[caption caption="Sense8 (foto: Wikipedia)"][/caption]
Apa definisi superhero?
Aku pada zaman kanak-kanak akan menjawab superhero adalah manusia berkekuatan luar biasa yang memakai kedok dan kostum untuk membasmi kejahatan. Jawaban versi sekarang, superhero adalah manusia-manusia sakit kayak Tony Stark atau Bruce Wayne yang mempertunjukkan kemampuan bertarung mereka entah untuk membalas dendam, terpaksa, atau gara-gara eksibisionisme.
Bahwa di jalan itu mereka kemudian membantu orang yang lemah melawan penguasa jahat, itu sekadar efek samping. Sebab kadang-kadang, mereka pun terkapsa berbalik melawan tatanan sosial yang umum disepakati bila memang itu yang diperlukan untuk survive.
Sinetron serial Sense8 yang tayang di TV internet Netflix mendiskusikan para superhero yang terjun ke kancah superhero-an karena terpaksa—atau dipaksa takdir. Lain dari para superhero komik Marvel atau DC yang berkostum dan penuh gaya, di sini mereka adalah manusia tanpa kostum yang bingung. Para superhero di Sense8 syok—mati-matian menerima dan beradaptasi dengan kekuatan aneh yang baru saja mendatangi mereka.
Total ada delapan manusia super di Sense8 (dibaca “sensate”, artinya “sadar/menyadari”) yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Di Amerika ada Will Gorski (Brian J. Smith), petugas polisi di Chicago; dan Nomi Marks (Jamie Clayton), hacker asal San Fransisco yang tadinya cowok bernama Mike dan setelah jadi cewek pacaran dengan sesama cewek, Amanita (Freema Agyeman).
Kemudian di Inggris ada Riley Blue (Tuppence Middleton), seorang DJ cantik asal Islandia. Di Berlin, Jerman, ada seorang tukang bongkar lemari besi bernama Wolfgang Bogdanow (Max Riemelt). Di Meksiko terdapat aktor telenovela dan film kenamaan Lito Rodriguez (Miguel Angel Silvestre) yang digilai cewek karena seksi dan hot namun jebul homo.
Di India ada Kala Dandekar (Tina Desai), ahli farmasi yang manisnya membuatku menghela napas panjang. Lalu di Seoul, Korea Selatan, kita menjumpai Sun Bak (Bae Donna), putri seorang multijutawan yang juga atlet kickboxing bawah tanah. Dan terakhir ada sopir matatu (metro mini dan angkot Kenya) bernama Capheus (Aml Ameen) yang ngefans banget sama Jean-Claude van Damme dan mati-matian nyari uang agar bisa merawat ibunya yang kena AIDS.
Apa kekuatan para Sensates ini? Mereka terhubung secara mental dan emosional, bisa saling hadir meski berada di tempat masing-masing di belahan dunia berbeda, dan bisa saling berbagi keahlian. Will yang di Chicago, misalnya, bisa saling ketemu seruangan dengan Riley yang masih ada di London. Mereka bisa bercakap dan berinteraksi normal, tapi salah satunya tak terlihat oleh warga biasa (partner Will, Diego, sering melihatnya ngomong sendiri saat lagi ketemu Riley).
Kemudian saat matatu Capheus dirampok dan ia nyaris tewas dihajar gangster, tahu-tahu dibantu Sun Bak dari Seoul yang tengah tanding kickboxing. Skill bertarung Sun merasuk ke dalam diri Capheus. Secara spektakuler, Capheus berhasil menghajar para gangster seorang diri, yang membuatnya kemudian tenar sebagai Van Damme-nya Nairobi.
Dengan kekuatan super yang sangat aneh ini, kedelapan Sensates saling membantu menghadapi masalah masing-masing. Misal saat Nomi melarikan diri dari kejaran Whispers (Terrence Mann), seorang Sensate jahat yang muncul menggerebek bareng FBI dan polisi lokal San Francisco, ia dibantu Will dan Sun. Lalu saat spontan naik mobil dan baru belakangan sadar bahwa ia tak bisa setir, muncul Capheus menyelamatkannya dengan membawa mobil ngebut ala Van Damme di film Hard Target!
Sense8 dibuat oleh kerja bareng The Wachowski dan J. Michael Straczynski. Yang sering nonton genre sci-fi pasti akan langsung mafhum bahwa ini kolaborasi spektakuler. The Wachowski adalah duet sutradara bersaudara yang membesut trilogi The Matrix. Sedang Straczynski adalah kreator serial sinetron opera luar angkasa sukses tahun 1990-an, Babylon V (dulu main di SCTV).
Sense8 musim perdana terdiri atas 12 episode. Dan karena ini merupakan web television series, maka episode-episodenya nggak dirilis ngecer perminggu (atau perhari kayak di sini), melainkan keduabelasnya langsung sekaligus, yaitu pada tanggal 5 Juni 2015 lalu. Para kreatornya mengatakan, story arc alias alur cerita global Sense8 direncanakan akan berlangsung hingga lima season.
Ide cerita dan konsep dasar Sense8 berawal dari obrolan tengah malam kedua Wachowski. Sekadar info, mereka ini baru saja ganti nama grup. Dulu pas bikin The Matrix, mereka masih pakai nama The Wachowski Brothers, terdiri atas kakak-beradik Andy dan Larry Wachowski. Kini mereka pakai nama The Wachowski tok. Kata “Brothers”-nya dihapus, karena mereka sudah bukan brothers lagi, melainkan brother and sister.
Larry telah menjalani operasi transgender dan ganti nama jadi Lana. Karakter inilah yang kemudian dilahirkan jadi Nomi sang hacker, yang tadinya juga cowok, dan harus bermasalah dengan lingkungan sosial (terutama keluarganya sendiri yang kaya raya) mengenai hak-hak kaum LGBT.
Back to topic, hasil obrolan itu kemudian mencetuskan ide untuk bikin serial TV yang, seperti keahlian mereka, ber-genre sci-fi. Agar lebih komplet, mereka kemudian mengundang Straczynski untuk diajak berdiskusi. Lahirlah kemudian konsep dasar serial itu, yakni tentang persoalan empati. Dan konsepnya sungguh dalam dan mengagumkan, setara penelitian mahasiswa jurusan filsafat postmodernisme.
Biar lebih gamblang, aku cuplikkan saja pernyataan Straczynski soal Sense8 sebagaimana dikutip oleh Wikipedia: “Kami memulai dari satu titik ngobrolin evolusi yang menciptakan lingkaran besar empati di antara manusia di dunia. Kamu adalah anggota keluarga inti, kemudian juga menjadi anggota sukumu, kemudian dua suku bersatu dan kamu berempati dengan orang-orangmu yang sesama tinggal di sisi sungai sebelah sini, dan kalian bertentangan dengan anggota suku di seberang sungai sana... begitu seterusnya melintasi tingkatan desa, kota, negara bagian, dan negara. Jadi bagaimana jika satu tingkatan empati yang lebih literal dapat terjadi pada delapan individu di seantero planet ini... yang tiba-tiba dapat saling menyadari satu sama lain secara mental, dapat berkomunikasi secara langsung seakan mereka berada di ruangan yang sama? Bagaimana reaksi mereka? Apa yang akan mereka lakukan? Apa maknanya itu semua? Dan apa kata dunia soal orang-orang dengan kemampuan nyeleneh ini? Apakah orang lain akan dapat menerima mereka, atau justru memburu mereka?”.
Aku tercengang membaca pernyataan ini, lalu membayangkan kayak apa asyik dan mendalamnya diskusi gayeng yang dilakukan Straczynski dan kedua Wachowski itu. Cuman mau bikin sinetron aja pembahasannya luar biasa berat, intelektual, dan bergengsi (dan mereka tetap saja dalam rangka “kerja untuk cari makan”, karena pasti memprediksikan profit besar juga dari hasil deal dengan Netflix). Hmmm... apa yang mbikin GGS dan Duyung juga diskusinya kayak gini...?
Penulisan skenarionya ditangani langsung oleh mereka secara bergantian. Wachowski (terutama Lana) menulis episode 1, 2, 3, 7, dan 8; sedang Straczynski kena jatah nulis episode 4, 5, 6, dan 10. Begitu jadi, skenario langsung saling dipertukarkan untuk direvisi. Dengan cara itu, mereka terus bisa saling berdiskusi sepanjang penulisan hingga jadi.
Suri tauladan berikutnya yang harus disorot adalah mengenai proses filming alias syuting. Beda dari serial lain Hollywood yang bersetting di Eropa namun sesungguhnya syuting di studio di LA, pengambilan gambar Sense8 berlangsung di kota tempat tinggal para tokoh, dan mengkasting aktor-aktris lokal. Maka para sutradara dan kru serta cast pun terjun langsung ke San Francisco, Kota Meksiko, Chicago, Reykjavik, London, Berlin, Nairobi, Mumbai, dan Seoul.
Karena syuting di banyak tempat sekaligus, para sutradara bagi tugas menangani lokasi-lokasi berbeda. Wachowskis memimpin tim San Francisco, Chicago, London, dan Reyjavik. Syuting di Meksiko dan Mumbai dipimpin James McTeigue (sutradara V for Vendetta, Ninja Assassin). Sutradara Jerman Tom Tykwer (Cloud Atlas) mengepalai tim syuting Berlin dan Nairobi.
Sedang kru Seoul dipimpin Dan Glass, mantan artis visual effect anak buah Wachowski di trilogi The Matrix yang kali ini diberi kepercayaan untuk jadi sutradara. Straczynski sendiri awalnya akan menyutradarai adegan-adegan di London dan Reyjkavik, namun belakangan menyodorkannya pada Andy dan Lana dan lebih fokus di tahapan pascaproduksi.
Dengan nama-nama sepaten itu, dan konsep cerita yang semendalam itu, maka yang berhasil menyaksikan serial ini dan bisa mengikuti jalan ceritanya, serta bisa menangkap makna substansinya, sungguh adalah orang-orang yang dirahmati Tuhan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H