Mohon tunggu...
nash
nash Mohon Tunggu... Lainnya - jobseeker

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Antara Depresi dan Defisiensi Vitamin D, Benarkah Saling Berkaitan?

27 Mei 2024   18:00 Diperbarui: 27 Mei 2024   18:10 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Defisiensi Vitamin D seringkali dikaitkan dengan kondisi depresi. Seseorang yang didiagnosa mengalami depresi kerap dikaitkan dengan kurangnya asupan vitamin D. Benarkah demikian? Benarkah kurangnya asupan vitamin D bisa memicu gangguan kesehatan mental seperti depresi?

Vitamin D menjadi salah satu nutrisi penting bagi tubuh yang bermanfaat untuk menjaga daya tahan tubuh, menyehatkan tulang, serta menunjang pertumbuhan sel. Namun, vitamin ini tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Dengan kata lain, diperlukan bantuan dari luar untuk memperolehnya. 

Biasanya, untuk mendapatkan vitamin D adalah dengan memaparkan tubuh pada sinar matahari. Sebab itu, kita diimbau untuk sering berjemur pada pukul 10 pagi agar mendapatkan vitamin D secara alami.

Seseorang yang kekurangan vitamin D dapat mengalami berbagai masalah kesehatan. Seperti pengurangan kepadatan tulang, meningkatkan risiko osteoporosis, hingga gangguan sistem kekebalan tubuh. 

Bukan hanya itu, kekurangan vitamin D atau defisiensi vitamin D juga sering dikaitkan dengan pemicu depresi. Depresi merupakan kondisi medis yang mengubah pikiran, perasaan (mood), atau perilaku seseorang.

Mengutip dari laman WebMD, sebuah studi tentang suplementasi vitamin D dan depresi menunjukkan hubungan antara keduanya. Satu-satunya keterbatasan penelitian ini adalah tidak membuktikan bahwa kekurangan vitamin D menyebabkan depresi. Orang dengan depresi mungkin memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah, tetapi kekurangan vitamin D tidak menyebabkan penyakit.

Jika penyebab depresi adalah kekurangan vitamin, maka suplementasi akan membantu mengurangi tanda dan gejalanya. Peningkatan kadar vitamin juga akan mencegah terjadinya depresi, tetapi hal ini tidak terjadi.

Ada kemungkinan penjelasan lain mengenai korelasi antara kekurangan vitamin D dan depresi. Banyak kelompok yang berisiko tinggi mengalami depresi juga cenderung mengalami kekurangan vitamin D. 

Seperti remaja, penderita obesitas, lansia, dan penderita penyakit kronis adalah kelompok yang paling rentan mengalami kekurangan vitamin D. Mereka juga berisiko lebih tinggi terkena depresi.

Penelitian lain dari Amerika yang diterbitkan dalam Journal of Psychiatric Research pada tahun 2017 juga mengungkapkan, asupan vitamin D tidak mempengaruhi gejala depresi. Konsumsi vitamin D oleh partisipan tidak mengurangi suasana hati yang buruk atau gejala kecemasan yang dialami. 

Namun, dalam penelitian lain, para ilmuwan menemukan reseptor vitamin D dan metabolit di seluruh otak menunjukkan bahwa vitamin D memiliki peran penting dalam fungsi kognitif dan suasana hati. Penemuan ini didukung oleh penelitian tahun 2020 yang menunjukkan bahwa orang dengan masalah suasana hati memiliki kadar vitamin D yang rendah.

Sebuah penelitian meta analisis pada tahun 2013 yang dipublikasikan di "The British Journal of Psychiatry" menemukan, partisipan yang mengalami depresi cenderung kekurangan vitamin D. Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa secara statistik, orang yang kekurangan vitamin D memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi.

Melihat banyak perbedaan pandangan dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, tampaknya diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menunjukkan peran vitamin D dalam mengurangi gejala depresi. 

Namun di samping itu, dalam laman Healthline disebutkan ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan, yang mana berkaitan dengan kekurangan vitamin D yang berhubungan dengan depresi. 

Tanda pada tubuh atas kekurangan atau defisiensi vitamin D, disebutkan di antaranya adalah nyeri pada tulang, mengalami kelelahan atau mengantuk, lemas dan nyeri pada sendi. Kemudian, untuk tanda depresi adalah dicirikan di antaranya merasa cemas, pusing atau punggung terasa sakit, kehilangan gairah seksual, sulit berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, merasa sedih, putus asa, dan tidak berdaya.

Lalu, bagaimana mencegah defisiensi Vitamin D?

Cara terbaik untuk mengatasi kekurangan vitamin D adalah dengan meningkatkan paparan sinar matahari. Cobalah untuk mendapatkan vitamin D dengan berjemur setiap pukul 10 pagi.  Selain itu, defisiensi vitamin D juga dapat dicegah dengan meningkatkan asupan makanan yang kaya akan vitamin D, hingga mengonsumsi suplemen. 

Vitamin D sama pentingnya untuk kesehatan mental dan juga penting untuk kesehatan fisik. Ada cukup penelitian yang menunjukkan bahwa kekurangan vitamin dapat menyebabkan gejala seperti depresi. Orang dengan depresi mempunyai kemungkinan lebih tinggi mengalami kekurangan vitamin D. Cegah hal ini terjadi dengan menambahkan makanan kaya vitamin D ke dalam makanan dan dapatkan paparan sinar matahari yang cukup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun