Pandangan-pandangan moral dan Pemikiran obyektif dan ilmiah dari Perguruan tinggi lebih dibutuhkan oleh masyarakat, dengan anggapan bahwa Perguruan tinggi menaungi banyak macam paham, dan warna pilihan politik, semestinya fokus hanya pada program dan kegiatan pengembangan Pendidikan dan keilmuan secara independent, sehingga relative tidak terjebak pada arus kepentingan kontestan politik, yang jamak akan melakukan berbagai macam cara untuk menang, bahkan mungkin dilakukan dengan bertentangan pengembangan Pendidikan dan keilmuan.
Dunia Pendidikan dan keilmuan sendiri, tentu membutuhkan keadaan damai untuk  selalu dapat terus berkembang dalam perbedaan dan keberagaman, tanpa perdebatan pilihan dukungan politik, karena dengan netralitas politik memungkinkan untuk senantiasa menjaga integritas sebagai pendidik dan pengembang keilmuan, dan yang dimaksud dengan dunia Pendidikan disini tentu saja semua yang dapat merepresentasikannya, yang berarti  sivitas akademika atau siapapun yang menyandang predikat sebagai mahasiswa, dosen dan karyawan yang mencerminkan dunia Pendidikan, maka sudah sepatutnya tidak ikut terdikotomi dalam suatu faksi politik, sebab civitas akademika dengan sikap non partisan cenderung mampu mengejawantahkan isu-isu kompleks tanpa belenggu faksi kepentingan politik, dan senantiasa mungkin untuk mempertimbangkan berbagai sudut pandang dengan bijak dan mengambil penilaian atas pemikiran kritis.
Memang sebagai warganegara, sivitas akademika secara mendasar hak politiknya untuk memilih dan dipilih tetap ada, tapi demi tujuan yang lebih besar sudah seharusnya memahami arti penting menjaga netralitas, dan dari cermin inilah, pada suatu ketika terdapat sivitas akademika yang ikut didalam politik praktis akantetapi masih tercitra secara formil sebagai representasi dari suatu Lembaga Pendidikan/kampus, maka adalah suatu pilihan bijak untuk meletakkan predikatnya atau mundur posisinya di dalam Lembaga Pendidikan, dalam hal ini point penting yang harus muncul adalah untuk menunjukkan bahwasannya Lembaga Pendidikan/kampusnya tetap berposisi netral dari kepentingan faksi-faksi saling  bersaing. Â
Intinya adalah silahkan saja berpolitik praktis, namun harus tidak di dan dari dalam kampus, serta tidak atas nama almamaternya pada waktu berpolitik praktis, serta tidak pula membawa predikat jabatan dan identitas almamater dalam berpolitik praktis, biarkan citra Lembaga Pendidikan tetap sebagai penjaga dialektika intelektual yang secara kritis senantiasa merdeka menyuarakan kajian-kajian ilmiah untuk ikut mengawal arah kebijaksanaan negara benar-benar akan menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H