Mohon tunggu...
Biso Rumongso
Biso Rumongso Mohon Tunggu... Jurnalis - Orang Biyasa

Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan diingat 📝📝📝

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Duh, Trauma Ulat Bulu

15 Mei 2011   00:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:41 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak berita heboh ulat bulu muncul, Cinta selalu menanyakan perkembangan binatang yang tentu saja berbulu itu kepada Bondan, kawannya. "Sampai dimana ulet bulunya, mas" kata Cinta suatu siang. Dikira basa-basi,Bondan menjawab sekenanya. "Tadi sih sudah di Tanjung Duren dari Bekasi. Naik busway." "Selain Tanjung Duren, manalagi?," tanya Cinta serius,tak peduli candaan Bondan. "Sudah dimana-manalah. Probolinggo, Kendal, Semarang, Denpasar.Jabar ada di tujuh kota dan sekarang di Sukabumi," "Bukan itu, yang sekitar Jakarta maksudku."

“ Oooh itu, kalau nggak salah sudah di lima lokasi,” kata Bondan seraya meminta Cinta menunggu untuk memperoleh data persisnya.

Dari meja kerjanya tak lama kemudian Bondan berteriak. “Ini Cin. Di Jakarta Barat, terdapat di Duri Kosambi dan Pasar Kembangan. Jakarta Timur, di belakang Balai Kimia, Pekayon. Di Jakarta Utara, di TPU Plumpang. Dan Jakarta Pusat di Petojo,” papar Bondan membacakan satu per satu.

“Aku kirim saja ke emailmu ya data lengkap seluruh Indonesia,” kata Bondan lagi seraya berdiri untuk mendapat persetujuan Cinta. “Atau via BBM (blackberry masanger).” Wanita satu anak itu pun mengangguk. Wajahnya masih tampak serius, mungkin mambayangkan ulat bulu dan lokasi-lokasi penyebarannya.

“Bukan tak mungkin malam nanti atau besok ulat bulu itu datang ke Condet.,” ucap Cinta dalam hati.

***

Ulat bulu sudah lama ada. Namun tahun ini seolah menampakan kehebatannya. Kemunculan binatang bermetaformosis itu langsung bikin heboh. Di media massa ia sempat mengalahkan berita-berita bombastis lainnya seperti tentang korupsi pajak ala Gayus Tambunan, penggelapan dana nasabah versi Malinda Dee, pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1 triliun lebih, hingga soal asyiknya anggota DPR Arifinto nonton film porno.

Dalam sebuah diskusi di sebuah radio swasta seorang panitia membuat tema: Anggota DPR dan ulat bulu. Tema itu terdengar lebay, tapi sama-sama menghebohkan masyarakat dengan kemunculan kasusnya.

Wabah ulat bulu sebenarnya tak merugikan siapapun. Tak merugikan negara apalagi rakyat kecil. Binatang itu mungkin hanya menganggu ketertiban umum sesaat. Seperti saat menyerang sebuah sekolah taman bermain di Bekasi. Sekolah itu kemudian meliburkan para muridnya,

“Saya tidak takut sama ulat bulu tapi cuma geli,” begitu ucapan yang sempat muncul.

Apa sebenarnya penyebab mewabahnya ulat bulu tersebut?

Karena Bondan merasa bukan ahlinya, maka Bondan mengutip keterangan dari Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Kementerian Pertanian Haryono seperti diberitakan harian Kompas.com edisi 19 April lalu.

Lalu Cinta dipersilahkan membacanya.

[caption id="attachment_108099" align="alignleft" width="150" caption="Wartakotalive.com/ichwan chasani"][/caption]

Dinamika peningkatan populasi ulat bulu penyebabnya kurang lebih sudah convergent (memusat) pada perubahan ekosistem, baik yang hayati (biotik) maupun nonhayati (abiotik). Hasil penelitian Balitbang Pertanian terhadap sejumlah contoh spesies ulat bulu yang diperoleh dari berbagai lokasi menunjukkan adanya faktor penyebab yang sama, yakni perubahan ekosistem.

Perubahan ekosistem yang dimaksud, telah menyebabkan hilangnya faktor keseimbangan alami untuk sementara waktu. Sebagai suatu sistem, alam juga memiliki komponen-komponen yang menciptakan keseimbangan. Saat salah satu komponen mengalami gangguan, keseimbangan itu akan terganggu. Begitu juga dengan yang terjadi dengan famili Limantriidae (ulat bulu) saat ini. Fenomena meningkatnya populasi ulat bulu faktor hayatinya disebabkan berkurangnya pemangsa alaminya, seperti burung, kelelawar, dan semut rangrang, dan musuh alaminya, misalnya parasitoid. Berkurangnya pemangsa alami dan peningkatan ulat bulu juga dipengaruh unsur nonhayati. Perubahan iklim global menjadi faktor utama. Akibat adanya perubahan iklim, terjadi perubahan suhu dan kelembaban udara.Semua makhluk hidup punya kemampuan adaptasi terhadap perubahan alam yang terjadi. Perubahan suhu dan kelembaban udara bisa saja mengakibatkan pemang alami ulat bulu berkurang, sebaliknyabulunya meningkat. Tapi, ini tidak akan berlangsung lama karena alam punya mekanisme penyeimbang,.Pemangsa alami dan faktor penyeimbang hayati lainnya akan kembali berfungsi normal dan dinamika populasi ulat bulu akan kembali normal sebagaimana sebelumnya. Selain alasan di atas, Haryono menyebutkan sejumlah alasan lain. Habitat ulat bulu sudah ada pada lingkungan tertentu karena serangga ini adalah bagian dari ekosistem yang memiliki manfaat bagi lingkungannya. Yang lazim terjadi adalah peningkatan populasi, bukan serangan ulat bulu. Sebab, jenis ini tidak memiliki kemampuan menyebar secara luas, sebagaimana wereng. Ulat bulu juga tidak menyerang tanaman pangan. Yang menjadi inan alaminya adalah jenis tanaman tahunan seperti mangga. Lebih lagi, ulat bulu tidak menyebabkan inangnya mati atau terhenti berproduksi. Karena ulat bulu tidak menyerang titik tumbuh inangnya, seperti wereng. Ia adalah jenis pemakan sejumlah jenis dedaunan.

****

“Jadi gimana Cin, puas?”

“Lumayan,” ucapnya.

“Lumayan gimana?”

“Lumayan ngerti, tapi tetap takut kalau bener-bener menyerang rumah,”

Bondan pun jadi ingin tahu mengapa ulat bulu bisa menjadikan Cinta begitu trauma. Cinta pun menceritakan bahwa sejak kecil ia memang sudah geli ulat bulu.

“Tapi rasanya sebagian besar anak perempuan takut ulat bulu, bahkan perempuan dewasa sekalipun,” ucap Bondan.

Tapi Cinta menyatakan punya pengalaman lebih dari itu. Saat tahu bahwa ia takut ulat bulu, salah seorang teman sepermainnya suka menakut-nakuti dia dengan binatang tersebut. Sepertinya semakin Cinta terbirit-birit, semakin si teman itu puas menikmatinya. Dan itu terjadi bertahun-tahun.

“Bertahun-tahun, maksudnya?” tanya Bondan.

“Dari SD sampai kuliah,” kata Cinta sambil tertawa.

Bondan jadi penasaran. “Kok bisa. Emang siapa temenmu yang super usil itu?”

Setengah berbisik Cinta menjawab: “Dia sekarang jadi suamiku!,”

Bondan tertawa sambil meninggalkan meja kerja Cinta. “Ah, dasar!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun