Mohon tunggu...
a.wisnubroto
a.wisnubroto Mohon Tunggu... Administrasi - tukang masak di RM Supertelur Taliroso

tukang masak yang hobi berkebun, olah raga, bepergian dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berdikari dengan Berkebun

2 Agustus 2019   23:45 Diperbarui: 3 Agustus 2019   00:26 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pisang Ambon hasil panen dari kebun (dok. pribadi)

Supertelur, 31/7/2019. Kesalahan yang membawa saya kepada hobi berkebun. Tahun 2008 saya membeli bonsai impor jenis beringin kimeng (ficus microcarpa) melalui seorang pedagang di Jakarta. Saya tertarik membeli bonsai impor selain bagus menurut penilaian saya dan prestise kalau dapat memilikinya. Belakangan baru tahu kalau apa yang saya lakukan itu adalah sebuah kesalahan yang fatal.

Jamak dilakukan para penghobi bonsai di Indonesia membeli pohon impor sejak puluhan tahun yang lalu saat bonsai mulai dikenal di Indonesia. Memiliki bonsai impor adalah gengsi tersendiri selain itu apabila diikutkan lomba, bonsai impor menempati tempat terhormat dimata para juri lomba.

Oleh karena itu, meski mahal penghobi bonsai tetap beramai-ramai melakukan pembelian bonsai impor pada saat itu. Taiwan, Cina dan Jepang adalah negara-negara yang menjual bonsai ke penghobi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Ketiga negara tersebut saling bersaing menjadikan bonsai sebagai komoditas ekspor mereka.

Konsekuensinya sangat mahal dengan membeli bonsai impor, kita harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendapatkan bonsai tersebut, perawatan harus ekstra karena jenis pohon belum adaptif terhadap iklim tropis di negara Indonesia dan tentu mematikan potensi tanaman bonsai di tanah air.

Rasanya pengorbanan itu taksebanding dengan kebangganaan memiliki bonsai impor tersebut. Ditambah lagi ternyata membeli bonsai impor, berarti kita ikut andil memperdalam devisit neraca perdagangan nasional.

Ratusan jenis pohon yang bisa dibuat bonsai di Indonesia mulai dari jenis ficus ada beringin (ficus benjamina), preh (ficus retusa), loa (ficus glomerata) dan amplas (ficus amplas) dan masih banyak jenis ficus lainnya yang memang menjadi ciri khas tanaman tropis. Jenis lainnya masih banyak misalnya asam jawa (tamarindus indica), cemara udang (casuarina equisetifolia), santigi (pemphis acidula), sisir (maclura cochinchinensis).

Itu hanya sebagian dari ratusan jenis pohon di Indonesia yang dapat dijadikan bonsai, jenis lainnya lebih banyak lagi. Ada potensi yang sangat besar di negara tropis seperti Indonesia, jenis pohon yang lebih variatif dan kemampuan tumbuh lebih baik karena memikliki intensitas cahaya matahari yang lebih banyak di bandingkan negara-negara pengekspor bonsai seperti di atas.

Kebun  Bonsai dan Buah
Kebun  Bonsai dan Buah
Atas berbagai pertimbangan seperti di atas, pada tahun 2010 saya memutuskan untuk membudidayakan bonsai di lahan/kebun samping rumah yang kami miliki, kurang lebih sekitar 700 meter persegi luasnya. Saya mulai menanam, tanaman bahan bonsai yang banyak digemari oleh para penghobi, jenis ficus, asam jawa (tamarindus indica) , cemara udang (casuarinas equisetifolia) dan jenis pohon impor seperti berbagai jenis cemara (juniperus var.), kemuning Jepang (muraya paninculata), anggur Brasil/kupalandak (jaboticaba), lohansung (podocarpus macrophillus), waru Taiwan (hibiscus tiliaceus) dan jenis lainnya. 

Karena tanaman bonsai membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai bentuk ideal dan layak jual maka di samping tanaman bonsai saya menanaminya dengan berbagai jenis buah-buahan antara lain: durian (durio zibethinus), papaya (carica papaya), alpukat (persea Americana), pisang (musaceae) dan jeruk nipis (citrus x aurantiifolia). Untuk mencukupi pupuknya, saya memelihara beberapa ekor kambing yang saya manfaatkan kotorannya sebagai pupuk organik.

Pepaya sedang berbuah (dok. pribadi)
Pepaya sedang berbuah (dok. pribadi)

Awalnya sangat berat, karena saya tidak memiliki ilmu maupun ketrampilan dalam hal budidaya tanaman buah-buahan, selain itu kesibukan saya sebagai pegawai dan kegiatan wiraswasta yang lainnya susah rasanya menyisihkan waktu. Tetapi semacam ada keinginan yang sangat besar untuk bisa mewujudkan memiliki kebun yang didalamnya ada tanaman bonsai, buah-buahan dan binatang piaraan dan pelan-pelan keinginan itu saya wujudkan.

Karena kurang ilmu, pada tahap awal banyak pohon saya yang mati penyebabnya banyak; terlalu lembab, jenis tanamannya tidak cocok, hama dan penyakit dan banyak lagi. Pun dengan ternak kambing saya, 5 ekor kambing saya mati dalam kurun 2 bulan ada yang keracunan makanan, kembung, mencret, terserang kurab atau scabies dan penyakit lainnya. Terbayang kegagalan dan ingin berhenti berkebun saat itu.

Dari beberapa pohon dan kambing yang tersisa, saya putuskan untuk merawat dan melanjutkannya, saya belajar dari banyak hal; buku, internet, pameran agribisnis, tokoh pertanian maupun pada orang-orang yang lebih dulu menekuni bidang itu.

Durian berbuah 2 kali, Bulan Mei dan Oktober (dok. pribadi)
Durian berbuah 2 kali, Bulan Mei dan Oktober (dok. pribadi)
Sambil terus belajar, beberapa event pameran bonsai lokal, nasional maupun internasional saya ikuti. Media sosial menjadi sarana efektiv mempromosikan kegiatan dan mengenalkan produk yang saya miliki. Pelan tapi pasti, 5 tahun berselang aktivitas berkebun saya mulai menunjukan hasilnya. Saya mulai menjual hasil bonsai budidaya, jasa perawatan taman, pembentukan bonsai juga mulai jalan.

Entah sudah berapa bonsai kami terjual tetapi saya tak pernah lupa dengan karya bonsai yang satu ini. Ya, cemara Sargenti (juniperus sargentii) di negara asalnya Jepang namanya juniperus shimpaku adalah satu jenis tanaman paling langka dan paling optimal di jadikan bonsai. Bahkan di Jepang, jenis ini sangat dikeramatkan selain sudah sangat jarang ditemukan di alam, pertumbuhannya relative lambat dibandingkan dengan tanaman lainnya. 

Bonsai Juniperus Sargentii hasil kebun tak kalah dengan bonsai impor (dok. pribadi)
Bonsai Juniperus Sargentii hasil kebun tak kalah dengan bonsai impor (dok. pribadi)

Juniperus sargentii, di tempat saya sangat subur, sama dengan pertumbuhan pohon jenis lainnya mungkin karena intensitas sinar matahari lebih banyak dibandingkan di negara asalnya Jepang. Di pameran bonsai International Bonsai Art & Culture Biennale di Yogyakarta tahun 2014 karya saya mendapatkan apresiasi dari banyak kalangan dan bonsai sargentii tersebut diboyong ke salah satu kolektor bonsai terbaik di Nusantara. Bangga saya, ini menjadi tonggak titik balik saya untuk lebih menekuni aktivitas berkebun.

Dua kali saya mendapat undangan dari semacam Dinas Pertanian di Jepang untuk berbagi informasi tentang budidaya bonsai khususnya varietas juniperus sargentii, namun saya belum memenuhinya karena belum bisa meluangkan waktu untuk itu, tidak bisa meninggalkan pekerjaan kantor. 

Pohon buah-buahan yang saya tanam juga mulai berbuah, pepaya tak kenal musim, tiap hari selalu ada pepaya hasil kebun di meja hidangan kami, pun dengan pisang berbagai jenis tak pernah berhenti memberikan buah terbaiknya dan tentu yang sangat membanggakan adalah durian.

Saya memilih pepaya dan pisang untuk dibudidayakan, karena tak kenal musim, bibitnya mudah, pepaya dibuat dari biji buah yang masak sementara pohon pisang selalu meninggalkan rumpun anak jika ia sudah berbuah. Durian adalah buah favorit keluarga kami, kalau musim durian kami membelinya di pinggir jalan, jika musim durian belum datang supermarketlah tempat kami membeli. Tentu lebih mahal karena di supermarket, buah durian yang ditawarkan adalah produk impor. 

Pisang Ambon hasil panen dari kebun (dok. pribadi)
Pisang Ambon hasil panen dari kebun (dok. pribadi)

Saat ini takpernah lagi kami membeli durian impor, di kebun pohon durian kami berbuah 2 kali dalam satu tahun, ada yang bulan Mei dan ada pohon yang berbuah di bulan Oktober. Belum sempat menjualnya ke pedagang, durian hasil kebun habis dikonsumsi sendiri dan di bagikan ke saudara maupun tetangga terdekat.

Namun kami bersyukur, tak pernah lagi kami membeli durian di luar. Hanya kelapa, papaya dan pisang yang dibeli oleh pedagang, mereka datang saat buah-buahan itu siap untuk dipanen. Lumayan untuk menambah penghasilan di rumah. 

Bonsai hasil kebun penghias rumah (dok. pribadi)
Bonsai hasil kebun penghias rumah (dok. pribadi)

Kambing kami sudah tak ada yang mati lagi, saya persiapkan makanan hijauan ternak di pagar kebun kami, mulai dari kaliandra (calliandra), indigofera (indigofera tinctoria), singkong karet (Manihot glaziovii M.A.), kleresede (Gliricidia sepium) dan jenis pohon lainnya. Kambingnya sehat, gemuk-gemuk, kotorannya banyak sehingga stok pupuk untuk tanaman saya berlimpah. Tanaman kamipun subur-subur dengan pupuk kandang itu tanpa saya harus mengeluarkan uang untuk membelinya.

Menjelang Hari Raya Idul Adha adalah kegembiraan untuk para peternak kambing, pun saya, beberapa kambing jantan saya laku dibeli oleh pedagang tentu dengan harga yang relative lebih baik jika dibandingkan dijual di waktu yang lain.

Bonsai hasil kebun mejeng di Pameran Nasional (dok. pribadi)
Bonsai hasil kebun mejeng di Pameran Nasional (dok. pribadi)

Keluarga mulai mendukung saya, sekarang mereka mau menyisihakan waktu untuk sekedar menyiram pohon, mencabut rumput liar maupun menyapu kebun. Anak-anak sudah terbiasa hidup sebagai kegiatan bertani dan beternak kecil-kecilan, mereka tak sungkan untuk memberi makan kambing, membersihkan kandang, memandikannya bahkan memberi susu untuk kambing-kambing kecil kami. Setiap hari kami bergembira di kebun, kebun menjadi tempat rekreasi terdekat, murah dan menghasilkan bagi keluarga kami.

Tentu agak susah bagi saya untuk menghubungkan aktivitas berkebun kami dengan tema "Inilah Caraku Berpartisipasi Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan".

Namun dari kegiatan ini, kami memberoleh berbagai manfaat: pengeluaran kami berkurang untuk membeli buah-buahan, dapat penghasilan tambahan dari menjual hasil kebun dan yang paling penting adalah membatasi teman-teman penghobi bonsai untuk mengulangi kesalahan saya waktu itu yakni membeli bonsai impor karena di kebun kami bonsai jenis dan kualitas impor sudah ada. Kita bisa berdikari dari berkebun, asal kita mau. (AWB)

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun