Mohon tunggu...
Wisnu Dewa Wardhana
Wisnu Dewa Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Seorang pembelajar dan pengagum pemikiran Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebagai Pewaris Api Semangat Bangsa

20 April 2023   05:35 Diperbarui: 20 April 2023   11:40 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kartini/vecteezy.com

Mendobrak stigmatisasi nilai patriarki yang tersaji dari masyarakat ketika mendengar nama dan sosok perempuan hanya diobjekkan sebagai seksualitas dan urusan dapur. Budaya yang kadung lahir akibat sempitnya ruang dan aktivitas pada perempuan di dalam aspek sosial.

Pendangkalan semakin terjadi saat Hari Kartini dikomodifikasikan sebagai hari diskon khusus untuk perempuan bernama "Kartini", dan beberapa rilisan penjualan produk-produk keperempuanan. Seolah 21 April hanya penghias momen dalam penanggalan kalender dan Hari Kartini hanyalah serpihan masa lalu yang usang diperjuangkan. Sangat keji.

Tidak sedikit perempuan Indonesia saat ini hanya dijejali semangat Kartini adalah dengan mengenakan kebaya. Pemudaran makna yang menjadi realita hingga hari ini atas keteladanan semangat R.A Kartini dalam perjuangannya mensejajarkan perempuan untuk melakukan hal yang sama dengan laki-laki sebagai bentuk kemerdekaan sikap dan pikiran.

Dimulainya peradaban

Sejatinya, R.A Kartini adalah bibit perlawanan intelektual. Terlahir di lingkungan priyayi Jawa yang marak berpoligami, Kartini menunjukkan sikap dengan pernah bersumpah tidak akan pernah menikah meskipun saat itu Ia sedang dipingit. Sikap kritik mendorong perempuan untuk menikah dengan laki-laki pilihannya.

Tidak hanya itu, bibit perlawanan Kartini juga ditebar saat memaksa ayahnya untuk memperbolehkan Kartini melanjutkan pendidikannya. Sesuatu yang konyol bagi perempuan priyayi mengenyam pendidikan tinggi seperti laki-laki priyayi.

Dengan bekal kemahiran berbahasa Belanda, Kartini menghidupkan semangat belajarnya dengan berkorespondensi dengan orang-orang Belanda. Perkenalannya dengan Estelle Zeehandelaar -perempuan Belanda- semakin menguatkan akar perlawanan Kartini. 

Mereka kerap berbagi informasi tentang gerakan perempuan sosialis di Belanda, juga tentang gerakan feminisme. Kartini pun juga mengagumi Estelle atas kegigihan pribadinya dalam berkehidupan. Atas momen tersebut Kartini merasa bebas dan merasakan kesetaraan, tanpa terjebak tata krama Jawa, dan peraturan kolonial yang menempatkan orang kulit putih di posisi superior dan orang Jawa di posisi inferior.

Pada tahun 1900 Kartini bertemu dengan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan dan Kesenian Hindia Belanda. Kartini menceritakan keinginannya membangun sekolah perempuan priyayi yang akan diisi staf-staf pengajar Eropa. 

Abendanon terpikat dengan rencana Kartini, namun karena saat itu ide sekolah laki-laki dan perempuan tidak mungkin, maka Abendanon akan berkonsultasi dahulu dengan Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengubah bentuk aturan sekolah khusus sekolah asrama khusus perempuan.

Kartini mendapatkan berita buruk. Pada tahun 1901 Pemerintah Hindia Belanda menolak ide Kartini tentang sekolah khusus perempuan priyayi karena dianggap belum saatnya perempuan priyayi mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki.

Tak patah arang, Kartini bersama adiknya, Roekmini malah berinisiatif bergerak secara mandiri mendirikan sekolah khusus perempuan sendiri yang ditargetkan untuk anak-anak perempuan pegawai kecamatan. Dan pada Juli 1903 berdirilah sekolah perempuan pertama di Indonesia.

Sebulan setelah berdirinya sekolah perempuan tersebut, Raden Adipati Djojo Adiningrat, Bupati Rembang melamar Kartini untuk menjadi istri keempatnya. Kartini syok. Karena memiliki semangat mengubah feodalisme, dengan berat hati Kartini menerima lamaran sang Bupati. Namun dengan satu syarat: Kartini boleh terus melanjutkan sekolah perempuannya. Raden Adipati Djojo Adiningrat yang berpikiran progresif dan paham akan jalan pikir dan keyakinan Kartini menyetujui permintaan tersebut. Mereka menikah pada 8 November 1903.

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Pada usia 25 tahun Kartini menghembuskan napas terakhirnya. Feodalisme Jawa pun masih terus bertahan.

Tapi entah disadarinya atau tidak, Kartini telah meletakkan bibit-bibit perlawanan terhadap patriarki dalam segala rupanya, termasuk kelas dan feodalisme.

Bibit-bibit tersebut kemudian berkembang dan tumbuh menjadi banyak sekolah dan bahkan organisasi perempuan. Termasuk Gerwani. Juga ada Aisyah dari Muhammadiyah, Wanoedya Oetomo yang kemudian bergabung ke Serikat Putri Islam, Wanita Katolik yang mengajari buruh perempuan pabrik rokok baca-tulis dan pelajaran agama. Lalu Wanita Taman Siswa, kemudian Madjoe Kemuliaan dan Hati Soetji yang melawan pelacuran dan perdagangan perempuan yang kesemua informasi tersebut tidak tercantum di buku-buku sejarah sekolah.

Pergerakan perempuan semakin bergeliat. Dahulu, ada nama Raden Sukaesih dari Sarekat Rakyat dan Munapsiah dari PKI. Mereka berdua sempat berbicara di kongres PKI pada Juni 1924. Di kongres ini, Raden Sukaesih dan Munapsiah berbicara tentang pentingnya perempuan berjuang untuk hak-haknya atau pasti mereka akan disisihkan oleh laki-laki dan kapitalis.

Kini, pergerakan perempuan harus lebih ditingkatkan perannya. Di DPR, contohnya. Dengan adanya UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum adalah langkah kongkret mengajak perempuan terlibat dalam keputusan-keputusan politik yang membangun peradaban bangsa.

Kartini masa kini di mata saya

Siti Nurizka Puteri Jaya/Dok Pribadi
Siti Nurizka Puteri Jaya/Dok Pribadi

Secara pribadi, tidak sedikit perempuan yang saya kenal di lingkungan politik. Berawal dari perkenalan tidak sengaja dengan Siti Nurizka Puteri Jaya, saya mulai mengamati sepak terjang perempuan yang duduk di Komisi 3 DPR-RI tersebut. Laku hidupnya, tutur perkataannya, pola dan gaya pemikirannya, serta semangat juangnya adalah poin-poin yang menjadi dasar untuk saya mengamatinya.

Naif jika saya tidak mengatakan bahwa manusia kini lebih menyukai hal-hal instan dan memanfaatkan privilege. Namun, ketika saya menelusuri Rizka, saya menemukan antitesa bahwa dia manusia instan. Ia tumbuh besar dengan semangat perjuangan memilih jalan hidupnya sendiri. 

Merasakan kegagalan demi kegagalan adalah caranya menghargai proses. Dijadikan sebagai bahan bakar untuk terus memperbaiki kekurangannya. Dia meresapi ungkapan bijak bahwa "proses tidak mengkhianati hasil". Semua yang ia dapatkan diraih dengan tidak mudah. Siklus perjuangannya sangat terasa.

Seperti Kartini yang pernah gagal membuat sekolah perempuan karena penolakan Pemerintah Hindia Belanda, Rizka juga pernah merasakan kegagalan menembus lapisan konstitusi politik negara. Dan kegagalan tersebut merupakan pijakan semangatnya untuk terus menaiki tangga perjuangan hingga mencapai keberhasilan menjadi penyambung lidah rakyat.

Dalam kebatinan saya pun berkelakar apakah "Ka" dalam nama "Rizka" adalah memiliki arti "Kartini"? Ditambah nama "Puteri" yang bermaknakan perempuan. Seolah ia merupakan wujud Kartini di masa kini. Menggugah keyakinan ketika ia berhasil menampilkan kedisiplinan semangat kaum perempuan dalam mengimbangi hegemoni laki-laki dalam tiap kegiatan politiknya.

Saya pun berkeyakinan bahwa rentetan waktu dan peristiwa akan membuat Rizka menjadi politisi perempuan dengan ketangguhan dan kekuatan seperti Ibu Megawati Soekarnoputri, sosok yang ia kagumi sebagai pelopor semangatnya berpolitik juga pewaris api semangat kebangsaan.

Ilustrasi Kartini masa kini/Dok Pribadi
Ilustrasi Kartini masa kini/Dok Pribadi

Selamat Hari Kartini. Tetaplah berpentas dalam laku kehidupan berbangsa sebagai perempuan hebat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun