Sekelumit kisah dari masa jaya Ayodya di Kosala tempat lahirnya Sri Rama tokoh utama dari epic Ramayana, yang mungkin secara silsilah budaya memiliki ketersambungan dengan adab bangsa Nusantara, Para Pembela (baca: Pengacara/Advokat) bukanlah para Ksatria sehingga tidak wajib memanggul senjata, tapi merupakan beban para Brahmana yang terpilih, yang dianggab bisa mengejawantahkan makna adil secara terhormat (setara officium nobile), tanpa diburu hasrat akan harta, tahta, dan kuasa, sehingga mampu menjadi harapan bagi yang sedang mendamba keadilan, dan kira-kira demikian pula seharusnya eksistensi Advokat yang sesuai dengan adab budaya Nusantara, mengingat sejatinya adab diturunkan melalui pertautan batin dari sejak masa lalu oleh leluhur orang-orang Nusantara.Â
Perjalanan waktu telah sampai pada masa sekarang, dengan secara teori menegaskan prinsip Negara Indonesia sebagai negara hukum, oleh sebab itu ide tersebut akan bisa berjalan dengan baik, salah satunya melalui efektifnya peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab, di dalam maupun di luar pengadilan, akan tetapi dalam praktik, tidak jarang Advokat terbentur dengan berbagai permasalahan, mulai dari perkara dilecehkan kewenangannya, diabaikan hak-hak-nya, terhambat untuk mengaktualisasi diri, dan akan parah jika advokat sendiri sudah tinggi hati merasa sebagai kaum elit, terjangkiti budaya Hedonisme, membela hanya berorientasi keuntungan ekonomi, hingga terjerat dalam belantara mafia peradilan, yang bilamana sudah sedemikian kritis, maka selain susah lagi untuk pencari keadilan percaya 100% kepada Advokat, juga sebagai Advokat tentu akan kesulitan untuk memiliki kepercayaan diri dilabeli Officium Nobile.
Akantetapi, meski dengan keadaan sedemikian rupa, bilamana menengok semangat dari generasi baru Advokat, yang memiliki antusiasme untuk menjadi insan-insan penegak hukum yang berdedikasi, dengan bekal pengajaran akan idealisme dari bangku pendidikan yang dienyamnya, dan teori-teori menggapai keadilan yang masih segar dalam ingatannya, serta berpegang pada sumpah kode etik yang masih berdengung di sanubarinya, tentu akan menjadikan kembali bangga, untuk menjadi bagian penting mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai penutup, selamat kepada kawan-kawan yang dilantik dan sekarang memiliki kewenangan sebagai Advokat, jangan khianati sumpah sebagai Advokat, dan sibuk bersolek diri dengan segala benda-benda duniawi, oleh Ibu Pertiwi, kita sedang diberi tugas lebih besar dari keinginan diri sendiri, jadi "kayalah dengan pengetahuan, berhias dengan keberanian, secukupnya dalam gaya, dan jatuh hanya dalam cinta", jikalau tetap begitu maka mungkin itulah resep berbangga untuk menjadi Advokat dengan dilabeli Officium Nobile (profesi terhormat).Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI