Mohon tunggu...
Ardian Wiwaha
Ardian Wiwaha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

Agenda Demo 2 Desember Mengarah ke Makar?

24 November 2016   11:35 Diperbarui: 6 Desember 2016   20:26 2726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian terkait dengan adanya isu makar pada pemerintahan Presiden Jokowi menuai pro dan kontra. Pernyataan terkait Makar oleh Tito pertamanya disampaikan di Lobi Gedung Utama Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta (21/11).

Dalam kesempatan tersebut, jenderal bintang empat ini secara inti menyatakan bahwa selang waktu perkembangan proses hukum Ahok mulai dari 4 November hingga saat ini, kasus yang diduga menistakan agama Islam tersebut cenderung telah dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan. Hal ini dinyatakan dengan pernyataan beliau yang dengan tegas mengatakan bahwa akan ada aksi unjuk rasa yang bermaksud untuk menguasai DPR dan menggulingkan kursi pemerintahan.

Hal senada juga disampaikan oleh Menkopolhukam, Wiranto di Istana Negara (22/11). Mantan Panglima TNI ini juga membenarkan bahwa adanya upaya makar yang akan diselipkan pada rencana Aksi Demo Bela Islam III yang diagendakan pada 2 Desember nanti.

Menyelaraskan maksud dan pernyataan Kapolri dan Menkopolhukam tersebut, mari kita kupas kebenaran istilah makar yang cenderung memunculkan kontroversi dan kebingungan semu di publik.

Pengertian Makar menurut KBBI

Menelaah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "makar" memiliki tiga pengertian singkat. Pertama, makar diartikan sebagai akal busuk atau sebuah tipu muslihat. Kedua, makar diartikan sebagai perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang dan sebagainya. Ketiga, perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Makar menurut KUHP

Apabila dikaitkan dengan hukum pidana, pengertian makar adalah bentuk kejahatan yang dapat mengganggu keamanan negara meliputi makar yang dilakukan kepada Presiden dan Wakil Presiden, wilayah negara, dan pemerintahan seperti yang diatur dalam Kitah Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104, 106, dan 107.

Dalam pasal 104, suatu tindakan dapat dikatakan makar apabila kejahatan ditujukan kepada pemimpin sebuah negara seperti presiden dan wakil presiden. Jika pelaku kejahatan tidak tahu atau tidak dengan sengaja menyerang pemimpin negara, maka tindakannya tidak dapat disebut makar dan jatuh pada kejahatan biasa.

Sementara dalam pasal 106, dijelaskan bahwa makar yang berhubungan dengan wilayah sebuah negara adalah usaha untuk mengambil alih sebagian atau seluruh wilayah sebuah negara dan menjadikannya di bawah pemerintah asing atau pemisahan sebagian wilayah sudah termasuk dalam perbuatan makar. Sedangkan penjelasan pasal 107, pengertian yang dimaksud dengan makar adalah segala tindakan yang dilakukan dengan cara menggulingkan pemerintahan.

Unsur-unsur Penting Makar

Untuk menyatakan bahwa sebuah perbuatan atau tindakan dapat dikategorikan makar meliputi beberapa unsur penting, di antaranya: Makar kerap dimaknai sebagai bentuk sebuah penyerangan, subjek penyerangan ditujukan kepada kepala dan wakil kepala pemerintahan, dan motif utamanya, yakni: membuat subjek tidak cakap memerintah, merampas kemerdekaan, menggulingkan pemerintahan, mengubah pemerintahan dengan cara yang tidak sah, dan merusak kedaulatan negara dengan menaklukkan atau memisahkan sebagian negara untuk diserahkan kepada pemerintahan lain atau dijadikan negara yang berdiri sendiri.

Metode Makar

Adapun cara-cara atau metode yang dapat mengategorikan sebuah tindakan atau perbuatan makar, di antaranya: membunuh dan menggunakan kekerasan lainnya, memberikan bantuan, kesempatan, ikhtiar dan keterangan untuk kejahatan, membujuk, mengajak rakyat melawan negara, dan mengadakan hubungan dengan badan yang melawan negara dan lainnya.

Mengaitkan pernyataan Kapolri dan Menkopolhukam di media dengan aksi unjuk rasa 4 November dan teori "makar" di atas, hal yang wajar apabila Kapolri dan Menkopolhukam selaku aparat penyelenggara keamanan negara menyatakan pernyataan demikian.

Masih ingat pernyataan salah seorang tokoh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pada demo 4 November silam, anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini sempat melontarkan beberapa pernyataan provokatif yang berbunyi " .....cara menjatuhkan Presiden Jokowi dengan dua cara, yakni dengan cara parlemen dalam ruangan dan cara parlemen jalanan....." Demikian dengan, pernyataan beberapa elemen dan tokoh aksi unjuk rasa 4 November silam, yang cenderung mengorasikan hal demikian bahkan menghina sang Presiden di depan publik.

Bukan bermaksud untuk membela Kapolri dan Menkopolhukam, namun dalam kesempatan kali ini para pembaca dapat menginterpretasikan secara pribadi maksud "makar" dan penjelesan teori makar di atas, serta bersikap cerdas dan bijak dalam menelaah kebenaran dari pernyataan kedua tokoh tersebut.

Mungkin kali ini Budi Gunawan selaku Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang baru dapat mengonfirmasi kebenaran dan menjawab tanda tanya publik terkait pernyataan kedua tokoh di atas. Tampaknya informasi intelijen akan lebih akurat ketimbang informasi dari "Google", bukan begitu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun