Berdampak Pada ekonomi :
Jika menarik benang merah dari apa yang dijelaskan oleh Dirjen Kemenhub, jelas mengundang pertanyaan dikalangan masyarakat, khususnya masyarakat yang sering menggunakan transportasi udara.
Karena penjelasan Dirjen Kemenhub tidak sesuai dengan fakta yang ada dilapangan. Kenaikan tiket pesawat pada maskapai pemerbangan dalam negeri sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2018. Bukan sejak Januari atau Pebruari 2019.
Lantas jika hal tersebut adalah hal yang biasa terjadi ditanah air, tentu menimbulkan pertanyaan pula, kenapa hal serupa juga tidak terjadi terhadap maskapai penerbangan luar negeri?. Disaat tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri melambung tinggi, kenapa maskapai penerbangan luar negeri malah memberlakukan harga tiket pesawatnya dengan harga standar yang dapat digapai oleh masyarakat Indonesia.
Salah satu buktinya dimana lebih murah tiket pesawat Banda Aceh via Kuala Lumpur menuju Jakarta, ketimbang Banda Aceh atau Medan ke Jakarta. Dari contoh ini bisa ditarik kesimpulan bahwa apa yang dikatakan oleh Dirjen Kemenhub tersebut tidak relevan dengan fakta yang terjadi dilapangan.
Jika persoalan tingginya harga tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri adalah hal yang biasa, alangkah naibnyalah Presiden Jokowi merasa kaget dengan tingginya harga tiket pesawat itu. Apa lagi itu adalah hal yang biasa.
Tentu bagi Presiden dan masyarakat mengenai tingginya harga tiket pesawat adalah hal yang luar biasa, sehingga Presiden begitu menerima laporan tentang tingginya harga tiket pesawat dari Ketua PHRI merasa terkaget kaget.
Dan ironisnya, kenaikan harga tiket pesawat itu bukan saja berdampak terhadap prekonomian masyarakat yang menggunakan transportasi udara, tapi juga berdampak terhadap prekonomian nasional.
Akibat dari tingginya harga tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri, tentu mempengaruhi terhadap kunjungan wisatawan local/dalam negeri ketempat tempat daerah wisata yang ada di Indonesia. Dan hal itu tentu dampaknya bermuaral pula terhadap sepinya hunian hotel dan restoran didaerah daerah parawisata ditanah air.
Untuk itu Presiden dihimbau untuk lebih tegas memberikan teguran kepada bawahannya yang memberikan laporan apa yang sedang terjadi ditanah air, yang hanya memberikan laporan bersipat ABS.
Jika laporan yang disampaikan kepada Presiden sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan, bukan bersipat ABS, tentu Presiden Jokowi tidak akan merasa kaget begitu menerima laporan dari Ketua PHRI tentang tingginya harga tiket maskapai penerbangan dalam nenegri. Berarti ada yang tidak beres dari pekerjaan bawahan Presiden. Dan ini perlu untuk dibenahi dan menjadi perhatian Presiden. Semoga!.