Sebagai pendidik usiaku sudah tidak muda lagi. Kebanyakan anak yang kudidik sekarang adalah anak dari  muridku dahulu. Saat mereka mengantar anaknya, dan bertemu denganku selalu mengatakan "Ibu masih seperti dulu". Aku jadi bingung, berarti aku sudah setua ini dari dulu. Ha....Ha...
Mendidik anak jaman sekarang susah-susah gampang. Kalau kupikir, lebih enak saat mendidik anak-anak yang sekarang sudah menjadi orang tua.
Hal yang kuperhatikan misalnya: sikap yang kurang peka terhadap lingkungan sekitar, mager (malas gerak), bertindak semaunya sendiri, susah menerima nasehat, daya juang rendah, dan masih banyak yang lainnya.
Sikap yang kurang peka terhadap lingkungan, lebih dikarenakan anak-anak gen Z adalah anak-anak yang terlahir sudah mengenal teknologi. Mereka lebih asyik dengan gadgetnya dibandingkan mengobrol dengan orang-orang disekitarnya, atau memerhatikan lingkungannya.Â
Sering terjadi, keasyikan bermain gadget (game) membuat mereka tidak memedulikan sekitarnya. Padahal bahaya bisa saja terjadi. Contoh saat anak bermain gadget sambil menuruni tangga, atau saat berjalan di keramaian lalu lintas, walaupun mereka berjalan diatas trotoar.
Magernya anak-anak gen Z bisa diamati, misalnya jika sudah dikamar dengan gadgetnya betah berjam-jam, kadang waktu makan pun terlewat.Â
Kasus lain saya temui saat naik kendaraan umum. Anak- anak ini tidak akan turun kalau tidak tepat didepan gang rumahnya. Yang membuat jengkel supir dan juga penumpang lain adalah mobil harus berhenti berkalu-kali dalam jarak yang begitu dekat. Kalaupun mereka turun bersama di satu titik, jalan ke arah gangnya tidak sampai sepuluh langkah.
Hal lain yang teramati yaitu masalah disiplin. Untuk menerapkan disiplin kepada anak-anak gen Z perlu kerja ekstra. Karena pengetahuan mereka banyak, walau dengan gaya bercanda mereka bisa mengatakan tentang pelanggaran hak asasi manusia, saat guru di sekolah menerapkan didiplin ketat. Contohnya penggunaan seragam, rambut yang sedikit panjang, dan sebagainya.
Menjafi guru gen Z, harus pandai mengambil hati anak-anak. Jangan harap mereka mendengarkan nasehat, seperti saat orang tua mereka dulu sekolah. Mereka lebih senang diajak berdialog, mendengarkan apa yang ada dipikirannya, baru mencari jalan tengah, yang merupakan titik temu dan harapan dari kedua belah pihak. Intinya mereka tidak mau didikte, karena mereka sudah tahu keberadaan mereka sebagai bagian dari kehidupan. Mereka mempunyai suara yang juga harus didengar.
Untuk daya juang, saya lebih memilih keuletan anak-anak yang sekarang adalah orang tua dari gen Z. Anak-anak sekarang mudah menyerah dan terbiasa dengan segala fasilitas dari orang tua. Rasa "merih" (Jawa) tidak berlaku bagi mereka. Satu contoh, banyak anak-anak sekarang yang tidak perlu repot jika pergi ke suatu tempat. Mereka lebih memilih menggunakan ojol dibandingkan angkot atau berjalan kaki.Â
Mereka dimanjakan dengan adanya toko on-line atau gerai makanan yang melayani pesan antar. Ingin apapun tinggal buka HP, maka semuanya sudah ada di depan mata.
Walau bagaimana, sebagai guru dan juga orang tua harus terus mendampingi anak-anak ini dengan hati. Agar dapat memahami mereka, maka kita juga harus terus belajar, mengingat ilmu terus berkembang.
Semangat untuk guru Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H