Setiap tahun pelajaran baru akan dimulai, pertanyaan mengenai "sekolah gratis " akan selalu muncul. Banyak orang tua siswa yang bertanya kepada saya, "berapakah saya harus membayar biaya sekolah anak saya?" Ini terjadi terutama di desa, contohnya di desa tempat saya mengajar, maklum saja tidak semua orang tua siswa berpenghasilan tetap, mereka ada yang berprofesi sebagai petani, buruh, dan juga perajin kerajinan gerabah.
Di tempat saya mengajar juga banyak pendatang dari pulau Jawa dan Lombok, yang bekerja sebagai buruh pada kerajinan genting dam gerabah. Mereka membawa anaknya serta, dan disekolahkan di tempat saya mengajar. Ketika mereka didaftarkan ke sekolah, saya sangat senang, sangat bersyukur, karena sudah banyak orang tua sadar bahwa anak sekecil itu belum seharusnya bekerja membantu mereka sepenuhnya dari pagi sampai sore, mereka berhak mengenyam pendidikan seperti anak lainnya, dan bis membantu pekerjaan sepulang dari sekolah.
Memang menyadarkan seluruh masyarakat akan arti penting pendidikan itu cukup sulit, tidak seperti membalikkan telapak tangan, apalagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, mereka sudah beranggapan sekolah itu butuh biaya, sekolah gratis itu hanya wacana, atau tidak ada sekolah yang sepenuhnya gratis. Kata mereka "cari uang untuk makan saja sulit, bagaimana bisa cari uang untuk sekolah".
Mereka juga beranggapan punya anak yang menjadi siswa baru membutuhkan banyak biaya, terutama membayar pendaftaran kembali, membeli perlengkapan sekolah seperti buku, dan juga seragam. Walaupun anak-anak kurang mampu ini biasanya menerima beasiswa. Kadang beasiswa itu tidak akan sempat mereka gunakan untuk membeli kebutuhan sekolah, banyak anak yang bercerita uang yang mereka terima dibelikan beras dan lauk oleh orang tua mereka.
Pernah saya melewati jalan di sebuah desa di kabupaten Tabanan, melihat anak berjalan kaki, tanpa menggunakan sepatu, tetapi nampaknya dia tetap semangat bersekolah. Tidak ada rasa kurang percaya diri karena berbeda dengan yang lainnya. Bagaimana bisa kita membiarkan anak yang lain yang hanya gara-gara memikirkan biaya buku dan seragam tidak mau pergi ke sekolah. Anak-anak yang lain juga memimpikan hal yang sama, namun ia tidak pernah mengenyam pendidikan. Sangat disayangkan bukan?
Lalu untuk siswa baru apakah buku dan seragam gratis? Apakah ada biaya pendaftaran? Dalam kurikulum 2013 semua buku pelajaran di sediakan oleh pemerintah jadi tidak ada siswa yang harus membeli buku pelajaran. Lalu apakah seragam gratis? Sampai saat ini, saya sendiri melihat seragam itu harus dibeli sendiri oleh orang tua siswa. Begitupun perlengkapan yang lainnya, oleh karena itulah pemerintah memberikan beasiswa bagi anak kurang mampu untuk membantu biaya pendidikan tersebut. Hanya saja belum semua anak kurang mampu, dapat menikmatinya. Dan untuk pendaftaran di sekolah, tidak ada biaya yang dikenakan, hanya saja berkas pendaftaran dan keperluan fotocopy memang disiapkan sendiri oleh siswa.
Sebenarnya komite sekolah juga dapat membantu dalam hal ini. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor: 75 Tahun 2016 mengatur tentang Komite Sekolah. Dalam peraturan ini disebutkan, bahwa Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
“Komite Sekolah berkedudukan di tiap sekolah, berfungsi dalam peningkatan pelayanan pendidikan; menjalankan fungsinya secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel,” bunyi Pasal 2 ayat (1,2,3) Permendikbud itu.
Menurut Permendikbud ini, anggota Komite Sekolah terdiri atas:
a. Orangtua/wali dari siswa yang masih aktif pada sekolah yang bersangkutan paling banyak 50% (lima puluh persen);
b. Tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain: 1. Memiliki pekerjaan dan perilaku hidup yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat; dan/atau 2. Anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi penduduk dan pengurus partai politik;
c. Pakar pendidikan paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain: 1. Pensiunan tenaga pendidik; dan/atau 2. Orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan.
“Anggota Komite Sekolah berjumlah paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 15 (lima belas) orang,” bunyi Pasal 4 ayat (2) Permendikbud itu.
Dalam Permendikbud ini juga disebutkan, Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.