Mohon tunggu...
Satria Channel
Satria Channel Mohon Tunggu... Jurnalis - Satria Channel

Jurnalis yang benar bisa merubah tatanan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

MZA Apresiasi Kinerja LPSK Dalam Menangani Kasus Robot Trading DNA Pro dan Net89

23 Desember 2022   19:27 Diperbarui: 24 Desember 2022   09:33 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

M. Zainul Arifin (MZA) Kuasa Hukum Para Korban Robot Trading DNA Pro dan Net89 menanggapi pernyataan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban  (LPSK) hari ini.

"Kami sebagai Kuasa Hukum para korban Robot Trading DNA Pro dan Net89, sangat mendukung usaha dan kerja kawan-kawan LPSK. Yang selama ini kami terus koordinasi dengan LPSK dan membantu LPSK mengumpulkan bukti-bukti dan dokumen-dokumen atas kerugian para korban khusus korban Robot Trading DNA Pro dan Net89," sebut M. Zainul Arifin dalam keterangan rilis yang diterima MRI, Jumat 23 Desember 2022.

Saat kasus Robot Trading DNA Pro masih dalam proses sidang di PN Bandung dan telah masuk dalam tahap persidangan bukti-bukti dan keterangan saksi serta ahli.

Sementara pihak Robot Trading Net89 masih dalam proses Penyidikan di Bareskrim Mabes Polri.

"Kasus para korban robot trading yang kami advokasi semuanya telah kami sampaikan ke tim LPSK guna dihitung ganti rugi Restitusi," tambahnya.

Menurut pria yang kerap disapa Datuk MZA, menilai perlu adanya kesepakatan dan komitmen dari tiga lembaga yakni Polri, LPSK dan Kejaksaan Agung guna menyamakan persepsi.

"Satu pemikiran bahwa Hak Restitusi itu adalah merupakan hak keadilan yang mesti didapatkan oleh para korban dan yang kedua, ketiga institusi ini harus menyamakan persepsi terkait perhitungan ganti rugi restitusi sebab Polri dan LPSK sama-sama memiliki kewenangan perhitungan ganti rugi," jelasnya.

Jangan sampai, MZA menambahkan terjadi tumpang tindih mana yang menjadi perhitungan yg mesti digunakan sebagai pembuktian di persidangan.

"Menyebabkan Hakim tidak mengabulkan Hak Restitusi korban sebab Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mengalami kesulitan didalam pembuktian jika ada dua versi perhitungan Restitusi," terangnya.
(red)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun