"Kamu namanya siapa?" tanya Rizka dengan senyuman manisnya sambil mengusap kepala seorang anak berusia 4 tahun.
Suaranya lembut, tangannya spontan mengelus-elus rambut, lantas mengajak ngobrol, dan bahkan menggendongnya.
Seperti di rumah makan sederhana. Ketika kami ingin makan, ia melihat sejumlah anak-anak yang sedang bermain di luar rumah makan. Ia mendekati anak-anak tersebut, didatanginya satu-persatu untuk mengajaknya ikut makan.
Sontak ia pun meminta petugas warung rumah makan untuk menyusun meja agar dirapatkan.
"Kamu punya adik?" tanya Rizka. "Ada, Ibu", jawab seorang anak. "Berapa?" tanya Rizka lagi. "Adik saya satu. Kakak saya satu," jawab si anak itu lagi dengan suaranya yang cadel.
"Panggilkan ke sini untuk sekalian diajak makan. Atau tidak nanti dibungkus saja," ucap Rizka sambil menunjukkan senyuman manisnya yang membuat saya jatuh cinta tergila-gila.
Dasar anak-anak. Mereka langsung loncat-loncat kegirangan ketika juga mendapatkan uang jajan dari Rizka.
Tidak kuasanya Rizka menghadapi anak kecil juga terjadi di rumah. Ia pernah bercerita tidak mampu mendebat keponakannya.
"Kalau aku sudah dipanggil keponakan untuk waktunya pulang, walaupun ada jadwal ketemu Menteri pun akan aku tinggal," Kata Rizka sambil tertawa.