Sudah tidak perlu diragukan lagi, Bali tersorohor di seluruh dunia sebagai tujuan pariwisata karena pulaunya yang indah dan budayanya. Dan saya tidak bisa berhenti menulis mengenai Bali, karena banyak hal yang bisa diceritakan tentang pulau cantik tempat kelahiran saya ini.
Semakin hari semakin banyak tempat wisata baru dibangun untuk memenuhi minat wisatawan pergi ke Bali. Tidak hanya menyuguhkan keindahan alam karunia Tuhan Yang Maha Esa, di Bali juga terdapat tempat-tempat indah untuk dikunjungi buatan seniman Bali, seperti tempat-tempat ibadah dengan pahatan khas Bali, museum, gedung pusat kesenian dan lainnya. Budaya masyarakat Bali yang beragam, dan upacara bernuansa adat yang hampir setiap hari berlangsung di Bali juga menjadi hal yang membuat wisatawan selalu ingin ke Bali. Dari kelahiran sampai kematian, semua diupacarai dengan ritual keagamaan yang sesuai dengan adat di Bali.
Ngaben yakni upacara pembakaran mayat (kremasi) adalah salah satu dari sekian upacara adat yang paling diminati untuk diabadikan oleh wisatawan. Namun belakangan ini tidak hanya keindahan alam dan budaya yang kental akan khas Bali yang menjadi minat wisatawan untuk berkunjung.
Wisata"Selfie" adalah kata yang tidak asing lagi ditelinga. Spot untuk selfie adalah tempat wisata yang sekarang ini banyak dibangun di Bali. Dan spot-spot semacam ini sudah banyak yang jauh dari identitas Bali, dan sangat digemari terutama kaum muda untuk mengambil gambar.
Kehadiran spot selfie bernuansa "ala"luar negeri ini juga banyak menuai kritik warga, yang sebagian menyatakan bahwa dengan adanya spot semacam ini akan menghilangkan ciri khas Bali yang merupakan tempat wisata yang kental akan budayanya.
Bahkan baru-baru ini postingan tweet akun @thenampale yang mengatakan "Semakin kesini semakin banyak ruang2 publik diBali memunculkan ikon2 yg jauh dari identitas Bali, asumsi gue seh ini tujuannya IG feed's purposes, tp ini gejala buruk buat edukasi dan penghargaan atas budaya org2 sebelum kita". Hingga saat ini postingan tersebut telah di retweet hingga ribuan kali. Namun kemudian postingan tersebut dihapus.
Postingan tweet dari akun @thenampale menuai pro kontra seperti pada akun @Xboyz69 menyatakan "Bikin petisi aja gan, biar naik, jd pemprov bali bisa langsung ambil langkah, klo di biarin aja lama2 bali kehilangan identitas nta nih gan... salam dari pecinta bali..!!!
Berbeda halnya dengan tanggapan akun @DewaDewa28, yang memberintanggapan 'Jika budaya kita tereduksi harusnya sudah dari jauh jauh hari bli, gk usah kawatir lah.. Selama masih ada desa adat di bali, budaya kita yg adiluhung akan selalu ajeg. Ini murni bisnis, dan bisa diliat wisatawan yg datang kebanyakan lokal..
Terlepas dari pro dan kontra tersebut, sejak dulu yang saya rasakan sendiri, perkembangan pariwisata di Bali sangat dinamis. Luwes menerima berbagai macam perubahan dan tuntutan situasi tanpa harus meninggalkan tradisi dan budaya yang telah berurat dan berakar secara turun-temurun.Â
Bangunan-bangunan berciri khas Bali sebagai ikon Bali tetap terjaga, di tengah menjamurnya anjungan foto bernuansa luar negeri. Rumah adat bergaya arsitektur Bali tetap megah dibuat di lingkungan masyarakat Bali walaupun di pusat kegiatan wisata dibangun hotel megah bergaya eropa. Bahkan ditengah maraknya budaya luar masuk ke Bali tradisi upacara adat tetap berjalan tanpa ada yang dikurangi.Â
Bagaimana menurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H