Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

TV Internet Bakal Tak Terhindarkan

23 Mei 2016   12:25 Diperbarui: 23 Mei 2016   13:30 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya ini lebih menguntungkan bagi sineas. Bujet bisa ditentukan sejak awal tergantung jumlah episode. Dan bisa sangat enteng karena mini seri bisa semungil enam episode untuk durasi 60 menit seperti musim pertama Si Doel Anak Sekolahan pada awal dekade 1990-an lalu. Dan semua kru sejak sutradara hingga penulis skenario dan pemain bisa memaksimalkan potensi masing-masing karena tak lagi biyayakan berhubung fenomena “syuting Senin untuk tayang Rabu”!

Satu lagi yang akan terkena dampak revolusi TV internet adalah lembaga rating. Usai sudah angka rating dan share popularitas acara yang berdasarkan survey soal “jam segini lagi pada nonton apa”. Satu, tak ada lagi jam tayang. Tiap individu bebas mau streaming apa pada satu periode waktu tertentu. Dan dua, sudah ada mekanisme “view” mengenai popularitas tiap tayangan yang tak lagi didapat dari survey, melainkan hitungan otomatis secara real-time.

Angka ketertontonan di laman sudah pasti tak bisa diakali, kecuali pihak produser acara mempekerjakan Felicity Smoak atau Daisy Johnson untuk melakukan peretasan sehingga produknya tahu-tahu ditonton dua juta kali dalam sehari. Ini tentu lebih sahih daripada rating hasil survey. Jangankan survey soal acara TV, yang mengenai popularitas kandidat politik saja bisa beda-beda tergantung lembaga surveynya memihak kandidat yang mana.

Maka dekade ini memang menjadi momen semua pihak untuk berubah total karena tuntutan “hukum alam” perkembangan teknologi informasi. Tak saja pengusaha, produsen, dan audiens, melainkan juga pemerintah yang menentukan berbagai aspek legalitas. Laman berita ala media cetak sudah bebas beredar sejak lama. Kebebasan siaran bagi laman streaming TV pun tak bisa terus-menerus dicegah.

Ini penting karena individu pelan-pelan akan meninggalkan cara lama nonton TV yang makin terasa diperbudak stasiun TV. Gelem ra gelem anane ya kuwi (suka atau enggak, adanya ya cuman itu). Aku saja sekarang sudah menikmati TV dengan citarasa menyerap berita daring. Pesawat TV kutinggal sepanjang hari dan baru kudatangi pada tayangan-tayangan pilihan yang amat minimalis dari keseluruhan daftar program seluruh channel (hanya siaran bola, ESPN FC di NET., dan Brain Game di Metro TV, serta sesekali Mata Najwa atau Kick Andy).

Seiring peningkatan kecerdasan publik akan literasi media, yang kebiasaan nonton TV-nya sepertiku akan terus bertambah. Lalu tuntutan kebutuhan akan ketersediaan channel-channel TV daring pun bakal kian meningkat. Dan lagi, karena provider layanan internet berkecepatan tinggi pun bakal memakai itu untuk mempromo kecepatan produk masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun