiksi, seperti Anita Cemerlang, Aneka Ria (kemudian menjadi Aneka Yess!), atau Ceria Remaja.Â
Ruang yang tersedia sangat sedikit, sehingga peluang yang ada tak luas pula. Redaktur harus menyeleksi dengan persentase pemuatan yang sangat kecil, sehingga karya yang tampil harus terkurasi dengan baik.
Di jagad penerbitan, urusannya adalah modal. Penerbit harus berinvestasi tak sedikit untuk tiap judul buku yang diterbitkan, mulai dari membayar editor dan ilustrator, tenaga pracetak dan desain, hingga biaya pencetakan. Karena modal harus kembali, maka penerbit benar-benar memastikan naskah terpilih harus bagus serta menarik agar kuat dalam penjualan.
Tak aneh paradigma berpikir yang harus serta merta dipunyai seorang penulis baru saat mulai menapak ke level profesional adalah terkait penolakan. Pasti akan menerima banyak penolakan, dan jangan putus asa bila berkali-kali tertolak.Â