Sebagian anaknya yang semula tak percaya, akhirnya menuruti aturan-aturan yang tak lazim untuk mengantar kepulangan sang ayah mereka ke alam baka. Misalnya seperti mencari daun pisang tertentu, beberapa jenis bunga, hingga mencari orang "pintar".
Terakhir mereka berhasil memperoleh nomor telepon seseorang yang dianggap ilmu kebatinannya lebih tinggi dari kakek Marbuat. Cara-cara seperti itu terbukti cukup berhasil. Sang kakek meninggal dunia pada hari terakhir masa cuti anak-anaknya.
Saat itu semua anaknya masih kumpul. Masih bisa memandikan jasad kakek Marbuat dan mengantarnya ke liang lahat.
***
Budiman pun kembali disibukkan untuk membantu mempersiapkan prosesi pemakaman tetangganya itu. Pihak keluarga memutuskan kakek Marbuat akan dimakamkan di kampung halaman, di Jogyakarta, Jawa Tengah.
Budiman diajak untuk ikut mengantar jenazah sang kakek. Karena kesibukannya, ia minta maaf tak bisa ikut. Budiman lalu izin atasannya terlambat sampai ke kantor karena urusan sosial itu.
Dalam satu kesempatan Budiman mengobrol dengan sopir mobil ambulans yang akan mengantar jenazah kakek Marbuat ke Jawa. Pengalaman sopir itu ternyata sangat menarik bagi Budiman. Salah satunya adalah pengalaman dia mengantar jenazah seorang pria yang semasa hidupnya dikenal sakti.
Katanya mengantar mayat seperti itu kadang susah kadang mudah. Mungkin tergantung ilmunya selama hidup. Jika ilmunya ilmu hitam, mobil menjadi terasa lebih berat. Perjalanan jauh pun menjadi terasa lebih panjang.
Sebaliknya, jika jenazah yang dibawa adalah jenazah yang semasa hidupnya berilmu tinggi tapi bukan ilmu hitam, mobil yang dikemudikannya bisa terasa lebih ringan dan perjalanan menjadi lebih cepat.
Biasanya membawa jenazah seperti itu memang banyak kejutannya. Pernah sebuah kendaraan yang tak mau memberi jalan tiba-tiba bannya kempes. Atau pernah juga lampu rumah yang dituju padam tatkala mobil ambulans pembawa jenazah tiba di kampung halaman. Padahal tak ada pemadaman listrik.
"Percaya tak percaya, saya mengalaminya." Sopir itu berucap serius.