Mohon tunggu...
Wisnu Mustafa
Wisnu Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

pencari cinta

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Nino, Maafkan Ayah

19 Oktober 2013   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:19 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wisnu Mustafa (No.167)

“Rafliiii kamu bawa apa itu nak? tanya ibu setengah berteriak. Langkah Rafli terhenti di pintu samping rumah.

“Ehini bu, ehh anak kucing”, jawabnyadengan gugup.

Ibu datangmenghampiri, diperhatikannya Rafli dari ujung rambut sampai ujung kaki. Baju sekolahnya kotor oleh tanah merah, sepatunya basah. Ditangannya seekor anak kucing tampak menggigil kedinginan,. Anak kucing berwarna hitam itu tampak merana, hidungnya tampak basah dan sebelah matanya buta.

“Untuk apa kamu bawa anak kucing buruk rupa itu pulang nak? Kamu mau pelihara?”, Rafli diam tertunduk.

“Aku kasihan, tadi sepulang sekolah kulihat dia ada dalam solokan didepan sana. Kasihan bu, sepertinya dia lapar. Aku hanya mau menolongnya saja”, jawab Rafli.

“Boleh aku pelihara ya bu….? Plisssss……….”

Ibu tertegun sejenak, Sorot mata Rafli begitu menghiba,

“Bu, plisss ya bu…….”

Ibu menarik nafas panjang, kemarahan ibu perlahan sirna. “Baik, kamu boleh pelihara anak kucing ini tapi ingat, kamu harus bertanggung jawab mengurusnya. Pertama. Dia harus diberi makan,dimandikan biar bersih, dan terutama kotorannya. Ayah pasti marah kalau kucing ini nanti buang kotoran dimana-mana”.

“Ya bu. aku janji akan mengurusnya”, jawab Rafli bersemangat.

“Sekarang kamu mandi sana, setelah itu makan!”

“Ya, bu…”

Sore hari, kondisi anak kucing itu tampak memburuk, beberapa kali dia tampak bersin. Rafli duduk tak pernah jauh dari anak kucing tersebut.

Ibu yang sedang mengangkat jemuran dibelakang rumah tertegun.

“Rafli, kamu masih disitu, ibu kira kamu sudah tidur”.

“Bu, anak kucing ini sepertinya sakit”

Ibu datang menghampiri, dilihatnya anak kucing tersebut, mengeong lemah.

“ iya sepertinya dia sakit , nak"

“Kita bawa ke dokterlangganan kita saja ya bu?”

“He he he kalau hewan sakit harus dibawa ke dokter hewan nak? “

“Oh kalau dokter Yahya yang didepan sana ngak bisa ya bu? “

Ibu tersenyum,“ya ngak bisa lah, kita bawa ke dokter hewanyang dekat kantor ayah saja ya.”

****

[caption id="attachment_272831" align="aligncenter" width="609" caption="dok.pribadi"][/caption]

Waktu berlalu, tak terasa sudah hampir satu tahun Nino tinggal dirumah Rafli.Sudah tak terlihat lagi Nino yang dulu, sekarang tubuhnya besar dengan bulu berwara hitam mengkilap. Sejak kehadirannya, tak satupun tikus yang berani masuk kedalam rumah. Kucing-kucing liar pun segera diusirnya pergi jika masuk kedalam rumah. Dibalik sosoknya yang tampak seram, nino sangat jinak dan manja. Setiap hari, Nino menyambut Rafli pulang dari sekolah.

“Meong meong meong, Nino menggosok-gosokan kepalanya ke kaki Rafli. Kehadiran Nino membuat semua gembira. Ada-ada saja tingkahnya yang membuat mereka tertawa. Ayah yang semula tidak setuju pun akhirnya merasa terhibur juga dengan kehadiran nino.

*****

Rafli dan keluarganya baru saja tiba sepulang berbelanja ke mall, ketika Nino muncul dari dalam rumah dengan kondisi yang menyeramkan. mulutnya tampak penuh darah, kuku-kuku jarinya juga tampak meninggalkan bercak darah diatas lantai.

Mulutnya tak hentiberbunyi,“meong, meong, meong…………..”, seolah ada sesuatu yang ingin dikatakannya.

Ayah bergegas ke teras belakang rumah. Disana tampak olehnya, Kaka tua kesayangannya tergantung lemah pada sangkar ikatnya. Bulunya bertebaran dimana-mana.

Ayah rafli seketika emosi, diambilnya ranting pohon.

“Ninooo ……Ninooooo……….”

Nino datang dengan tatapan tak mengertimelihat kemarahan pada sorot mata ayah Rafli.

Belum lagii Nino sempat berfkir akan apa yang terjadi, sebuah pukulan segera mengenai tubuhnya. buukk …bukkkbukk ….

Nino menjerit kesakitan,“meonggggg……….meonnggg………”

“Ayah … jangan yah, ayah jangannnnn, kasihan Nino”, teriak Rafli. Tapiemosi ayah tampaknya sudah tak terkendali, sebuah pukulan kembali mengenai Nino.

“meongggggg………” Nino menjerit keras

“Ninooo larii ………lariiii nino lariiiii……!”, teriak Rafli dengan cemas, butiran air mata sudah tampak di matanya. Nino melihat ke Rafli masih tak mengerti dengan apa yang terjadi, dia pun segera melompat lari keatas genteng.

“Meong…. Meongg…. Meong….. serunya lirih

“Kucing brengsekkkk”

“Pergi kau dari sini………..!”

Sebuah ranting kayu masih saja dilemparkan ayah Rafli kearah Nino.Nino mengelak dan segera lari meninggalkan rumah yang sudah dianggapnya sebagi rumahnya sendiri. Air mata nya becucuran disepanjangjalan yang dilaluinya. Didekat sebuah sungai, Nino menangis meratapi nasibnya Terbayang kejadian yang baru saja dialaminya.

Minggu pagi Nino tinggal sendiri dirumah, ayah, ibu dan Rafli pergi ke mall. Ketika itu dia baru saja selesai makan ketika di dengarnya, Kaka tua berteraik-teriak di belakang rumah.

“Kekkkkk keek keekkkk …………Ninoo tolong, tolong aku………..” Kaka tua berteraik kesakitan.

Dilihatnya seekormusang sedang mengigit sayap Kaka tua. Kaka tua berontak sekuat tenaga hingga bulu-bulunya rontok. Dengan sebelah kaki yang terikat pada rantai besi sangkar, Kakatua tidak berdaya menghadapi gigitan musang. Darah mulai mengucur dari lukanya.

Seketika Nino melompat sekuat tenaga menerkan musang tersebut. Terjadi perkelahian yang sangat seru hingga akhirnya Nino berhasil mengigit leher musang tersebut hingga mati.

“Sungguh aku tak mengerti, mengapa ayah Rafli beitu marah, padahal aku hanya ingin menolong kaka tua, katanya dalam hati…”

********

Dirumah Rafli, Kakatua baru saja selesai diobati, sayapnya bedarah namun tidak terlampau parah. Ayah kembali ke belakang menaruh Kakatua dalam sangkar besi yang tertutup. Tiba-tiba matanya tertuju pada sosok hewan berbulu kehitaman dibawah pohonjambu. Dihampirinya hewan yang tampak sudah tak bernyawa tersebut. Bangkai seekor musang tampak tergeletak dengan leher nyaris putus. Darahnya masih tampak segar meskipun sudah agak mengering. Seketika ayah tertegun, pikirannya langsung mengarah ke Nino.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun