Mohon tunggu...
Witsandz
Witsandz Mohon Tunggu... Administrasi - Lebih mudah tidur larut malam dibandingkan bangun pagi.

Tulisan lainnya ada di blog www.bacaanreceh.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ya, itu tanggung jawab kami, bukan sekolah atau dinas pendidikan.

16 Mei 2015   05:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:57 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya membaca tulisan dari teman sekaligus mentor saya di dinding Facebook miliknya. Dalam tulisannya, teman sekaligus mentor saya mengatakan bahwa yang berperan penting dalam pendidikan anak adalah kita sebagai orang tua, bukan sekolah apalagi Dinas Pendidikan. Tulisan yang menggugah kembali “kegalauan” saya ketika setahun lalu resah dan bingung dalam mencari Taman Kanak-kanak untuk anak saya yang menginjak usia 4 tahun waktu itu.


Waktu itu saya bersama pasangan banyak mencari referensi tentang pendidikan usia dini atau TK untuk anak kami di kota Surabaya tempat tinggal kami. Tentunya kami mencari yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal dan juga tidak terlalu mahal agar sesuai dengan kemampuan kami. Banyak referensi yang kami dapatkan, dari mulai TK dengan fasilitas apa adanya (maaf saya menyebutkan demikian) karena memang kondisinya hanya berupa rumah tinggal yang disulap menjadi sebuah Taman kanak-kanak tanpa ada fasilitas yang memadai bagi anak-anak untuk bermain. Sampai dengan TK dengan nama yang sudah cukup terkenal di kota kami dengan berbagai fasilitas didalamnya, mulai dengan komputer set didalam kelas dan juga fasilitas ruang musik yang cukup mewah. Dan tentu saja dengan biaya yang terbilang mahal bagi kami.


Saya sepakat sekali dengan pemikiran teman saya itu, bahwa pendidikan anak adalah mutlak menjadi tanggung jawab orang tua, bukan tanggung jawab pihak sekolah apalagi Dinas Pendidikan atau Pemerintah. Memang, Pemerintah melalui kementerian pendidikan dan dinas-dinas pendidikan di daerah pastinya punya program yang bagus bagi dunia pendidikan namun sebagai orang tua, saya dan istri saya adalah pihak yang paling mengetahui dan memahami apa dan bagaimana bakat dan minat dari buah hati kami. Itulah mengapa tanggung jawab terbesar, kalau tidak bisa dibilang mutlak, tentang pendidikan anak ada ditangan kami, orang tuanya.


Pihak penyelenggara pendidikan di lain sisi, memang memikul tanggung jawab atas pendidikan murid-murid mereka. Namun tetap saja mereka akan terikat dengan sistem, aturan, dan misi yang ada di lembaganya tersebut. Bahkan dalam kacamata saya semakin banyak orang tua dan juga penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa semakin banyak fasilitas dan program yang ditawarkan oleh sebuah lembaga penyelenggara pendidikan maka semakin elit lembaga tersebut (dan tentu saja semakin mahal biaya pendidikannya). Kesan memaksakan program atau konsep pendidikan pada anak usia dini (Taman Kanak-kanak) terasa sekali. Mereka yang seharusnya mengisi hari dengan bermain dan belajar bersosialisasi dipaksa untuk mulai belajar berhitung dan membaca dengan target sebelum masuk Sekolah Dasar sudah bisa membaca. Belum lagi kegiatan ekstra seperti les bahasa inggris atau yang lainnya.


Bagi sebagian orang mungkin itu yang diinginkan buat anak-anak mereka. Harus dibekali dengan semua “amunisi” sebanyak mungkin dan sedini mungkin. Tapi itu bukanlah yang kami cari. Bukan yang kami inginkan untuk anak kami. Bagi kami, Taman Kanak-kanak adalah sebuah Taman bermain tempat anak usia dini bermain dan belajar bersosialisasi, titik. Tempat dimana anak belajar untuk mengenal teman, mendorong atau didorong oleh teman hingga terjatuh, belajar berbagi meskipun sebelumnya saling berebut sesuatu. Dan saya sangat senang apabila ketika saya jemput anak saya tercium bau keringat dan bau tanah menempel dibadannya. Lantas bagaimana dengan kemampuan berhitung dan baca tulisnya? Anggapan saya bahwa anak saya akan bisa dengan sendirinya nampaknya terbukti. Tanpa kami memaksa belajar, tanpa kami paksa mengerjakan tugas dari ibu gurunya, tanpa kami ikutkan les lain-lain, dia sudah mulai lancar membaca dan berhitung.

Setahun lalu kami sudah menemukan Taman Kanak-kanak yang kami rasa cocok dengan karakter anak kami (meskipun tidak ideal sepenuhnya) namun masalah yang serupa kembali menghantui kami. Ya, kami harus mulai mencari Sekolah Dasar yang sesuai dengan karakter anak kami.


Mendekati mustahil memang apabila kami menginginkan Sekolah Dasar yang sempurna bagi anak kami. Bukan lengkapnya fasilitas yang kami cari, bukan nama besar yang kami cari, tapi lembaga pendidikan dasar yang mampu memahami karakter, bakat, dan minat anak didiknya. Dan dilain sisi tidak memaksakan program dengan target tertentu yang saya rasa belum waktunya. Dan yang tidak kalah penting adalah biaya yang terjangkau dan masuk akal.


Tanggung jawab yang tidak ringan bagi kami sebagai orang tua dalam membentuk dan menciptakan jalan menuju masa depan anak kami ditengah dunia pendidikan yang semakin komersial dan jauh berbeda dengan masa-masa kami dulu menjalaninya.


(seperti yang saya tulis di blog saya: www.coretankecil.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun