Inisiatif Belt and Road Initiative (BRI) atau One Belt One Road (OBOR) dapat dianggap sebagai langkah ambisius Tiongkok untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan konektivitas lintas benua. Terlibatnya Asia Timur, Tenggara, Selatan, Barat, Afrika, hingga Eropa Timur menjadikan BRI sebagai kerja sama multilateral terluas yang pernah diusulkan oleh satu negara.
Dalam pandangan liberalisme pada konteks hubungan internasional, kerja sama ekonomi ditekankan sebagai sarana untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian. Stabilitas keamanan regional menjadi kepentingan penting bagi Tiongkok dalam menjaga pengaruhnya yang berkembang, dan melalui BRI, Tiongkok mengajak negara-negara lain untuk berkontribusi aktif dalam menjaga stabilitas lintas benua melalui kerja sama ekonomi.
Meskipun BRI tidak secara eksplisit menantang tatanan liberal internasional, dampak implementasinya dapat secara tidak sengaja menantang norma-norma tata kelola global yang ada, terutama terkait investasi, bantuan, serta perlindungan sosial dan lingkungan. Analisis konten dari dokumen kebijakan utama menunjukkan bahwa konten normatif BRI sejalan dengan prinsip pasar dan pluralisme, namun tidak menawarkan alternatif sistematis terhadap tatanan liberal yang ada.
Dalam gambaran yang lebih luas, inisiatif BRI dari Tiongkok merupakan upaya besar untuk memperkuat ekonomi pasar global dan mempromosikan integrasi pasar yang lebih dalam, dengan harapan untuk menciptakan stabilitas lintas benua melalui kerja sama ekonomi yang luas.
Belt and Road Initiative (BRI) dilihat sebagai upaya ambisius yang bertujuan memperkuat ekonomi pasar global serta mempromosikan integrasi pasar yang lebih dalam. Namun, perspektif liberalisme menyoroti bahwa tantangan yang ditimbulkan oleh BRI terhadap norma-norma global sebagain besar tidak disengaja. Hal ini terjadi karena tatanan kelola BRI yang terfragmentasi di dalam Tiongkok. Hal tersebut pada akhirnya bisa mengikis norma-norma yang sudah ada tanpa menawarkan alternatif lain. Meski demikian, BRI tidak secara eksplisit menantang tatanan liberal internasional. Implementasinya, meskipun mungkin secara tidak sengaja menantang norma-norma tata kelola global yang ada, lebih bersifat sebagai upaya untuk berkolaborasi melintasi perbedaan nilai dengan fokus pada penciptaan keuntungan bersama.
Tinjauan konsep dasar liberalisme ekonomi menunjukkan bahwa liberalisme mengutamakan peran pasar bebas dan minimnya intervensi pemerintah dalam aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip seperti kebebasan perdagangan, investasi, dan pasar bebas dianggap sebagai faktor penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bersama. Dalam konteks BRI, prinsip-prinsip liberalisme politik juga relevan, terutama dalam hal demokrasi, hak asasi manusia, dan tata kelola yang baik. Demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan yang melibatkan partisipasi aktif warga negara dalam pengambilan keputusan, sementara hak asasi manusia dan tata kelola yang baik memastikan perlindungan hak-hak individu serta transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek.
Dampak Ekonomi BRI dari Perspektif Liberalisme
Pertama, BRI mendorong liberalisasi perdagangan dengan memfasilitasi aliran bebas faktor ekonomi dan integrasi pasar yang lebih dalam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya dan memperluas perdagangan lintas batas dengan mengurangi hambatan non-tarif, menciptakan lingkungan bisnis internasional yang berstandar tinggi.Â
Kedua, inisiatif ini menargetkan peningkatan investasi infrastruktur lintas negara, yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang terlibat. Dengan menghubungkan pasar melalui pembangunan infrastruktur lintas batas dan harmonisasi kebijakan, BRI membawa potensi untuk menciptakan sumber pertumbuhan baru dan memperdalam integrasi pasar regional.
Ketiga, BRI berpotensi memperkuat stabilitas ekonomi global dengan mempromosikan kerjasama ekonomi internasional. Dengan merespons ancaman terhadap tatanan liberal global, inisiatif ini bertujuan untuk mempertahankan ekonomi global yang terbuka, sehingga menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Keempat, melalui pembangunan infrastruktur dan harmonisasi kebijakan, BRI berupaya menciptakan arsitektur kerjasama ekonomi regional yang terbuka, inklusif, dan seimbang. Hal ini tidak hanya memperdalam integrasi ekonomi global dan regional, tetapi juga mempromosikan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di wilayah yang terlibat.
