Selama ini membicarakan masalah seks sering dianggap tabu, kotor dan bahkan mungkin 'jijik'. Padahal seks merupakan kebutuhan bagi setiap orang yang telah memiliki pasangan.
Setiap manusia dikarunia insting dalam melakukan hubungan seksual, namun itu tetap akan menjadi mulia jika dilakukan dalam waktu yang tepat. Sebagai umat beragama kita percaya hubungan seksual akan tepat jika dilakukan setelah adanya pernikahan.
Sejak zaman dahulu seks telah banyak dibahas, seperti pada kitab Kama Sutra. Kitab kuno India ini bahkan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Jika kita masih menganggap hal tersebut kotor, maka leluhur kita pada zaman dahulu mengganggap hubungan seksual adalah sesuatu yang sakral, dan untuk tetap dapat mempertahankan gairah seksual tersebut dapat dipelajari bersama pasangan.Â
Banyak relief-relief kuno yang menggambarkan hubungan suami istri tersebut di pahat pada candi dan peninggalan lainnya. Contohnya di candi Khajuraho India. Selain itu peninggalan Hindu berupa Lingga dan Yoni pun menggambarkan alat kelamin laki-laki dan perempuan. Lingga dan Yoni mengingatkan bagi umat Hindu agar selalu menghormati ayah dan Ibu sebagai orang tua yang melahirkan.
Jadi dalam agama Hindu ketika sudah sah menjadi suami istri, maka masalah seksual bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka dengan pasangan. Bahkan dalam upacara pernikahan di Bali, ada kelengkapan ritual yakni 'keris' dan 'tikeh dadakan' yang mewakili alat kelamin lelaki dan perempuan. Dan juga desertai ritual lainnya yang dipimpin pemuka agama.
Dengan diadakan ritual ini, artinya hubungan suami istri sudah boleh dilangsungkan. Dimana lelaki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk mengutarakan isi hatinya untuk mendapatkan gairah dan kepuasan bersama.
Selain Kitab Kama Sutra, hubungan suami istri juga dibahas di dalam kitab Rahasya sanggama. Dikutip dari tribunbali.com dalam lontar ini ada 3 cara mencapai kenikmatan yaitu Angguliprawesa, Purusaprawesa, Jihwaprawesa.
Angguliprawesa merupakan hubungan seks dengan menggunakan jari tangan, dimana suami mencari titik-titik yang mampu membuat istri terangsang menggunakan jari tangannya, Purusaprawesa merupakan hubungan seksual menggunakan alat kelamin dan Jihwapraweda menggunakan lidah. Selain itu lontar ini juga mengulas titik-titik sensitif istri dan bagaimana mengusahan agar istri mencapai klimaks, serta ramuan-ramuan yang diperlukan untuk mempertahankan vitalitas.
Mungkin setiap pasangan sangat akan memiliki cara yang berbeda dalam menikmati hubungan seksual, namun dari ketiga hal yang dijelaskan dalam lontar tersebut, mungkin bisa menjadi pedoman untuk berkomunikasi dengan pasangan, agar nantinya pasangan akan merasakan gairah seksual yang sama.
Jadi, jadi dapat dikatakan bahwa memang sejak zaman dahulu, leluhur kita sudah mengusahakan agar hubungan suami istri berjalan harmonis agar nantinya melahirkan generasi yang 'suputra' anak-anak yang berbakti kepada orang tua dan mengamalkan ajaran agama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H