Kata Pat Gulipat, dilingkungan masyarakat Melayu pesisir, Â merupakan suatu anekdot, yang diartikan dengan istilah " Siapa cepat dia mendapat ". Konstek ini sepadan dengan adengan pada drama bisu yang diperankan oleh Setya Novanto (Setnop) Ketua non aktip DPR RI dan juga Ketua Umum DPP Partai Golkar. Dalam kasus dugaan Korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang melibatkan Ketua DPR RI non aktif Setnov.
Setnov dalam kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP, ditengarai merugikan Negara sebesar Rp 2,3 Triliun,- nampaknya kalah cepat dengan langkah yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam beberapa kasus yang sempat membelit Setnov, mulai dari Limbah beracun, sampai kepada Beras Bulog, kemudian menyusul Papa Minta Saham, dan kasus kasus lainnya yang memiliki unsure pidana, Setnov laksana seekor belut, licin dan licik dapat melepaskan diri dari jeratan hukum pidana yang membelitnya
Akan tetapi kali ini, Setnov seperti terkena batunya. Ketika KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP, Â Setnovpun memainkan langkah Pat Gulipatnya. Dengan harapan agar dirinya terlepas dari jeratan hukum KPK.
Langkah pertama yang dilakukan Setnov untuk melawan KPK, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu mengajukan permohonan praperadilan, kepengadilan negeri Jakarta Selatan. Pengajuan praperadilan itu, merupakan bentuk perlawanan Setnov terhadap KPK yang telah menetapkan dirinya sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP.
Ternyata langkah Pat Gulipat Setnov itu membuahkan hasil. Hakim tunggal Cefy Iskandar yang menyidangkan kasus nya, memenangkan praperadilan yang diajukan oleh Setnov. Dari hasil keputusan sidang praperadilan itu, Setnov dapat merasa lega, karena hasil putusan pengadilan membatalkan penetapan diri Setnov sebagai tersangka yang diberikan oleh KPK.
KPK kalah cepat dengan Setnov. Hasil keputusan praperadilan itu, kemudian melahirkan pradiksi pradiksi liar ditengah tengah masyarakat . Antara pro dan kontra. Dugaan bahwa Setnov main mata dengan hakim yang menyidangkan praperadilan itupun muncul kepermukaan, walaupun sampai saat ini tidak dapat untuk dibuktikan.
Namun tidak kalah menariknya, masyarakatpun berpendapat tentang kinerja KPK yang belakangan sering kalah dalam praperadilan. Tidaklah salah jika masyrakat meragukan kinerja KPK dalam menentapkan seseorang menjadi tersangka dengan alat bukti yang lemah. Sorotan tajampun menuju kearah KPK.
Sebagai lembaga rasuah yang ditugasi oleh Undang Undang untuk melakukan pemberantasan korupsi, lalu tidak begitu saja patah arang. KPK ingin membuktikan jika penetapan tersangka terhadap para koruptor, berdasarkan alat bukti yang sahih. Bukan alat bukti yang doib, yang tidak dapat untuk dipertanggungjawabkan secara hukum.
Belajar dari kekalahannya pada praperadilan yang dimohonkan oleh Setnov, KPK mengkaji ulang kembali tentang alat bukti yang mereka milikki. Pemanggilan terhadap Setnop untuk diperiksa, dilakukan berulang kali. Â Namun Setnov tetap mankir dari panggilan KPK. Setnov seolah olah ingin memperlihatkan kehebatannya kepada KPK.
Merasa dilecehkan oleh Setnov, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka untuk yang kedua kalinya. Sebagai tersangka kedua kalinya, Setnov tetap juga mangkir dari panggilan KPK dengan berbagai dalih dan alasan.
Akihirnya KPK, mengeluarkan surat perintah penjemputan paksa, Setnov kembali melakukan langkah Pat Gulipatnya. Sebelum ditahan oleh KPK Setnov terlebih dahulu kembali mengajukan praperadilan terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka.
Adu Cepat :
Dalam pengajuan praperadilan yang kedua, Setnov dan KPK saling adu cepat. Disinilah langkah Pat Gulipat Setnov dan KPK diuji. KPK tidak ingin kehilangan muka ditengah tengah masyarakat untuk kedua kalinya, KPK melakukan langkah cepat, memburu berkas Setnov untuk dijadikan P-21.
Sebelum sidang praperadilan digelar dipengadilan negeri Jakarta Selatan dengan hakim tunggal Kusno, KPK mengantarkan satu truk berkas Setnov kepengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Masuknya berkas Setnov kepengadilan Tipikor, membuat Setnov mulai merasa ragu terhadap hasil praperadilan yang diajukannya untuk yang kedua kalinya. Pergolakan bhatin antara Setnov dan pengacaranyapun terjadi. Kemudian berujung dengan mundurnya dua pengacara Setnov Otto Hasibuan dan Fedric Yunandi. Kasus praperadilan Setnovpun ditangani oleh pengacaranya Maqdir Ismail dan kawan kawan (dkk).
Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh saksi ahli KPK  Mahmud  Mulyadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) pada sidang praperadilan Novanto, Rabu 13 Desember 2017, mengatakan,  apa bila hakim pengadilan yang menyidangkan pokok perkara mengetok palu,  dan menyatakan sidang dibuka, dan terbuka untuk umum atau sebaliknya, walaupun dakwaan tuntutan tidak dibacakan karena tersangkanya tiba tiba sakit atau terdapat hal hal lain sehingga sidang ditunda.
Maka dengan sendirinya sidang praperadilan yang diajukan oleh tersangka dalam kasus perkara yang sama menjadi gugur. Dan itulah yang terjadi  dalam kasus Setnov. Dalam satu hari itu, Rabu 13 Desember 2017, pengadilan Tipikor menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP dengan terdakwanya Setnov.
Sedangkan pengadilan yang menyidangkan praperadilan yang diajukan oleh Setnov,  juga mengelar sidang yang kedua,  dengan mendengarkan keterangan saksi ahli yang diajukan oleh KPK dan Setnov. Baru sehari kemudian hakim memutuskan  perkara praperadilan itu, setelah terlebih dahulu mendengarkan keterangan para saksi ahli.
Drama Bisu :
Untuk mengulur waktu, agar praperadilan dapat diputus, maka Setnovpun memainkan drama bisunya dipengadilan Tipikor Jakarta. Setnov diam seribu bahasa dalam menjawab pertanyaan hakim. Sidangpun beberapa kali diskor. Setnov dan KPK masing masing berupaya. Setnov berharap sidang ditunda dan pembacaan dakwaan tuntutan juga ditunda. Sementara KPK berharap agar sidang tetap dilanjutkan sesuai dengan Agenda.
Keduanya pun tidak yakin atas keterangan yang diberikan oleh saksi ahli KPK. Karena ada dua pendapat dalam hal gugurnya praperadilan. Pendapat pertama mengatakan , apa bila hakim telah mengetok palunya membuka sidang pokok perkara, walaupun  dakwaan  tuntutan tidak sempat dibacakan, maka praperadilan menjadi gugur. Akan tetapi pendapat kedua mengatakan gugurnya praperadilan apa bila dakwaan  tuntutan pada pokok perkara dibacakan. Kedua pendapat ini memiliki celah hukum yang dapat dipersengketakan.
Kali ini KPK memenangkan langkah Pat Gulipatnya. Walaupun jalannya persidangan sempat menimbulkan persoalan. Dimana Setnov melalui kuasa hukumnya meminta agar sidang ditunda karena Setnov dalam keadaan sakit.
Permintaan itu ditanggapi oleh Jaksa KPK, dengan menghadirkan dokter KPK dan tiga doketr dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RCM) Jakarta, serta satu dokter dari perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh para dokter tersebut, Setnov dinyatakan sehat dan layak untuk mengikuti jalannya persidangan. Berpegang pada pendapat dokter tersebut mak hakim  Yanoto selaku hakim ketua, melanjutkan persidangan, dakwaan tuntutan pokok perkara dibacakan. Maka dengan sendirinya praperadilan yang diajukan oleh Setnov  menjadi gugur.
Dengan gugurnya praperadilan yang diajukan nya, Setnov tidak saja bakal menjadi penghuni hotel pradeo untuk menjalani sisa sisa hidupnya, karena kecil kemungkinan pengadilan akan membebaskan Setnov dari segala  tuduhan korupsi.
Ketua non aktif DPP Partai Golkar itu, tidak saja bakal menjadi penghuni hotel pradeo, tapi melainkan juga Setnov kehilangan terhadap kekuasaannya. Posisinya sebagai Ketua DPP Partai Golkar telah digantikan oleh Airlangga Hartato. Â Dalam rapat pengurus DPP Partai Golkar telah memutuskan, Â Airlangga Hartarto adalah vigur Ketua Umum DPP Partai Golkar untuk menggantikan Setnov. Pengesahan Airlangga Hartarto Menteri Perindustrian dikabinet Kerja Presiden Jokowi, Â hanya tinggal menunggu dilaksanakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) DPP Partai Golkar yang akan digelar dalam waktu dekat.
Terpilihnya Airlngga Hartarto sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, maka posisi Ketua DPR RI akan ditentukan berikutnya, setelah Airlangga Hartarto dilantik sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar devenitif.
Proses untuk jabatan Ketua DPR RI inipun, telah diserahkan oleh Azis Syamsudin kepada DPP Partai Golkar, karena sebelumnya Setnov sempat menulis surat yang ditujukan kepada DPP Partai Golkar agar Aziz Syamsuddin ditunjuk sebagai Ketua DPR RI. Namun surat Setnov tersebut tidak ditanggapi oleh para pengurus harian DPP Partai Golkar.
Gugurnya praperadilan yang diajukan oleh Setnov, membuat KPK menang satu langkah dalam langkah Pat Gulipat yang dimainkan oleh Setnov. Lalu bagaimana ending akhir dari kasus keterlibat Setnov, dalam perkara dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP ini?. Apakah Setnov dapat lolos dari palu hakim, walaupun kecil kemungkinan terjadi. Akan tetapi jika mengingat kelicikan dan kepiawaian Setnov dalam meloloskan diri dari kasus kasus pidana yang menjeratnya. Hanya waktulah yang dapat untuk menjawabnya.
Tanjungbalai, 15 Desember 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H