Mungkin inilah hal yang disayangkan para pemenang saham. Pasalnya, perusahaan tambang milik keluarga Menteri BUMN Erick Thohir itu telah menyatakan akan mengembangkan EBT seperti air, solar dan angin. Belum lagi, aturan yang diteken Presiden Jokowi juga melarang pembangunan PLTU berbasis batu bara.
Ada yang bilang, di Jawa Tengah ada PLTU batu bara. Memang ada satu di Batang dan satunya di Jepara, akan tetapi pembangkit listrik itu dibangun dan beroperasi sebelum penetapan Perpres tersebut. Kini, Jawa Tengah lebih fokus pada pengembangan EBT. Salah satu contoh komitmen itu dapat dilihat penetapan Jawa Tengah menjadi Provinsi Surya pertama di Indonesia. Termasuk menjadi percontohan daerah lain dalam ekspansi energi baru terbarukan.
Saya kira, keberhasilan desa energi mandiri dan transisi EBT di Jawa Tengah selain karena inovasi Ganjar Pranowo, juga tak bisa lepas dari kerja gotong royong semua pihak baik nonpemerintah maupun masyarakat. Sepertinya, Ganjar telah memikirkan jauh-jauh hari supaya warganya tidak kaget ketika krisis energi benar-benar terjadi seperti yang melanda Eropa sekarang ini.
Dengan transisi energi, Ganjar membuktikan dan masyarakat merasakan beragam manfaatnya. Mulai dari biaya sistem kelistrikan yang lebih murah, diversifikasi ekonomi, pengembangan industri baru, munculnya lapangan kerja hijau, perbaikan kualitas udara, tanah, dan air, serta penurunan biaya kesehatan.
Upaya yang digerakkan Ganjar menurut saya juga bagian dari edukasi publik supaya tidak ketergantungan terhadap energi fosil. Dan satu hal, apabila masyarakat sudah memahami energi terbarukan, mereka akan ikut protes seperti yang dilakukan oleh pemegang saham Adaro Energi. Sebab, mungkin mereka tak mau dampak krisis iklim kian memburuk, mencemari lingkungan, dan mencederai komitmen Indonesia dalam proses transisi energi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
