kalau dikait-kaitkan dengan kontroversi terbaru soal gurita, bisa saja. dalam buku yang bagus sampulnya itu tidak hanya ada satu gurita. di samping gurita yang mengenakan mahkota, ada gurita kecil yang tengah dibimbing atau dibinanya. saya tidak sempat tanya kepada yang mendesain sampul buku itu apakah gurita kecil itu adalah anak dari gurita bermahkota atau siapanya. saat peluncuran buku di baciro, saya tidak sempat menemui pendesainnya yang lulusan institut seni indonesia. di sini, saya tidak secara khusus ingin mengaitkannya. sekali lagi, kepada anda , saya hanya ingin berbagi hasil jepretan kamera pinjaman kantor saat rangkaian pemilu 2009 lalu. semoga anda tidak bosan ya. foto ini saya ambil saat pak beye kampanye di stadion 10 nopember, tambak sari, surabaya menjelang pemilu legislatif 2009. sebagai ibukota provinsi asal pak beye, surabaya menjadi penting tentunya. terlebih, putra bungsunya yang kesulitan mencari pekerjaan karena berbeban anak presiden ikut nyaleg juga. wilayahnya memang tidak berat-berat amat karena di tanah kelahiran bapak dan kakeknya: pacitan. meskipun demikian, tim dengan formasi penuh turun dari jakarta ke surabaya. dari pacitan, mobilisasi massa pun dilakukan sejak sehari sebelumnya. puluhan bus didatangkan dari sana. tentu saja, untuk mendatangkan bus dengan penumpang ratusan orang, butuh biaya. hebatnya, seperti dikemukakan sejumlah kaki tangan putra bunsu pak beye, mas ibas, tidak keluar biaya. semua dana didapat dari suka rela dan sumbangan teman-teman mas ibas dan ayah-ibunya. begitu kata mas janaka, salah satu kaki tangan mas ibas. kaki tangan adalah terjemahan saya untuk tim sukses yang tidak didaftarkan ke komisi pemilihan umum. sebagai putra mahkota, perlakukan untuk mas ibas memang setara dengan perlakuan untuk pak beye. wajar lah menurut saya. anda tidak perlu menggugatnya. ketika pak beye dibuatkan beberapa bus khusus untuk kampanyenya, mas ibas pun dibuatkan juga. tema dan desainnya kurang lebih sama. mungkin pendesainnya sama. bedanya mungkin pada hal-hal rincinya. bus untuk mas ibas dibuat lebih segar bercita rasa metropolitan. cita rasaitu kira-kira sebandinglah dengan kawat yang memagari gigi mas ibas agar rapi. khas pemuda metropolitan yang kerap bergaya metroseksual kan? jika pak beye punya singkatan sby dan dibuatkan aneka suvenir dengan insial itu, mas ibas juga punya singkatan eby. aneka suvenir dengan inisial itu juga disebar sepanjang kampanye. mungkin karena tidak sebanyak jumlah suvenir untuk pak beye, saya tidak kebagian suvenir mas ibas. penyebar aneka suvenir mas ibas adalah para kaki tangannya yang bekerja siang-malam tanpa dibayar. katanya. tapi, untuk tim dari bravo media center, pasti dibayar. tentu saja tidak langsung dari mas ibas, tetapi dari penyandang dananya. siapa yang mau bekerja untuk kepentingan orang lain berbiaya mahal tanpa hitung-hitungan? itu logika saya yang sederhana saja. sebelum melantur lebih jauh, saya bagikan saja hasil jepretan itu kepada anda. maaf jika saya tidak sempat bertanya nama dari satu per satu siapa kaki tangan mas ibas. yang jelas, kumpulan atau gerombolan kaki tangan ini mudah dikenali. seragam dan identitas yang dilekatkan membedakan mereka. apalagi, mereka memang gemar bergerombol di mana saja. salam gerombolan. seli, kendaraan individual telah menunggu saya. [caption id="attachment_45337" align="alignnone" width="500" caption="gerombolan kaki tangan mas ibas berkerumun di depan bus khusus untuk kampanye mas ibas. semua muda, suka rela, dan tidak memiliki kepentingan apa-apa. bangga mendengarnya. siapa kira-kira orangtua yang mendidik mereka ya? (2009.wisnunugroho)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H