Mohon tunggu...
Wisnu Nugroho
Wisnu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis -

mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting

Selanjutnya

Tutup

Politik

Open House di Tahun Politik

3 Oktober 2008   00:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:25 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_56" align="alignleft" width="300" caption="null"][/caption] Tradisi membuka rumah (open house) memang sudah berlangsung lama di negeri ini. Di kampung-kampung yang warganya rukun dan hidupnya berdampingan, rumah tetua kampung menjadi tujuan semua warga usai shalat Idul Fitri. Selain sebagai ungkapan hormat, kedatangan ke rumah tetua kampung dirasa efisien untuk saling memberi maaf tanpa harus mengunjungi satuper satu rumah tetangga. Di Istana Negara Jakarta, tradisi open house juga sudah berlangsung sejak era Presiden Soekarno. Tradisi itu tiap tahun dijalankan dengan perbaikan pelaksanaan untuk kenyamanan rakyat yang berduyun-duyun datang dari berbagai daerah untuk menjabat tangan Presiden dan keluarganya. Open house juga dilakukan para pejabat lain. Selama Yudhoyono menjadi Presiden dan tinggal di Istana Kepresidenan, Jakarta, sudah empat kali tradisi open house digelar. Selain membuka rumahnya di Istana Negara pada hari lebaran pertama, Yudhoyono dan anggota keluarga juga membuka rumahnya di Puri Cikeas Indah, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat pada hari lebaran kedua. Tahun 2008 yang disebut-sebut sebagai tahun politik, tradisi itu digelar dengan hadirnya banyak perubahan. Perubahan adalah janji kampanye Pemilu 2004 yang disampaikan Yudhoyono dan akan diulangi untuk disempurnakan dalam kampanye Pemilu 2009. Apa saja perubahan yang terlihat nyata? Tahun keempat open house, anggota keluarga Yudhoyono bertambah dengan hadirnya Almira Tunggadewo Yudhoyono. Almira adalah cucu pertama Yudhoyono anak dari Kapten Agus Harimurti Yudhoyono dan Annisa Larasati Pohan. Tangis bayi yang belum genap dua bulan usianya ini mewarnai kehangatan acara sungkeman keluarga. Perubahan lain dalam tahun keempat Yudhoyono adalah kehadiran mantan Presiden KHAbdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kerap berseberangan dengan Presiden. Gus Dur adalah tamu pertama Istana mendahului rombongan besar keluarga Wapres Jusuf Kalla. Kehadiran Gus Dur menyita perhatian karena selama ini amat jarang melihat para mantan Presiden dan Presiden akur. Gus Dur juga tamu Istana yang hampir selalu hadir saat peringatan detik-detik Proklamasi kemerdekaan di halaman Istana Merdeka. Gus Dur membedakan betul masalah pribadi, politik, dan pandangan dengan masalah kenegaraan yang menurutnya melampaui perbedaan. Kejutan kehadiran Gus Dur dimaknai "mak comblang" SBY-JK, Rachmat Witoelar sebagai bentuk dukungan kepada pemerintahan yang ingin melanjutkan kekuasaannya lewat Pemilu 2009. Di tempat yang sama di Istana Negara, tiga hari sebelum open house, Yudhoyono menyatakan akan maju lagi dalam Pilpres 2009 dan sangat mungkin menggandeng Kalla. Perubahan lain, open house di Istana Negara yang didatangi sekitar 4.000 warga diperpanjang dua jam lamanya dari jadwal selesai pukul 18.00. Lima menit menjelang penutupan, Yudhoyono dan keluarga keluar Istana Negara. Warga diminta bersilaturahmi di Cikeas esok harinya, tetapi karena desakan sekitar 1.000 warga yang tersisa, Yudhoyono tak kuasa. "Baik, open house akan dilanjutkan setelah shalat magrib," ujar Yudhoyono menenangkan warga yang sudah lelah karena berjam-jam mengantre. Open house di Cikeas hari berikutnya tidak kalah ramainya. Acara yang dibuka pukul 11.00, sudah disesaki warga sejak pukul 09.00. Menghindari tragedi zakat Pasuruhan, antrean diputar lebih jauh sekitar 500 meter dari Puri Cikeas Indah. Tamu pun dibatasi per rombongan sehingga kepadatan terhindarkan dan aneka macam menu makan siang bisa dinikmati secara nyaman tanpa rebutan. Untuk open house di Istana Negara dan Cikeas, tampak menonjol iring-iringan tuna netra dan penyandang cacat fisik lainnya. Mereka datang beriring-iringan dari berbagai daerah karena harapan akan dapat bonus lebaran. Presiden memang menganggarkan uang Rp 250.000-Rp 1.000.000 untuk masing-masing dari mereka. "Saya datang dari Cianjur bersama dua teman saya khusus ke Cikeas," ujar Ujang (36) yang berjalan bergandeng-gandengan dengan sesama tuna netra lainnya. Meskipun tidak pertama-tama mengharapkan bonus lebaran dari Presiden, bonus itu disyukuri Ujang untuk bekal kembali pulang dan membawa hadiah lebaran untuk anaknya. Sama seperti di Istana Negara, open house di Cikeas juga diperpanjang lantaran masih adanya rakyat yang berdatangan. Di tahun politik, mengecewakan rakyat adalah hal yang pantang dilakukan. Apalagi, niat untuk maju kembali dalam Pemilu 2009 sudah dinyatakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun