Tradisi nyadran, khusunya di Desa Purworejo dilaksanakan 3 kali dalam setahun dengan tata cara yang sama, diawali dengan ziarah ke makam pepunden, pembacaan doa dan makan bersama. Sebuah wujud cinta kasih yang tak lekang oleh waktu, tak peduli raga telah tiada, atau nyawa yang telah melayang. Dari desa tercintaku ini, kita dapat belajar bahwa, cinta itu bukan tentang “siapa”, “kapan” atau “mengapa”, tetapi tentang “bagaimana”.
“Memeluk lebih erat, bersua lebih dekat”, dari kisah kecil tentang nyadran ini kita dapat belajar definisi cinta, bakti, dan perjuangan yang sesungguhnya. Bahwa hadirnya kita, tak serta merta, tanpa adanya Dan Hyang atau orang tua, entahlah kita jadi siapa, dan bakti memang harus dibawa sampai mati. Desa Purworejo menyuguhkan cinta melalui tradisi dan filosofi, dan selamanya akan tetap begitu. Selalu ku rindukan, Desaku yang permai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI