Pada tahun 1998, pada senjakala rezim Orde Baru yang muram, Departemen Penerangan Republik Indonesia pernah menggelar Sayembara Penulisan Naskah Film & Video Cerita.Â
Saya ikut kontes itu di genre laga alias action dengan naskah (sinopsis besar, bukan skenario) berjudul Operasi Senja. Saat diumumkan bulan Februari 1999, saya nangkring sebagai juara pertama di genre tersebut.
Operasi Senja sendiri berkisah soal lima serdadu Republik yang pada tahun 1949 menjalani satu misi yang sangat rahasia. Mereka harus mengirimkan berkas-berkas dokumen penting bernama sandi Operasi Senja untuk diserahkan pada utusan khusus PBB yang sudah menunggu di Pulau Nusakambagan.Â
Berkas dokumen itu ternyata berisi bukti-bukti keberadaan satu bom atom hasil riset seorang ilmuwan nuklir Amerika Serikat berdarah Indonesia.
Bom tersebut bisa dijatuhkan ke Amsterdam sebagaimana Amerika membom Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Gara-gara keberadaan bukti-bukti itu, Ratu Juliana kemudian keder dan mengakui kedaulatan RI pada 27 Desember 1949. Takut Amsterdam dibom atom oleh ilmuwan Indonesia menggunakan tangan Amerika!
Selain menggotong hadiah uang, hal terbaik dari yang saya dapat dari kemenangan itu adalah harapan besar bahwa naskah Operasi Senja sebagai pemenang utama akan diskenariokan dan difilmkan.Â
Dan panitia kala itu memang mengindikasikan begitu. Sayang hingga detik ini ketika Anda membaca artikel ini di Kompasiana, 20 tahun sesudah lomba terlewati, rencana Operasi Senja disyuting ke layar lebar hanyalah rencana.
Hal yang sama saya dapat lagi ketika menang juara harapan III Sayembara Penulisan Naskah Skenario Sinetron Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT) tahun 2000 lewat naskah skenario berjudul Indonesia 1.Â
Kisahnya adalah tentang calon presiden RI yang pada sehari menjelang pelantikan terpisah dari rombongan dan tersesat di kawasan-kawasan pedalaman Mijen dan Gunungpati di Kota Semarang.
Sebagaimana Operasi Senja, Indonesia 1 juga hanya berhasil meraih piagam penghargaan dan hadiah uang. Ekspektasi manis bahwa naskah itu kemudian diproduksi menjadi FTV menguap seiring waktu. Namun kala itu harapan saya tak terlalu besar karena hanya ada di juara harapan.
Satu hal yang kerap terjadi pada masa lalu ketika sayembara-sayembara penulisan dunia sinema masih cukup banyak adalah ketidakjadian naskah pemenang kontes untuk sungguh-sungguh difilmkan.