Mohon tunggu...
Wisnu Dewa Wardhana
Wisnu Dewa Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Seorang pembelajar dan pengagum pemikiran Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sosok Pemuda yang Merawat Semangat Keislaman

19 Juli 2023   02:35 Diperbarui: 19 Juli 2023   02:48 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Agama adalah langkah awal dalam memadukan keindonesiaan dan keislaman. Pembentukan madrasah (MI, MTs, MA) dilakukan pada 1950 oleh Menteri Agama Wahid Hasyim, bersamaan dengan kebijakan memberikan mata pelajaran agama di sekolah. Ormas Islam dan pesantren telah banyak mendirikan universitas dan sekolah tinggi di berbagai provinsi. Pendidikan Islam berperan besar dalam memadukan keindonesiaan dan keislaman.

Ada satu kutipan dari dialog internasional yang diselenggarakan oleh Syabab Hidayatullah dengan menghadirkan Dr. Maza, Mufti Negeri Perlis Malaysia pada hari Kamis (02/02/2017). Dikatakan bahwa "kita tidak akan dapat berdiri tepat di tengah-tengah jika kita tidak tahu betul di mana batas antara kedua ujung yang berlawanan".

Ada dua arah yang berlawanan. Arah kiri dan arah kanan. Dalam teori, umat Islam mesti berada di tengah-tengah. Tidak terlalu ke kiri, tidak juga terlalu ke kanan. Sikap yang diambil dari tuntutan kitab suci ini oleh berbagai kajian keislaman dan tulisan-tulisan ulama dijadikan ciri khas yang melekat dengan agama Islam itu sendiri. Namun pada prakteknya, sudahkah kita, sebagai umat Islam, tepat berada di tengah-tengah?

Secara pribadi, saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu tanpa pesimisme yang getir. Kenyataannya, umat Islam berada pada posisi yang sama sekali tidak berada di tengah. Suburnya radikalisme kanan yang sangat konservatif pada wajah umat Islam di zaman ini adalah bukti yang sulit dibantah. Meski kita berbusa-busa mengatakan dan mengklaim bahwa kita adalah umat yang berada di tengah-tengah, hal tersebut tidak berguna jika fakta yang ada menunjukkan bahwa kita masih menampakkan sikap ekstrimisme yang nyata.

Berbagai pembelaan dan pembenaran yang dilontarkan tidak mampu menghadapi kokohnya realita. Dunia melihat, kita pun dapat melihat, bagaimana posisi umat Islam dewasa ini. Apakah kita tampil sebagai solusi? atau malah kita lah penyumbang utama problematika yang menjangkiti dunia? Apakah kita hadir sebagai juru damai? atau malah kita lah yang memicu perang? Apakah kita yang berada di garda terdepan perjuangan menegakkan keadilan? atau malah kita lah para pelaku kezaliman?

Oleh karena itu muncul pertanyaan "sudahkah kita tepat berada di tengah-tengah?", mesti terus menerus dilontarkan sebagai bahan evaluasi atas setiap sikap yang kita ambil. Akankah kita terlalu condong ke sana? atau terlalu condong ke sini? Kita lah, berdasarkan amanat kitab suci, para penegak keadilan. Kita harus berdiri tepat di tengah-tengah karena hanya pada posisi itulah kita dapat melihat dan menyikapi segala sesuatunya dengan adil.

Hanya saja, problem sebenarnya dari sikap untuk selalu tepat berada di tengah-tengah itu bukanlah pada komitmen kita untuk itu. Tapi pada pengetahuan kita mengenai posisi tengah-tengah tersebut.

Sebagaimana pada pernyataan yang saya lontarkan sebelumnya, kita tidak akan pernah tahu secara tepat posisi pertengahan itu jika kita tidak mengenali dengan baik di mana kanan dan di mana kiri itu berada. Orang yang bacaannya hanya literatur sisi kanan bagaimana bisa mengklaim bahwa ucapan dan tulisannya memiliki semangat pertengahan? Orang yang seumur hidupnya hanya berkutat dengan propaganda dan doktrin sisi kiri, bagaimana bisa berkata bahwa berada tepat di tengah-tengah lah dirinya berdiri?

Di sinilah peran ilmu pengetahuan. Orang yang bisa berdiri tepat di tengah-tengah adalah dia yang memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni mengenai sisi kanan dan juga sisi kiri. Dia tahu di mana sisi kanan bermula dan menemui titik akhir. Sebagaimana dia tahu dengan baik pula di mana sisi kiri bermula dan berakhir. Hanya dengan ilmu pengetahuan yang cukup akan kedua sisi itu, pengakuan akan sikapnya bahwa dia telah berdiri tepat di tengah-tengah bisa dikatakan sebagai suatu pengakuan yang benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada.

Atas kesadaran penuh itulah yang menjadikan Siti Nurizka Puteri Jaya, beserta keluarganya mewakafkan sebuah masjid monumental di lingkungan Pondok Pesantren Aulia Cendikia pertanggal 29 Agustus 2020. Sebuah candradimuka nilai-nilai keislaman yang berdiri di daerah Talang Jambe Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan.

Rizka beserta keluarganya sangat memahami dengan baik kisah periode klasik yang merupakan masa gilang-gemilangnya umat Islam. Sebab pada masa tersebut umat Islam berhasil dalam berbagai aspek kehidupan. Islam sebagai agama memberikan motivasi yang sangat jelas agar pemeluknya berkarya untuk mencapai kemajuan dan kejayaan. Yang di mana kedua hal tersebut tidak mungkin bisa tercapai tanpa ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak mungkin dapat diperoleh tanpa proses pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun