Mohon tunggu...
wisnu yogaswara
wisnu yogaswara Mohon Tunggu... -

seorang pembela kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Money

Memahami Perencanaan Anggaran Secara Sederhana dan Mengapa Negara Kita (Harus) Berhutang

13 Februari 2019   11:47 Diperbarui: 13 Februari 2019   11:55 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Halo teman-teman semua, kali ini saya ingin sedikit share terkait isu hutang yang sekarang sedang hangat dibahas menjelang pilpres yang akan digelar April 2019 mendatang. Mungkin teman-teman bingung kenapa negara kita berhutang dan saya akan coba menjelaskannya dari sisi perencanaan anggaran negara kita secara sederhana.

Kita coba ibaratkan negara kita ini sebagai sebuah keluarga, dimana ayah mencari uang dan ibu yang mengatur pengeluaran bulanan, seperti biaya belanja, biaya pendidikan, biaya cicilan rumah, uang listrik, pdam, dan sebagainya. 

Karena pendapatan ayah yang terbatas, maka ayah meminta ibu untuk merencanakan pengeluaran bulanan sehingga uang gaji ayah yang terbatas bisa membiayai pengeluaran mereka selama sebulan. 

Setelah dihitung-hitung, ternyata gaji ayah masih belum cukup untuk memenuhi pengeluaran bulanan, terutama biaya sekolah anak-anaknya, akhirnya ayah meminjam uang ke bank untuk membiayai biaya sekolah dengan harapan mungkin anaknya bisa membantu perekonomian keluarga kedepannya.

Bulan demi bulan berlalu, ayah ingin menambah penghasilan bulanan agar ibu tidak kewalahan lagi mengatur gaji ayah yang terbatas, tapi sayangnya, ayah tidak punya uang untuk berbisnis/investasi, gajinya saja hanya naik sedikit tiap tahunnya, boro-boro menyisihkan uang gaji, untuk biaya sekolah anaknya saja ayah harus meminjam ke bank. 

Sebetulnya ayah mempunyai aset warisan dari orangtuanya berupa tanah, bangunan, dan kebun, tapi sayang saudara kandungnya menyewakannya dengan bagi hasil yang sangat tidak adil dan ayah hanya mendapat bagian yang sangat sedikit sekali bila dibandingkan dengan gajinya. 

Akhirnya ayah mulai berpikir untuk meminjam uang ke bank untuk berbisnis/investasi dengan tetap memperhitungkan kemampuan membayar cicilan tiap bulannya.

Itulah gambaran negara kita bila saya jelaskan secara sederhana. Negara kita berhutang karena pendapatan negara kita tidak cukup untuk membiayai kegiatan-kegiatan prioritas seperti untuk pendidikan dan bisnis/investasi negara kita melalui pembangunan infrastruktur dengan harapan kedepannya anak-anak Indonesia yang berpendidikan kelak bisa membantu perekonomian negara dan infrastruktur yang dibangun bisa menghasilkan pendapatan tambahan sehingga di masa depan negara kita tidak perlu berhutang untuk membiayai pengeluaran selama setahun.

Bila kita sadari, gaya hidup 97% masyarakat Indonesia merepresentasikan keadaan negara kita secara global. 97% masyarakat kita adalah pekerja yang dididik untuk digaji bukan untuk menggaji sehingga tak heran kita mengandalkan bank sebagai solusi yang paling mudah untuk mendapatkan uang. 

Percekcokan karena hutang dari level keluarga sampai level negara tidak dapat dihindari karena memang berhutang dan hidup pas-pasan itu sungguh sangat tidak menyenangkan. 

Uang yang banyak bukanlah solusi, saya yakin bila seseorang membayar lunas hutang negara kita, negara kita tetap akan berhutang lagi kedepannya. Lalu bagaimana solusinya?

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (QS. Ar-Ra'd [13]: 11).

Untuk mengubah negara kita, hal yang harus diubah adalah diri kita sendiri. Sesuatu yang kecil merepresentasikan sesuatu yang besar, bila ingin merubah negara kita yang hobi berhutang, hal yang harus diubah adalah diri kita, keluarga kita, yang saya yakin hobi berhutang juga. 

Mulailah untuk merubah hal yang ada dalam kendali kita seperti gaji kita, sisihkan untuk belajar dan melakukan kegiatan bisnis dan investasi yang mungkin tidak kita pelajari semenjak dini. Yang sudah berhasil berbisnis dan berinventasi, ajarkanlah kepada kerabat, teman, dan lingkungan sekitar. 

Didiklah anak-anak kita untuk menjadi seorang yang menggaji bukan digaji, asah dan dukung bakat, kreatifitas, dan keinginan mereka. Mari sama-sama untuk mengubah keadaan diri kita, keluarga kita, lingkungan kita bila ingin negara kita berubah ke arah yang lebih baik.

Mari kita ambil resiko dengan mengambil jalan yang berbeda dengan kebanyakan orang. Hidup hanya sekali, tidak ada salahnya mengambil resiko untuk hasil yang berbeda, karena siapa tahu di akhir hayat, kita akan menyesali keputusan yang tidak kita ambil padahal kita yakini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun