Mohon tunggu...
Biso Rumongso
Biso Rumongso Mohon Tunggu... Jurnalis - Orang Biyasa

Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan diingat 📝📝📝

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Naik Commuterline yang Penuh Sesak, Jangan Lupa Usia

18 Oktober 2022   16:10 Diperbarui: 18 Oktober 2022   16:22 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi KRL Commuterline Senin (17/10/2022). Banyak yang terpaksa naik demi acara dan jam kerja. (Dok Pribadi)

Penumpang KRL Commuterline mulai pukul 07.00 hingga 08.00 WIB hampir dipastikan selalu padat.

Sudah lama saya tak berangkat pada jam-jam itu karena antara lain jam kerjanya memang bukan pagi alias malam.

Bahkan sejak pandemi ccovid-19, banyak pekerjaan bisa dilakukan di rumah atau WFH (Work from Home) 

Rapat atau komunikasi bisa dilakukan via zoom atau google meet.

Tapi pada Senin (17/10/2022) saya harus hadir pada sebuah acara di Medan Merdeka pukul 08.00 WIB.

Dengan demikian saya harus berangkat dari rumah sekitar pukul 06.00 WIB.

Sampai Stasiun Depok Baru menggunakan sepeda motor atau gojek rata-rata memakan waktu 30 menit.

Perjalanan Sawangan -- Depok Baru saat ini tidak mudah sejak kehadiran jalan tol dengan pintu tol Sawangan.

Saya sendiri memilih jalan tikus menghindari lalu lintas utama hingga pintu tol.

Sampai Stasiun Depok Baru tampak calon penumpang berjajar dipinggir rel hendak berebut masuk KRL Commterline.

Kereta pertama saya relakan tak ikut dan memilih ke toilet sekedar buang air kecil dan cuci muka setelah diterpa angin pagi perjalanan dari rumah.

Kereta kedua datang lagi sekitar 15 menit. Tapi penumpang sudah tampak penuh sejak gerbong pertama yang merupakan gerbong penumpang wanita.

Penumpang tampak berjajar digaris pintu KRL, penumpang yang tak bisa masuk hanya menyaksikannya.

Saya langsung memutuskan untuk menunda naik ke kereta berikutnya seraya berharap ada kereta balik dari Stasiun Depok Lama.

Ternyata ada pengumuman bahwa kereta berikutnya di Stasiun Citayam yang berarti kereta dari Bogor dan sudah pasti penuh.

Tapi daripada menunggu lagi dan sampai tujuan terlambat, saya langsung bertekad naik ke gerbong kereta sebarapa pun kondisi penumpangnya.

Dan memang sangat penuh, saya memilih dibaris pertama, dan berhasil naik namun harus ikhlas berdempetan penumpang.

Saya masuk dan langsung terdorong menempel penumpang lain di depannya. Sangat berhimpitan sehingga membalikkan badan pun sudah tak mampu.

Saya sudah berpengalaman menempatkan diri dalam posisi sangat berdesakan seperti itu.

Saya memiih tak mencari pegangan karena biasanya memang jauh dari gantungan atau pesi pegangan.

Saya biarkan kondisi saya mengalir terombang-ambing gerakan penumpang saat kereta hendak berjalan dan berhenti.

Begitulah, badan menempel di tas dan tubuh penumpang lain menjadi hal yang bukan asing lagi. Berdempetan dengan penumpang lawan jenis pun tak terhindarkan.

Terdengar suara pengumuman otomatis dari pihak commterline agar hati-hati dengan modus pelecehan seksual.

Pelecehan seksual yang dimaksud adalah pelecehan seskual oleh penumpang pria terhadap wanita, umumnya saat penumpang padat seperti itu.

Biasanya jika penumpang agak longgar, saya bisa menggerakan kaki atau tubuh lain dengan leluasa.

Saking padatnya penumpang, tak ada kesempatan seperti itu sapanjang perjalanan lebih dari 30 menit

Kondisi agak longgar setelah kereta tiba di Stasiun Manggarai, selain sudah sampai tujuan,  sebagian penumpangnya harus beralih ke KRL lainnya tujuan Tanah Abang atau Bekasi.

Saya sendiri seharusnya turun di Stasiun Juanda, namun terpaksa turun di Stasiun Gondangdia, karena masih ada antrean di Stasiun Gambir, sebelum stasiun Juanda.

Saya turun dan langsung menuju pangkalan ojek untuk mengantar sampai lokasi tujuan.

Tak banyak menawar saya langsung menuju jok belakang setelah menggunakan helm.

Nah saat menggerakan kaki, persendian selakangan saya sakit. Sepertinya kaki itu kaku.

Saya pun menahan sakit selama perjalanan naik ojek.

Cuma saya baru sadar bahwa tumpuan kaki saya mungkin tak sekokoh 10 bahkan 20 tahun lalu.

Dua tahun ini, saya sempat dirawat di rumah sakit karena diabetes. Usia saya memang sudah masuk usia pensiun alias 55 tahun ke atas.

Ahli gizi di RSCM menyarankan saya untuk rutin bergerak selama 30 menit agar kalori terbakar. Selain mengatur menu makanan sesuai kalori.

Jalan kaki, naik sepeda, hingga treadmil menjadi beberapa olahraga yang disarankan sang ahli gizi selain menu makanan.

Saya mengikuti sarannya, dengan berjalan kaki, gowes atau treadmil rutin minimal sekali sehari selama di rumah. 

Dalam berpergian, selain menggunakan motor atau gojek dan KRL, jika waktunya senggang saya memilih jalan kaki, terutama di Jakarta.

Pagi itu saya lupa untuk menggerakan fisik karena mengejar acara pagi.

Mestinya bangun lebih pagi, bergerak bergerak dulu sebelum berdiri kaku di KRL Commuterline.

Saya lupa, mengira masih muda, berangkat terburu-buru, dengan persiapan mepet.

Bukan orangtua seperti saya tak boleh naik KRL Commterline, namun persiapan lebih longgar perlu dipikirkan.

Jam berangkat lebih bagi mungkin bisa menjadi pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun