Mohon tunggu...
Wisnu Nugroho
Wisnu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis -

mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Mana Posisi Tentara?

1 Desember 2009   15:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:07 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sore tadi dengan sepeda lipat yang selama ini saya tunggangi ke mana-mana selama di jogja, saya melintasi jalan malioboro yang terkenal itu. bukan soal warung lesehan yang mulai buka sore itu atau soal pedagang batik yang menjamur dan tengah menikmati rejekinya yang hendak saya ceritakan. saat melintas di jalan malioboro selepas jalan pasar kembang, mata saya tertuju pada mural yang dipasang memanjang. selain dikenal sebagai kota pelajar, kota gudeg, kota budaya, dan kota yang diidentikkan dengan jalan maliboro-nya, jogja juga dikenal sebagai kota mural. dan, sore itu di jalan malioboro, mata saya tertuju pada lembar demi lembar tripleks tempat mural dilukis. temanya menarik karena muncul dari keprihatinan petinggi tentara di jogja yaitu panglima besar jenderal sudirman. sudirman dipilih sebagai tema mural karena keprihatinan lebih terkenalnya che guevara dan fidel castro di kalangan anak muda di jogja. dari sekian banyak mural yang panjangnya sampai ujung gedung agung, saya tertarik dengan satu mural dengan pesan, "yang sakit adalah sudirman, panglima tidak pernah sakit." pesan dalam mural itu menarik ingatan saya pada tulisan mas sukardi rinakit yang menurut saya tepat saat menceritakan bagimana gerakan besar reformasi 1998 membawa hasil. saat masih di jalan, kesadaran seperti yang ditulis mas kardi memang tidak ada di benak saya. seperti kebanyakan mahasiswa yang turun ke jalan, tujuan kami tunggal menurunkan soeharto tanpa tahu banyak strategi untuknya. tidak heran juga ketika itu kami banyak ditunggangi. mas kardi menulis dan kemudian saya amini, sejarah politik indoensia mencatat, keberhasilan sebuah gerakan apa pun namanya tidak boleh melupakan peran tentara dan penguasa. sejauh ini, mas kardi belum melihat tentara dan pengusaha belum mau terlibat memberikan dukungan kepada para aktivis dan mahasiswa. tanpa dukungan keduanya, daya tahan demonstran biasanya tidak panjang. begitu catatan mas kardi. untuk sementara saya sepakat. kecuali memang indonesia sedang ingin membuat sejarahnya dan tidak ingin hanya mengulang-ulang sejarahnya. menurut anda, di tengah gegap gempita ini, di mana posisi tentara? untuk merenungkannya, saya punya foto untuk anda. salam dari jogja [caption id="attachment_32047" align="alignnone" width="500" caption="pak hendarman, pak djoko santoso, dan pak behade di kantor pak beye setelah rapat kabinet (2009.wisnunugroho)"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun