Â
  Â
  Â
   Menjalankan amanah sebagai pendidik di jaman sekarang banyak sekali tantangannya. Apalagi Kami (para guru) menghadapi anak - anak yang baru kembali ke masa hampir normal, setelah kurang lebih selama dua tahun berada di rumah karena adanya pandemi. Kebanyakan anak - anak tersebut harus belajar beradaptasi, bagaimana menjalani kehidupan di sekolah.Â
   Sekolah sebagai miniatur dari lingkungan yang plural, membuat anak - anak yang sudah terlalu lama menyendiri di kamarnya menjadi "gagap". Mereka lupa bagaimana berinteraksi dengan guru ataupun temannya. Diawal PTM (Pembelajaran Tatap Muka), penulis sempat terkejut dengan sikap yang ditunjukkan oleh para siswa. Suatu ketika, penulis masuk ke sebuah kelas untuk pertama kali. Dengan mengucap salam penulis masuk, namun tak ada satupun siswa yang menjawab, padahal di kelas tersebut ada sekitar 36 siswa.Sambil bercanda, penulis berucap "pasti salam ibu dibalas dengan chat WA ya".Beberapa siswa tersenyum, tapi lebih banyak yang diam dengan tatapan mata yang bingung.
   Satu - satunya sahabat bagi mereka dikala pandemi adalah gawainya. Selama PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), gawai menjadi alat yang sangat penting.Setelah PTM-pun gawai tetap digunakan sebagai alat yang membantu dalam proses belajar. Dengan gawai ditangan dunia juga dalam genggaman. Gawai menjadi seperti pisau bermata dua, yang bisa membantu sekaligus membahayakan.Untuk itulah perlu adanya bimbingan dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, agar siswa bisa mempunyai kemampuan untuk memilih hal - hal yang baik.
   Bimbingan peningkatan iman dan taqwa di SMP Negeri 120 Jakarta dilaksanakan setiap Jum'at pagi sebelum jam belajar. Kegiatan dilakukan dengan beberapa kegiatan, seperti :  membaca surah Yasin bersama - sama, hapalan surat pendek, tadarus  Al Qur'an dan juga ceramah yang dibawakan oleh siswa secara bergiliran.Semua kegiatan dilakukan di minggu yang berbeda, dipandu oleh guru PAI dan beberapa guru lainnya.
   Khusus untuk kegiatan ceramah yang dilakukan oleh siswa, diberi judul "Ngecas" atau Ngedengerin Ceramah Agama dari Siswa. Sengaja menggunakan kata yang tidak baku, agar mudah diingat oleh siswa. Kata "Ngecas" juga mengingatkan pada gawai yang harus selalu dicas baterainya agar bisa digunakan.
   Dengan kegiatan "Ngecas" diharapkan pesan yang diberikan akan sampai, karena antara pemberi materi dan pendengar merupakan teman sebaya.Baik siswa yang berceramah maupun siswa yang mendengarkan memiliki kedekatan emosi yang kuat sebagai "teman".Rasa bangga dan senang terpancar dari wajah anak - anak tersebut.Yang kebetulan menjadi penceramah bangga bisa menjajal kemampuannya. yang menjadi pendengar bangga karena ada siswa yang mewakili kelompoknya.
   Semoga kegiatan ini dapat menjadi jalan dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan para siswa. Seperti gawai yang harus selalu dicas jika baterainya habis, siswa juga perlu dicas atau diberikan ceramah tentang agama agar tidak lupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H