Mohon tunggu...
Wita Anriani Sinaga
Wita Anriani Sinaga Mohon Tunggu... Penulis - Seniman lukis & Matematikawan

Tidak ada kesuksesan tanpa pengorbanan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Merelakan Mimpi

20 Desember 2022   23:30 Diperbarui: 20 Desember 2022   23:40 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanya sekedar cerita singkat mengenai pengalaman yang ingin ku bagikan untuk pembacaku yang terkasih...

Dan ini tidak ada kaitannya dengan ha apapun selain dengan pengalaman pribadiku.

Aku tidak suka menghafal dan menulis dibuku, maka aku memilih Matematika jurusan yang akan ku ambil. Aku mengikuti seleksi SNMP** dan mengambil jurusan matematika dan ternyata Tuhan berkehendak aku lulus di Universitas B. Namun aku sangat ingin masuk sekolah kedinasan, motivasi awal mau masuk
Kedinasan adalah ingin meringankan beban orang tua dan membanga mereka. Setelah lulus sekolah kedinasan otomatis kita akan bekerja di instansi pemerintahan dan mendapatkan gelar sebagai P**. Jadi sebelum pengumuman hasil SNMPTN keluar aku juga mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi sekolah kedinasan. Aku memilih ST**( Sekolah Tinggi ). Dari buku, soal-soal berserta pembahasan ujian seleksi masuk ST** aku beli dan kumpulkan.
Tapi terkadang ada saatnya aku malas untuk belajar dan merasa insecure dengan teman-teman yang lebih pintar dari ku. Saat mengetahui bahwa saingan untuk masuk STIS itu lebih dari empat belas ribu peserta aku down karena peluang yang begitu kecil buat ku untuk lulus dan berfikir kembali untuk melanjutkan perjuangan ini. Tapi aku sudah mengatakan kepada keluarga bahwa aku akan mencoba seleksi masuk ST**  dan mereka memberi beberapa respon yang berbeda saat itu.  

Kakak dan abang-abang ku mendukung untuk melakukan itu tapi mereka mengatakan bahwa itu bukanlah hal yang mudah, harus sadar diri dan melihat seberapa besar kemampuan diriku. Aku sendiri tidak yakin dengan kemampuan ku aku juga bukan termasuk orang yang pintar sama seperti yang lain hanya sekedar mampu dalam mengikuti pembelajaran disekolah. Sedangkan untuk mengikuti seleksi sekolah kedinasan haruslah orang-orang yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.

Mereka yang benar-benar pintar dan jeniuslah yang akan lulus. Ya, memang itu adalah kenyataan yang harus ku ketahui agar tidak terlalu banyak menghayal melainkan berusaha untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Aku pun sadar dan semangat kembali, setiap soal ku coba kerjakan dan mencari pembahasan yang sebenarnya dengan metode yang mudah. Setiap minggunya aku juga mengikuti TO (Tryout) Ujian Kedinasan Nasional.
Soal-soal yang didapatkan juga beragam dari tingkat kesulitan yang beragam juga. Saat perangkingan Nasional setiap TO aku melihat sudah seberapa berkembang kemampuanku. Awal-awalnya ya tentu saja rendah karena belum tahu apa-apa dan saat pengerjaan membuat jantungku berdetak kencang, tangan ku bergetar tak karuan saat menit-menit terakhir. Dan setelah beberapa bulan peringkat ku naik secara drastis dan melampaui batas ambang kelulusan saat itu. 

Aku sudah sangat bersyukur dengan kerja keras ku dan mulai positif thinking dengan ujian yang sebentar lagi ku hadapi.
Selain untuk mempersiapkan diri untuk ujian itu aku mengikuti beberapa seleksi penerimaan beasiswa dari sebuah instansi bimbel ternama. Aku mencoba 3 beasiswa dengan banyak pertimbangan akhirnya aku memilih sesuai dengan keinginan ku & juga fashionku. Aku mengikuti beberapa tahap seleksi melalui ujian daring. Namun sebenarnya aku tidak terlalu berharap untuk hal ini. Aku menjadi kurang maksimal dalam menyelesaikan ujian saat itu. Dengan rendah hati saat melihat pengumuman hasil penerimaan final. Sungguh diluar harapanku selama ini luar biasa dari 3 pilihan aku lulus 2 universitas. Aku sangat bersyukur saat itu, namun rasa khawatir dalam diriku semakin bertambah ya melihat beasiswa di universitas swasta ternama bukan 100% berarti membutuhkan dana yang besar kedepannya. Aku terus mencari tahu berapa total yang aku perlukan untuk mengikuti program beasiswa hingga tamat. Ya, itu diluar kemampuan finansial keluarga ku yg terbatas. Aku ragu memberitahukan hal tersebut kepada keluarga ku terutama orang tua ku. Namun hal tersebut bukanlah hal memalukan seharusnya aku dengan bangga mengatakannya kepada mereka, sikapku yang labil akhirnya tidak dapat menyakinkan keluargaku. Alasannya banyak namun alasan hanya sekedar alasan hal terpenting sebenarnya ada pada keputusan diriku. Aku takut putus kuliah ditengah jalan bila keluarga ku tak memiliki cukup uang yang membuat perjuangan jadi sia-sia. Cukup sampai disitu aku mencoba melupakannya dan memusatkan perhatian ku ke arah yang lebih pasti.
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu oleh peserta SNMP**  tiba yaitu pengumuman hasil SNMP**. Aku membuka hasilnya setelah 1 jam berlalu karena takut hasilnya mengecewakan. Dan ku lihat aku lulus di pilihan kedua yaitu Universitas Bengkulu jurusan matematika. Satu keinginan ku terjuwud, aku dan keluargaku sangat bersyukur atas kelulusan yang Tuhan berikan. Meskipun aku telah lulus di  Universitas B  aku tidak mau merelakan mimpi ku untuk masuk sekolah kedinasan.
 

Aku tetap belajar dan berusaha meskipun terkadang orang-orang mengatakan untuk apa mencoba lagi padahal sudah ada yang pasti didepan mata kok disia-siakan sih, gak tau bersyukur banget sih kamu, maunya semuanya dimiliki biarlah orang lain juga mengambil hal itu, jangan egois dan banyak hal lagi yang sampai ke telinga ku. Tapi itu tidak membuat ku ciut dengan perkataan mereka aku hanya akan mencoba selagi aku masih bisa mencoba kata tidak. Mereka hanyalah mereka bukan keluarga atau siapapun, karena sebenarnya mereka tidak benar-benar peduli dengan diri ku.
Mereka hanya melontarkan kata-kata yang ingin mereka lontarkan tanpa memikirkan perasaan orang yang mereka kritik. Hingga akhirnya hari ujian pun tiba aku berangkat kemedan untuk mengikuti ujian 3 hari sebelum ujian dilaksanakan. Tujuanku untuk menenangkan kekhawatiran ku menjelang ujian dan beradaptasi dengan lingkungan.

Saat aku dimedan aku bertemu dengan seorang teman yang juga mengikuti ujian seleksi masuk ST** dan kebetulan sekali kami ujian dihari yang sama jadi aku tidak sendiri karena punya teman untuk ujian. Kami saling menyemangati satu sama lain. Dia ujian tepat didepan ku yang membuatku tetap tenang sebelum dimulai ujiannya.

Tiba saatnya membaca soal aku langsung bingung dengan soalnya tak ada satupun soal yang sama seperti yang sudah ku pelajari sangat berbeda. Rasanya pengen teriak bilang yang buat soal itu siapa kok pintar banget buat soalnya. Soal-soalnya sangat menjebak aku selalu ragu dengan pilihan yang ku buat hingga waktu mengerjakan satu soal itu sangat lama. Aku jadi keringat dingin dan kaki ku gemetaran melihat waktu yang sedikit lagi. Rasanya ingin menangis melihat soalnya.

Setelah pengawasan ujian memberikan aba-aba untuk menghentikan ujian aku pun menekan tombol mengakhiri ujian. Aku langsung bernafas lega dan tersenyum untuk menenangkan pikiranku. Sedangkan temanku biasa aja, saat ku tanya bagaimana apakah kamu bisa menjawab soalnya? Dia menjawab lumayan mudah dan dia mendapatkan skor tinggi, ya skor ujian langsung otomatis keluar. Aku dan temanku sama-sama melewati ambang batas namun sepertinya nilai ku itu masih rendah bila dibandingkan dengan peserta yang lain di seluruh Indonesia.
Tapi karena peperangan itu sudah selesai aku merelakan hal itu dan membiarkannya berlalu. Aku dan kakak pergi menghabiskan waktu untuk refreshing keliling kota Medan. Tanpa tujuan kami menikmati waktu itu tanpa memikirkan apapun. Namun saat kami tidur aku berdoa dengan air mata yang menetes, tak ada yang dapat ku lakukan lagi hanya sebatas menghadapi ujian dan setelah itu semuanya atas kehendak Tuhan. Aku tau nilai itu sangat kecil namun aku masih berharap bisa lulus juga.

Detik-detik pengumuman hasil seleksi masuk ST** keluar aku sangat ketakutan dan melihat hasilnya. Dan hasilnya aku harus mencoba lagi tahun depan. Ya aku harus menerima kegagalan itu dengan hati yang lapang dada.
Aku bersyukur masih tetap bisa melanjutkan kuliah di Universitas B. Aku memutuskan pergi ke Bengkulu dan menjalani perkuliahan disana. Aku bertemu dengan orang-orang yang baik dan menjadi keluargaku seperti keluarga yang sebenarnya.

Sudah satu semester ku lalui dan sekarang berada di semester kedua dengan mata kuliah yang lebih sulit. Saat berada di semester kedua ini aku menyadari sepertinya aku salah masuk jurusan atau karena kami banyak kuliah online yang membuat kami tidak tau apa-apa meskipun sudah kuliah. Rasanya sepertinya tidak ada yang bertambah pengetahuan dari perkuliahan. Dan aku pun kembali memikirkan untuk mencoba seleksi masuk kedinasan ditabun ini lagi.
Tapi saat ku tanya orang tua ku mereka tidak mengizinkan ku untuk mencoba lagi karena aku sudah menjalani perkuliahan diunib dan sudah menghabiskan banyak uang selama dibengkulu. Untuk mengikuti ujian juga membutuhkan banyak uang jadi orang tua tidak memberikan izin. Tetap aja aku gak rela melewatkan kesempatan untuk mencoba kembali. Aku memikirkan hal itu berulang- ulang dan meminta saran dari beberapa seniorku  dan mereka juga menyarankan untuk menjalani kuliah di  Universitas B tersebut.

Ku coba mendengarkan mereka dan mengatakan kepada diri sendiri untuk merelakan mimpi itu. Tuhan pasti punya rencana untuk hidupku karena sudah lulus disini. Akupun mencoba berdamai dengan diri ku sendiri. Aku bergumul dengan keinginan yang begitu ku impi-impikan. Setiap malam meninta jalan yang terbaik dari Tuhan, bila memang melepaskan impian itu merupakan jalan Tuhan kiranya Tuhan memberikan petunjuk agar aku tahu dan dapat memfokuskan diri dalam perkuliahanku.

Dibalik semuanya pasti ada jalan baru, mungkin tidak sesuai dengan apa yang ku inginkan, mungkin dari hal-hal yang membuatku benci dapat menjadi peluang baru untuk melakukan hal-hal yang lebih bagus dari pada masuk kedinasan. Karena didalam Alkitab dikatakan "Sebab  rancanganku bukanlah rancanganmu dan jalanmu bukanlah jalanku, demikianlah Firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-ku dari jalanmu dan rancangan-ku dari rancangkan-mu".

Salam anak perantau;
Wita Anriani Sinaga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun