Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja, Siapa yang Salah?

27 Juni 2019   21:02 Diperbarui: 29 Juni 2019   10:13 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatihan Fasilitator Kesehatan Reproduksi Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan fisik dan mental yang sangat pesat. Pada masa ini pula anak akan mengalami masa pubertas. 

Anak wanita akan mengalami menstruasi dan anak laki-laki mengalami mimpi basah, yang menandakan organ reproduksinya telah matang, namun disini bukan berarti emosi mereka telah matang. Emosi mereka masih labil. Ada kecenderungan remaja mencari jati diri, menentang orang tua, bahkan salah pergaulan.

Dewasa ini sering kita mendengar remaja mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang dapat didefinisikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan salah satu atau kedua pasangan.  

KTD memang tidak hanya terjadi pada remaja, bahkan orang dewasapun banyak yang mengalaminya. Namun yang mengkhawatirkan dan banyak menjadi pusat perhatian adalah KTD pada remaja.

KTD ini pun menjadi perhatian PKBI Bali dan LSM Kisara (Kita Sayang Remaja) sehingga mereka menggagas sebuah acara pelatihan untuk guru-guru dimana salah satu pesertanya adalah saya sendiri. Pelatihan yang digelar berupa Pelatihan Fasilitator Pendidikan Reproduksi Remaja.

Data 11 tahun yang lalu, dikutip dari Kompas.com 17 Januari 2009 menyatakan kehamilan yang tidak diinginkan semakin banyak ditemui di Bali. Kondisi ini bahkan disinyalir sebagai fenomena gunung es dan menimpa sebagian besar remaja putri yang belum menikah. Jika tidak ditangani dengan serius, kondisi ini akan menjurus pada upaya aborsi yang ilegal dan tidak aman. 

Data saat itu juga menyebutkan Kisara telah menangani konseling 177 kasus KTD. Data pada September-Desember 2008 itu menunjukkan, 156 kasus atau 88 persen terjadi pada usia 10-24 tahun, sisanya 21 kasus atau 11,9 persen terjadi pada remaja putri berusia di atas 21 tahun.

Untuk menyikapi hal tersebut dalam pelatihan yang digelar, guru-guru diberi pembekalan materi kesehatan reproduksi remaja, seperti perubahan fisik dan psikis remaja pada masa pubertas, bahaya penyakit menular seksual, bahaya narkoba, KTD dan konseling KTD, sehingga nantinya bisa menjadi fasilitator untuk mendampingi siswa di sekolah.

Pelatihan Fasilitator Kesehatan Reproduksi Remaja
Pelatihan Fasilitator Kesehatan Reproduksi Remaja
Pada pelatihan itu juga disampaikan kasus-kasus yang terjadi pada remaja, mulai dari remaja yang tertular penyakit menular seksual, kecanduan narkoba dan juga KTD. 

Ketika kasus-kasus tersebut terjadi bahkan sampai terjadi KTD terjadi siapa yang disalahkan? Dalam Hal ini kita tidak boleh mencari siapa yang salah dan siapa yang benar,  namun mencari solusi atas permasalahan tersebut. 

Kasus ini seharusnya bisa dicegah jika semua pihak bekerja sama, antara lain :

  1. Orang tua, peranan orang tua disini yakni orang yang paling dekat dengan anak, adalah membimbing anak agar memiliki pengetahuan agama yang kuat, moral yang baik sehingga tidak terpengaruh hal negatif. Orang tua juga harus mampu berkomunikasi mengenai kesehatan reproduksi dengan anak yang selam ini masih dianggap tabu.
  2. Guru sebagai pendidik di sekolah salah satunya dapat memberi materi reproduksi dan menyelipkannya pada pembelajaran di kelas atau pada kegiatan ekstrakurikuler seperti UKS, PMR dan Pramuka, sebagai penguat karakter mengingat materi ini tidak dimuat secara khusus pada kurikulum pelajaran. Sehingga dengan pemahaman yang benar remaja akan berperilaku sehat dan mampu bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.
  3. Media, media juga harus mampu menyiarkan berita-berita bermutu dan mendidik yang tidak akan menjerumuskan remaja ke hal negatif
  4. Remaja itu sendiri, remaja harus memiliki kesadaran untuk mampu memilih dan melakukan kegaiatan positif.

Namun apabila KTD sudah terlanjur terjadi, konseling KTD sangat diperlukan agar tidak merasa tertekan bahkan sampai depresi. Orang tua harus diajak duduk bersama untuk memecahkan masalah tersebut. Ketika kehamilan telah terjadi ada nyawa tak berdosa yang juga harus diselamatkan. 

Perlu juga diingat ketika kehamilan ini dilanjutkan, harus dipikirkan kelanjutan masa depan remaja, mulai dari pemeriksaan kandungan dan persiapan kelahiran, pernikahan, dan pengasuhan anak yang akan dilahirkan. Yang tidak kalah penting adalah pendidikan remaja tersebut setelah melahirkan. 

Selain itu jika terjadi komplikasi kehamilan remaja yang mengalami KTD juga harus mendapat penanganan medis yang tepat. Jika ia bersikeras tidak ingin melanjutkan kehamilan, resiko aborsi juga harus dijelaskan dengan baik kepadanya.

Saya dan teman sejawat saat menyampaikan rencana tindak lanjut hasil pelatihan
Saya dan teman sejawat saat menyampaikan rencana tindak lanjut hasil pelatihan
Itulah sekelumit pengalaman saya saat mengikuti Pelatihan Fasilitator Kesehatan Reproduksi Remaja yang bagi saya merupakan pengalaman yang sangat berharga dan sangat bermanfaat untuk nantinya dapat disampaikan kepada siswa -siswi di sekolah dan tentu juga anak saya di rumah. 

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun