Salah satu elemen terpenting dari gaya cerita adalah pilihan angle (point of view). Dan novel yang bagus memanfaatkan dengan jitu POV yang dipakai.
Di angle orang ketiga (God mode), cerita dibikin kaya lewat tokoh-tokoh yang saling berbeda dan rangkaian cerita bertitik tolak dari keragaman itu. Pada angle orang pertama (“aku”), seluruh dunia diciptakan murni hanya dari observasi satu tokoh tunggal, yaitu sang narator. Cerita berangkat dari misteri yang terbangun dari ketidaktahuan dia terhadap orang-orang di sekitarnya.
Pada novel standar, pengambilan POV yang tak tepat sering berakhir dengan bencana. Angle orang ketiga namun semua tokohnya sebangun. Dalam kasus ini, seharusnya, sang pengarang mengambil saja angle orang pertama. Sedang dalam ambilan angle orang pertama, kerap ada kebocoran: si “aku” bisa menceritakan adegan di mana dia hadir di tempat kejadian.
Contoh: semua novel Agatha Christie.
Nah, sekarang kita bisa mulai meresensi novel-novel yang kita baca secara lebih objektif, dan bukan murni berdasarkan selera. Lalu, mungkin saja kita kaget saat mengetahui yang selama ini kita favoritkan ternyata kurang kuat secara kualitas, apalagi jika dalam sekian deret judul yang panjang, sang pengarang idola terus-menerus menyuguhkan hal yang sama, baik dalam ciri penokohan, cerita, maupun topik permasalahan.
Saatnya untuk keluar dari comfort zone dan mencari barang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H