Secara keseluruhan, BRI dari perspektif liberalisme dianggap sebagai upaya yang signifikan untuk memperdalam integrasi ekonomi global dan regional, serta mempromosikan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di berbagai negara yang terlibat dalam inisiatif ini.
Implikasi Politik BRI dari Perspektif Liberalisme:
Dari perspektif liberalisme, Belt and Road Initiative (BRI) yang dirumuskan oleh Tiongkok memiliki implikasi politik yang signifikan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, BRI cenderung mempengaruhi tata kelola politik di negara-negara penerima investasi dengan meningkatkan pengaruh politik Tiongkok melalui perjanjian kerjasama yang dilakukan. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan tantangan terhadap praktik demokrasi di negara-negara tersebut, terutama karena proyek-proyek BRI sering kali kurang transparan, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip liberalisme politik yang menekankan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Kedua, dalam hal praktik demokrasi, investasi dan proyek infrastruktur BRI dapat memengaruhi praktik demokrasi di negara-negara penerima. Liberalisme politik menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kegiatan pemerintahan, namun proyek-proyek BRI sering kali kurang memperhatikan hal ini. Hal ini menjadi perhatian karena kurangnya transparansi dapat menghambat pengawasan publik dan berpotensi menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan.
Ketiga, dalam hal hak asasi manusia, pelaksanaan proyek BRI dapat menimbulkan masalah seperti penggusuran paksa atau kondisi kerja yang buruk. Prinsip-prinsip liberalisme politik menawarkan kerangka kerja untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia dengan menekankan perlindungan hak individu dan pentingnya menilai dan menanggapi pelanggaran tersebut.
Meskipun ada kekhawatiran terhadap dampak negatifnya, BRI juga memiliki potensi untuk meningkatkan konektivitas global dan pertumbuhan ekonomi, yang sejalan dengan prinsip liberalisme tentang kemajuan dan kerjasama internasional. Namun, perlu dilakukan analisis yang cermat untuk memastikan bahwa implementasi BRI juga memperhatikan aspek-aspek liberalisme politik yang penting, seperti transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia, untuk memastikan dampaknya yang positif bagi semua pihak yang terlibat.
BRI dan Prinsip-prinsip Liberalisme
Belt and Road Initiative (BRI) memainkan peran penting dalam meningkatkan konektivitas lintas benua melalui kerja sama ekonomi yang mengedepankan pembangunan infrastruktur. Dalam interaksinya dengan standar internasional, seperti standar lingkungan dan keberlanjutan, BRI secara implisit mempertimbangkan faktor-faktor ini untuk memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga tidak merugikan lingkungan serta berlangsung secara berkelanjutan. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, kerja sama ekonomi dalam BRI kemungkinan memperhatikan standar-standar ini sebagai bagian dari pendekatan yang fleksibel dan terbuka yang diterapkan dalam inisiatif ini.
Dalam konteks prinsip-prinsip liberalisme, BRI dianggap sebagai agenda keamanan liberal Tiongkok yang bertujuan menciptakan stabilitas di kawasan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Sesuai dengan pemikiran liberal, BRI menekankan pada kerja sama ekonomi sebagai cara untuk menciptakan interdependensi antar negara dan mengurangi potensi konflik. Prinsip-prinsip liberalisme juga menyoroti pentingnya lembaga internasional dalam memfasilitasi kerja sama ekonomi semacam ini, yang sejalan dengan upaya Tiongkok untuk mengajak negara-negara lain untuk berkontribusi aktif dalam menjaga stabilitas kawasan melalui kerja sama ekonomi.
Konsekuensi politik dari BRI termasuk peningkatan pengaruh Tiongkok di kawasan dan secara internasional. Ini tercermin dalam hubungan ekonomi dan politik yang semakin harmonis antara negara-negara yang terlibat dalam BRI. Meskipun demikian, BRI tidak bersifat menyerang terhadap atau menawarkan alternatif sistematis terhadap tatanan liberal yang ada. Implementasinya yang fleksibel dan terbuka menunjukkan komitmen Tiongkok terhadap kerja sama internasional yang dapat memberikan manfaat bersama, sesuai dengan prinsip-prinsip liberalisme yang menekankan pada pentingnya kerja sama ekonomi untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas lintas negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI