Mohon tunggu...
Wisnu Hendra
Wisnu Hendra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kebetulan bisa menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Serangga Ini Terpaksa Mengubah Warnanya karena Ulah Manusia

11 November 2024   13:00 Diperbarui: 11 November 2024   13:05 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seekor serangga asli Selandia Baru, stonefly berekor panjang (Zelandoperla), menunjukkan perubahan warna yang tak terduga di area hutan yang telah dibabat, menandai contoh evolusi yang dipicu oleh manusia. 

Serangga ini, yang dulu meniru penampilan stonefly beracun bernama Austroperla, kini berkembang dengan warna berbeda di daerah-daerah tertentu.

Sebelumnya, Zelandoperla memiliki strategi bertahan hidup yang cerdik dengan meniru warna gelap ebony dari Austroperla, seekor stonefly beracun yang menghasilkan sianida untuk mengusir predator burung. 

Penyamaran ini efektif karena burung pada umumnya menghindari kedua spesies tersebut, tidak dapat membedakan antara Austroperla yang beracun dan tiruannya. Namun, Austroperla yang hidup di hutan dan memakan dedaunan serta kayu di aliran sungai, kini semakin jarang ditemui di area deforestasi, mendorong Zelandoperla meninggalkan teknik penyamaran ini karena tidak lagi dibutuhkan.

"Sejak hutan mulai hilang, spesies beracun juga turut menghilang dari daerah ini," jelas zoologis Jon Waters, mengutip Science Alert, Senin (11/11/2024). 

"Akibatnya, Zelandoperla di area deforestasi kini berevolusi dengan warna berbeda karena tidak lagi perlu meniru." Tambahnya.

Dalam studi yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Otago, kombinasi observasi lapangan, eksperimen predasi, dan pemetaan genetik menunjukkan bagaimana Zelandoperla merespons perubahan lingkungan ini. 

Eksperimen mereka menunjukkan bahwa di area berhutan, predator menghindari baik tiruan maupun spesies beracun aslinya. Namun, di area yang telah dibabat, selain tingkat predasi yang berkurang secara keseluruhan, predator juga cenderung menghindari stonefly berwarna lebih terang dibandingkan yang berwarna ebony.

Penggundulan hutan di bagian selatan Selandia Baru, yang semakin intensif sejak kedatangan pemukim Eropa pada 1800-an, telah berdampak besar pada ekologi wilayah tersebut, mengganggu interaksi kuno antar spesies. 

Namun demikian, studi  menunjukkan bahwa beberapa populasi mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. 

"Populasi yang terpisah menunjukkan perubahan serupa sebagai respons terhadap deforestasi, menunjukkan bahwa evolusi terkadang dapat menjadi proses yang dapat diprediksi." Zoologis Graham McCulloch menambahkan. 

Di berbagai daerah yang telah mengalami deforestasi, populasi Zelandoperla secara konsisten menjauh dari warna gelapnya, suatu tren yang sejalan dengan berkurangnya kehadiran Austroperla dan burung di wilayah tersebut. 

Adaptasi ini menekankan ketahanan beberapa spesies, bahkan di tengah perubahan lingkungan yang drastis akibat aktivitas manusia.

Penemuan ini menyoroti "potensi populasi untuk beradaptasi dengan cepat setelah perubahan lingkungan yang mendadak," tulis para peneliti, menunjukkan bahwa meskipun tindakan manusia terus mengubah ekosistem, beberapa spesies mampu memberikan respons evolusi yang sangat cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun