Sejak media cetak tak lagi gampang dibeli, mencari koran untuk bungkus atau alas memang sebuah kegiatan yang tak mudah lagi dilakukan.
Dulu kertas koran selalu menumpuk bahkan terpaksa diberikan kepada tukang rongsokan. Dan bagi tukang rongsokan, tumpukan kertas koran juga bermanfaat untuk dijual lagi.
Maka tak heran, beberapa tukang rongsokan berani membeli kertas koran yang tak terpakai dalam kiloan.
Sebelum akhirnya bertemu loper koran di RSCM di Bulan September, beberapa tahun sebelumnya saya pernah mengamati loper koran di Stasiun Depok Baru.
Ia berdiri diantara antrean calon penumpang yang hendak membeli tiket elektronik.
Hingga 15 menit saya mengamati, sambil mejemput anak pulang dari kota lain tempatnya kuliah, koran ditangan sang loper tak ada yang membeli.
Para calon penumpang KRL Commuterline yang menghampiri lebih memilih membeli tisu dibanding koran.
Apakah tisu lebih penting dibanding koran? Bukan itu jawabannya. Tisu belum tergantikan, sementara koran sudah digantikan handphone.
Baca berita tak lagi perlu membeli koran, penumpang KRL Commuterline bisa melihatnya melalui layar handphone.
Setelah itu tak pernah lagi terlihat ada loper koran di Stadebar.
***