Semua orang pasti orang ingin memiliki rumah sendiri, begitu juga kaum milenial. Kenapa saya bisa bilang begitu? Karena saya sendiri adalah generasi milenial. Dikutip dari republika.co.id  istilah generasi millennial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.
Millennial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000, dan seterusnya. Generasi ini sangat lekat dengan teknologi.
Dikatakan juga bahwa teknologi juga membuat para generasi internet tersebut mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Saat ini, media sosial telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita utama bagi masyarakat. Selain itu pusat data republika menyebutkan juga bahwa :
- Millennials rata-rata mengalihkan perhatiannya dari berbagai gawai, seperti PC, smartphone, tablet, dan televisi  27 kali setiap jamnya. Angka ini meningkat dari 17 kali per jam di generasi sebelumnya.
-  Dalam urusan bekerja, millennial lebih tertarik memiliki pekerjaan yang bermakna ketimbang sekadar bayaran yang besar.
- Â Dalam urusan konsumsi hiburan, millennial menghabiskan 18 jam perhari untuk menikmati layanan tontonan on demand, bermain gim, atau sekadar menonton televisi konvensional.
Dari apa yang disebutkan di atas, saya sangat merasakan ciri-ciri tersebut sangat melekat pada diri saya, termasuk dalam hal kecil seperti menulis, Â saya cenderung menulis menggunakan perangkat komputer atau smartphone, ketimbang harus menulis tangan. Hal itu mungkin saja terjadi karena generasi kami mengenal komputer sejak SMP.Â
Generasi kami sudah belajar melalui kursus di lembaga kursus komputer, bahkan setelah masuk SMA saya mendapat les wajib dari sekolah, walaupun program jaman itu memang tidak secanggih sekarang ini, sangat berbeda dengan generasi terdahulu yang mungkin, maaf, agak lambat mengenal dan menggunakannya.
Dalam hal pekerjaan juga, memang saya juga merasakan, saya tidak terlalu tertarik dan menggebu-gebu untuk bekerja dengan pembayaran yang besar, dengan menjadi guru PNS, saya merasa sudah cukup, walaupun ada cicilan di Bank,  kami  tidak ingin mencari kerja sampai malam dengan penghasilan berlipat ganda.Â
Sebagai contoh saja, ketika orang tua menawarkan untuk mencoba bisnis sebagai sambilan, karena kebetulan saya tinggal di sentra industri kecil kerajinan gerabah dan keramik di Bali.
Di Desa kami, hampir setiap rumah memiliki usaha kerajinan ini dan biasanya diwariskan secara turun-temurun. Saat saya diberi kesempatan mengelola usaha kecil tersebut saya dan suami merasa"malas" menjalankannya karena kami merasa sudah nyaman dengan penghasilan yang sekarang, walaupun tidak besar, kami ingin berusaha sendiri. Â Namun hal itu tidak berlaku untuk semua orang, itu adalah contoh yang terjadi pada diri saya sendiri.
Dan untuk hiburan, saya sangat merasakan, saya memang sering menghabiskan waktu mencari hiburan lewat internet, saya sangat suka nonton drama korea juga lakorn, dan mungkin kalau memang suka jalan ceritanya bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk tahu kelanjutannya dengan menontonnya lewat aplikasi di smartphone.Â
Selain itu setiap sore sampai malam hari ketika bersantai sering mengahabiskan waktu untuk menonton televisi bersama keluarga. Untuk hiburan tidak hanya itu saja, saya juga sering menghabiskan liburan dengan jalan-jalan ke berbagai tempat rekreasi atau keluar sekedar untuk nongkrong atau makan bersama keluarga, hal tersebut membuat ada kepuasan batin yang dirasakan. Kegiatan ini kurang disukai orang tua saya, katanya lebih baik uangnya ditabung ketimbang untuk jalan-jalan.Â
Jika dihubungkan dengan ciri-ciri tersebut, gaya hidup kaum kami yang lekat dengan internet, tanpa memikirkan bayaran besar dalam pekerjaan dan senang mencari hiburan, membuat banyak yang menganggap dalam membina rumah tangga, kaum ini lupa menyiapkan dana untuk sebuah rumah impian. Sebagai kaum milenial saya akan berbagi cerita mengenai hal ini.