Kalau Anda bukan orang Jawa yang terbiasa makan makanan manis, lalu bisa benar-benar doyan saat suatu saat iseng menjajal gudeg asli Jogja yang luar biasa manis, maka gudegnya pastilah luar biasa. Seperti itulah yang terjadi saat aku mengikuti anjuran temanku Elvira Natali untuk sesegera mungkin nonton serial drama hit asal Korea Selatan, Descendants of the Sun (DotS).
Sebagai fans berat sinema Hollywood dan Inggris, baik layar lebarnya maupun sinetronnya, awalnya aku agak skeptis menilai drama Korea alias drakor. Pengalaman terakhirku mengakrabi drakor terjadi lebih dari 10 tahun lalu, saat aku masih di Tabloid Tren dan menulis tentang Endless Love dan Friends.
Berdasarkan kajian saat itu, drakor tidaklah beda jauh dari sinetron Indonesia, hanya lebih berani dalam eksplorasi ide, kedalaman cerita, dan produksinya tak berpemeo “dibikin ratusan episode sakkemengnya asal rating masih bagus”. Rata-rata drakor serupa dengan dorama (drama Jepang) yang berbentuk mini seri, alias tamat dalam kisaran 10 hingga 25 episode saja.
DotS mengubah total persepsi itu. Drakor ternyata maju jauh lebih pesat dari yang semula kuprediksikan. Tetap masih jauh dari level Game of Thrones, Da Vinci’s Demons, atau The Outlander, tapi jelas pula bukan tontonan remeh temeh. Bahkan aku langsung dibikin jatuh cinta cukup hanya lewat adegan-adegan awal episode pertama.
DotS berkisah tentang petualangan karier dan asmara Kapten Yoo Si-jin (Soong Joong-ki), kepala satuan khusus istimewa di Angkatan Bersenjata Republik Korea yang dinamai Tim Alpha. Saat libur dari tugas sesudah berhasil menyelesaikan misi pembebasan tentara Korea Selatan yang disandera serdadu Korea Utara, ia dan sidekick-nya, Sersan Mayor Seo Dae-young (Jin Goo), menangkap seorang maling dengan menggunakan senapan mainan.
Maling itu, Kim Gi-beom (Kim Min-seok), kemudian dilarikan ke RS Haesung dan ditangani dokter cantik Kang Mo-yeon (Song Hye-kyo). Bersama Sijin, Daeyoung kemudian menyusul ke Haesung setelah menyadari ponselnya dicopet Gibeom. Di sana, kesalahpahaman terjadi karena Moyeon mengira kedua cowok itu adalah gangster, yang membuat ia menolak menyerahkan ponsel Daeyoung pada Sijin.
Untung kesalahpahaman itu bisa diluruskan berkat kemunculan Letnan Satu Yoon Myung-ju (Kim Ji-won), ahli bedah militer yang rekan seangkatan Moyeon di rumah sakit dan mengenal Sijin serta Daeyoung sebagai sesama tentara. Asmara pun seketika menggelenyar antara Moyeon dan Sijin, yang harus tertunda sementara dengan penugasan Tim Alpha untuk membebaskan sandera di Afghanistan.
DotS dibuka dengan jurus adegan yang juga dipakai film action Hollywood, yaitu langsung mulai dengan aksi para hero, dalam hal ini misi Tim Alpha untuk membebaskan sandera. Dengan dialog ala militer yang lugas dan tidak baper (tidak ada anggota pasukan khusus masih sempat berteriak “Berani benar kau lakukan itu!” dan penjahat yang tertawa dengan mata mendelik) serta koreografi pertarungan berpisau yang oke, pemirsa langsung mendapatkan informasi jelas mengenai kapasitas profesi dan kemampuan Sijin dan Daeyoung.
Lalu kita dibawa masuk ke dalam situasi yang amat kontras, yaitu kehidupan mereka berdua saat tidak berseragam militer. Dan detik adegan ketika Sijin bertemu Moyeon dan Daeyoung bertatap muka penuh emosi dengan Myungju, tahulah kita bahwa DotS bukanlah drama eksyen sebagaimana NCIS: Los Angeles atau Marvel’s Agents of S.H.I.E.L.D., melainkan drama romantis yang menggunakan dunia kemiliteran sebagai latar belakang. Ini kebalikan dari rumus drama Hollywood yang dimainkan sebaliknya.
Meski demikian, DotS justru sangat efektif di situ. Romansa antara Sijin dan Moyeon disusun dengan pendekatan yang amat realistis tapi selalu berhasil menemukan momen-momen apik yang original, alias (setahuku) belum pernah dipakai di drama-drama lain. Contohnya seperti kecepatan gerak Sijin yang menyentil ponsel dari tangan Moyeon dan lalu menangkapnya. Juga saat jari keduanya tak sengaja saling sentuh ketika sudah mulai mengobrol akrab.
Selain itu dialog mereka juga bernas dan cerdas, dan dengan tepat menunjukkan saling ketertarikan yang begitu cepat terjalin karena keduanya sama-sama berlatarbelakang tidak biasa. Sijin yang tentara tak punya pacar karena terus sibuk bertugas di medan perang, sedang Moyeon juga jarang berkencan karena waktunya tersita untuk menyelamatkan pasien.