Tapi karena dokter menyarankan untuk kontrol dua minggu berikutnya saya masih berharap ada perkembangan.
Namun belum 2 minggu, saya mengalami mual muntah hebat sampai tidak bisa berdiri, muka pucat dan pusing, saya rasa ngidam kali ini sangat berat dibandingkan kehamilan sebelumnya, akhirnya saya masuk UGD untuk mendapatkan penanganan.
Malam tanggal 12 Mei, dokter UGD menyarankan opname jika saya setelah diberi obat belum juga bisa makan dan minum setelah 2 hari. Setelah itu muncul flek kecoklatan, yang membuat saya tambah panik dan stress.
Lalu pada tanggal 14 Mei saya datang ke Rumah sakit tempat dokter Nuada praktik, dengan rujukan BPJS karena saya mengalami flek.
Saat itu dokter masih menyarankan untuk bedrest menunggu, kemungkinan ada janin yang akan terlihat dan berkembang.
Namun saya sudah dinyatakan Suspect Blighted Ovum atau mengalami kehamilan kosong.
Dan ternyata benar, saya mengalami kehamilan kosong (Blighted Ovum), dimana telur yang telah dibuahi tidak mengalami perkembangan, kantong kehamilan tampak kosong.
Kata dokter, hal ini terjadi mungkin karena sel telur atau sperma yang kurang bagus, atau mungkin juga karena berbagai faktor lain seperti ada infeksi virus, bakteri atau lainnya.
Akhirnya dokter menyarankan untuk melakukan kuret, dan menentukan jadwal kesiapan saya untuk melakukan kuret tersebut, tapi setelah berkonsultasi dengan suami, kami mau hari itu juga langsung dilakukan tindakan agar tidak terjadi hal-hal yang lebih berbahaya lagi, misalnya pendarahan karena keguguran spontan saat tubuh menyadari janin tidak berkembang.
Sore itu saya dikuret dengan tanggungan BPJS dengan bius lokal, terus terang, saya sangat ngeri membayangkan bius total, karena harus tidak sadarkan diri selama berjam-jam oleh karena itu bersikeras memilih bius lokal.