Ibu yang bahagia adalah ibu yang mampu menjaga kewarasannya.
Kebahagiaan ibu adalah kunci utama kebahagiaan keluarga. Jika ibu tidak bahagia, seisi keluarga bisa kena imbasnya. Setuju enggak?
Kalau saya sich setuju! Karena saya sendiri adalah seorang ibu dan saya merasakannya setiap kondisi saya yang akhirnya berdampak pula pada kodisi suami dan anak saya.
Ketika saya berbahagia, saya selalu riang gembira, saya bisa melaksanakan pekerjaan-pekerjaan saya dengan baik. Entah itu pekerjaan kantor, pekerjaan rumah ataupun pekerjaan freelance saya. Selain itu, saat saya bahagia, saya bisa menanggapi hampir semua hal dengan 'positif'. Saya tidak sensitif. Bahkan saya bisa bersikap sabar dalam menghadapi anak yang rewel ataupun memberi senyuman pada suami yang pulang kerja dengan wajah capeknya.
Akan tetapi, disaat saya sedang tidak berbahagia?
Ibu menjadi mudah sensitif. Anak rewel malah semakin rewel karena ibu menjadi tidak sabar menghadapinya. Suami pulang kerja justeru ditanggapi dengan muka jutek dan hasilnya malah bertengkar karena sama-sama saling capek dan sama-sama sensitif.
Kalau sudah begitu, bagaimana keluarga menjadi hangat? Yang ada malah pada mencari kesibukan sendiri dan kebahagiaannya sendiri di luar sana!
Maka dari itu, kebahagiaan ibu adalah kunci utama sebuah kehangatan keluarga.
Kalau saya, kebahagiaan saya adalah ketika saya mampu menjaga kewarasan saya. Menjaga kewarasan di setiap moment, entah di rumah ataupun di kantor.
Waras yang saya maksud di sini adalah waras secara lahir dan batin. Bukan sekedar waras badannya tapi tidak dengan hatinya ataupun pikirannya.
Mungkin menjaga kewarasan badan lebih mudah dibandingkan menjaga kewarasan batin. Karena menjaga kewarasan badan bisa kita dapatkan ketika kita rajin berolahraga, menjaga pola makan, menghindari makanan/minuman beralkohol, dan lain sebagainya.
Sementara menjaga kewarasan batin?
Menurut saya pribadi ini agak sulit. Tetap dituntut waras ketika di kantor banyak kerjaan dan ada rekan yang kurang mengenakkan itu berat. Dituntut tetap waras menghadapi kerewelan anak saat pulang kerja dan capek itu sulit. Dituntut tetap waras menghadapi suami pulang kerja dan dia tengah mengeluh soal pekerjaannya sementara kita sendiri juga ada persoalan di kantor itu butuh perjuangan. Belum lagi jika kita masih tinggal serumah dengan mertua ataupun orang tua dan bahkan ipar. Menghadapi perbedaan pendapat tanpa emosi itu menguras hati.
Kalau sudah begitu, masihkah kita bisa tetap waras?
BISA.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Cara saya menjaga kewarasan agar selalu bahagia adalah dengan cara :
- Selalu berfikir positif
Selalu dan selalu berfikir positif terhadap apa yang terjadi di sekitar kita itu memang tidaklah mudah. Tapi, jika kita benar-benar niat, pasti bisa.
Cara saya agar selalu bisa berfikir positif adalah memulainya dari diri sendiri. Berfikir apa yang terjadi pada diri sendiri adalah sesuatu yang pastinya terbaik untuk diri sendiri. Saya juga cenderung lebih dekat dengan rekan-rekan yang memberikan aura positif terhadap saya. Seperti menghindari berkumpul dengan rekan tapi hanya bergosip. Saya lebih menghindari kawan yang suka mengeluh dan uring-uringan. Saya lebih cenderung menyibukkan diri sendiri.
- Ikhlas menerima keadaan
Ikhlas itu berat. Butuh waktu malahan. Tapi percayalah, ketika kita ikhlas melepaskan sesuatu, ikhlas menerima takdir, ikhlas memberi, ikhlas memaafkan, percayalah... hati akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
- Berusaha bersabar
Sabar itu tidak semudah berbicara. Iya, memang. Tapi dengan bersabar, akan tersalurkan energi positif.
Tarik nafas dalam-dalam, lepaskan pelan-pelan.
- Memaafkan diri sendiri dan kesalahan orang lain
Memaafkan itu hal yang berat, hanya orang yang berjiwa besar yang mampu memaafkan. Mantra saya ketika sulit memaafkan adalah : "AKU MEMAAFKAN DIRIKU SENDIRI DAN ORANG-ORANG YANG MENYAKITIKU!"
Awalnya saya hanya mampu mengungkapkannya dalam hati, lalu pelan-pelan melafalkannya hingga akhirnya mampu meneriakkannya.
Saya merasa ada sesuatu yang melegakan. Dan percayalah, ketika kita mampu memaafkan kesalahan diri sendiri maupun orang lain, hati itu terasa plong.
- Me time
Buat saya, me time itu amat sangat penting. Me time saya sederhana banget, nonton film ataupun sinetron, ngeblog, ngegame di hape, baca buku, atau kadang pergi bersama teman-teman.
Datang ke event juga termasuk me time buat saya. Saya akan bertemu teman-teman, dapat pengalaman baru dan 'terkadang' dapat rejeki juga.
- Pacaran sama suami
Pacaran sama suami itu penting sekali. Selain menjaga keharmonisan hubungan, terkadang memberikan sensasi tersendiri. Memanjakan diri bersama suami tanpa direcokin dengan urusan anak.
- Family time
Me time dan pacaran sama suami sudah, waktunya buat anak juga ada. Dan saya biasanya mengagendakan tersendiri soal family time.Weekend bermain bersama anak dan suami atau kadang staycation.
Saya menikmati hari-hari saya dengan setumpuk pekerjaan kantor, dengan setumpuk deadline ngeblog. Tapi saya juga membereskan rumah, nyuci, kalau masak sih kadang.
Selain itu, saya juga lebih bahagia menjadi diri sendiri. Saya jadi isteri dan ibu yang cukup santai. Terkadang masa bodoh dengan teori-teori tentang parentingyang malah bikin saya stress. Dan terkadang saya memilih tutup mata dan telinga tentang teori rumah tangga orang lain.
Ketika saya berbahagia, keluarga sayapun juga berbahagia dan hubungan kami semakin hangat.
Setiap hari, setiap pulang kerja ada anak yang menunggu lalu memeluk. Setiap malam bisa makan malam bersama, lalu nonton tivi bersama ataupun main bersama.
Hal-hal remeh tapi terasa hangat. Dan itu adalah alasan kenapa kami menjadi pasangan yang sebisa mungkin tidak LDM.
Kebersamaan adalah kehangatan keluarga yang sesungguhnya. Sementara kewarasan dan kebahagiaan seorang ibu adalah kuncinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H