Gaya pengemasan ini pun jadi menarik untuk diamati. Tiga serial bertema superhero Marvel di Netflix, semuanya dibuat dengan konsep dan pendekatan yang saling beda-beda. Dan itu dengan tepat mewakili latar belakang serta kekhasan masing-masing tokoh.
Daredevil diletakkan sebagai representasi kalangan elit superhero. Ia berkostum, memang punya visi & misi untuk menggebuki penjahat, dan dikenal luas di seluruh Hell’s Kitchen. Tema ceritanya pun mirip cerita silat atau kung fu, dengan aneka macam tokoh besar yang berkemampuan setara atau bahkan di atas sang hero. Musuhnya tak tanggung-tanggung: bos besar Wilson Fisk di musim pertama, dan organisasi gelap berusia ratusan tahun bernama The Hand di musim kedua.
Aksi-aksi Matt Murdock saat berkostum iblis warna merah gelap tertuang dalam gambar-gambar yang stylish dan berkelas. Tak beda dengan hasil rancangan The Wachowskis (tadinya The Wachowski Brothers, sebelum Andy dan Larry operasi lalu menjadi Lily dan Lana) di trilogi The Matrix. Ada koreografi laga yang rapi dilengkapi gambar-gambar extreme slow motion yang membuat keringat, darah, dan tetesan hujan tercurah dengan penuh gaya.
Jessica Jones, seperti pernah saya ulas dalam tulisan sebelumnya, dikemas dalam gaya neo-noir yang kelam. Cocok dengan kehidupan muram Jessica (Krysten Ritter) yang baru saja mengalami kegagalan sebagai superhero berkostum dan gara-gara ulah jahat Kilgrave (David Tennant). Nuansa ceritanya bersifat lebih personal, karena ia menghadapi hanya satu musuh sepanjang 13 episode musim pertama.
Sedang Luke Cage adalah drama tentang permasalahan sosial dengan sedikit sentuhan kisah mafia. Gambar-gambarnya berwarna kusam dan miskin adegan spektakuler. Dengan konsep yang saling berciri khas begini, menarik untuk ditunggu seperti apa kemasan serial Iron Fist nanti, terlebih karena superhero yang satu ini mendapatkan kekuatannya dari seni bela diri Timur Jauh, khususnya kung fu dengan jurus Tinju Besi yang sangat dahsyat. Barangkali Iron Fist bakal mirip serial-serial kung fu seperti The Legend of the Condor Heroes atau Heaven Sword & Dragon Sabre (To Liong To).
Namun narasi terpenting dari keseluruhan episode-episode Luke Cage adalah soal ras. Aroma itu sangat kental di sini, sehingga siapapun pemirsanya pasti akan diingatkan untuk menghadapi isu sensitif satu ini dengan cara pandang baru yang toleran. Di antara sederet superhero Marvel, Luke Cage adalah sedikit di antara pahlawan-pahlawan non-Kaukasoid.
Maka Power Man tak hanya sekadar superhero, melainkan superheronya warga kulit hitam. Ia seperti mewakili aspirasi kaum yang terpinggirkan dan tak mendapat akses menuju kue kemakmuran. Dan di sebuah negara tempat rasialisme dikhawatirkan bakal kembali marak seiring terpilihnya sosok presiden yang “keliru”, sosok-sosok seperti Luke bakalan lebih dibutuhkan daripada berdekade-dekade sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H