Mohon tunggu...
Witri Nailil Marom
Witri Nailil Marom Mohon Tunggu... Lainnya - (Ruang khusus fiksi)

Hai, selamat membaca. Semoga Allah bahagiakan kita hari ini. Aamiin :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Teralis Besi

29 Januari 2023   22:18 Diperbarui: 5 Desember 2024   05:06 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baginya, namanya kebebasan itu tak tepaut ruang dan definisi. Karena segala yang merdeka artinya bergerak sesuai kemauan.

Dia hanya ingin berada di balik teralis besi ini. Cukup memandang hujan, dan merasakan dingin serta lembabnya angin yang menusuk relung. Baginya itulah kebebasannya. Kemerdekannya.

Apakah ada yang lebih kelam dari seorang pecinta yang mengetahui kapan sebuah kematian akan menjemput kekasihnya?

Setelah kepergiannya, dia seperti ruang hampa. Mengisolasi diri dari geger dunia dan drama-dramanya. Entah terik atau hujan, baginya sama saja. Sendu, dan masih merasa berkabung.

Derap kaki para demonstran terdengar dari luar jendela. Tahun hendak berganti, mereka pun menuntut pemimpin juga harus lengser. Eskalasi politik di luar sana sedang memanas. Tapi, dia tetap bertahan dengan hatinya yang membeku.

Dibukanya jendela itu, aroma gas air mata menyelinap ke dalam kamarnya yang gelap. Sudah hampir beberapa bulan ini dia tak mau lagi membuka surat kabar. Tak mau tau hiruk pikuk prahara di negara ini.

Tubuhnya makin kurus, tulang pipinya makin menonjol mengikis dagingnya. Dan kulitnya, terlihat kusam. Padahal, tepat di depan jendela kamarnya itu terpampang besar papan iklan skin care terbaru dari Korea.

Dia bersujud, menangis dan masih berharap kepada Tuhan untuk mengembalikan ruh kehidupannya. Kekasihnya.

"Tuhan tak senang melihatmu begini." kata temannya. Satu-satunya yang mau menemaninya selama ini.  

"Tapi, mengapa Dia mengambilnya dariku?" Jawabnya dalam sesak dan isak.

"Kamu tau? Perbedaanmu dengan mereka-mereka di luar sana jika di waktu yang sama sekarang ini kalian akan mati? Ya, kematianmu akan menjadi mati yang sia-sia, tidakkah kekasihmu akan kecewa? Setelah kepergiannnya, dia berharap kamu dapat meneruskan apa yang telah dia perjungkan selama ini. Lihatlah, mereka dengan lantang meneriakan keadilan. Meski seringkali pulang membawa nama saja dengan kemenangannya yang tak pasti. Dan, kehilangan orang tercinta bahkan sebuah keniscayaan." Kata temannya panjang lebar dari sisi sempit nan gelap di pojokan kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun