Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Jokowi dan Megawati Juga Sebut Pribumi, Begitu Aja Kok Repot

18 Oktober 2017   14:17 Diperbarui: 18 Oktober 2017   14:25 1761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Pidato pertama Anies Baswedan setelah dilantik menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, menjadi viral dan mendapat kecaman dari berbagai kalangan dimedia social dan  para nitizen didunia maya.

            Isi pidato yang menjadi kecaman para nitizen didunia maya itu, Anies mengatakan Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat. Selama ratusan tahun. Ditempat lain penjajahan mungkin terasa jauh. Tapi di Jakarta, bagi orang orang Jakarta itu kolonialisme didepan mata. Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka, janji janji harus dilunaskan. Dulu kita semua, pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya kita jadi tuan rumah dinegeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan dalam pepatah Madura itik telor, ayam singerami (itik yang bertelor ayam yang mengerami).

            Penggalan isi pidato Anies inilah yang menjadi permasalahan bagi sebahagian orang. Karena Anies menyebut kata Pribumi. Istilah pribumi yang dipakai Anies dianggap dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Tapi jika melihat konstek dari isi pidato tersebut, sebenarnya tidak ada yang salah untuk dipermasalahkan. Kata Pribumi yang dipakai oleh Anies adalah dalam konstek ketika negeri ini dijajah oleh Belanda.

            Lantas kenapa isi pidato Anies menjadi dipermasalahkan, berbagai keritikan dan kecaman berselancar didunia maya?. Inilah kerjaan dari orang orang yang tidak mempunyai pekerjaan lain, selain dari pada mengubar fitnah. Kalau dalam bahasa agamanya Ghibah. Menebar ghibah adalah perbuatan dosa.

 Pada hal jika kita mau jujur, masih banyak persoalan dinegeri ini yang perlu untuk dibahas. Salah satu adalah masalah korupsi yang semakin massif dinegera Indonesia. Yang melibatkan para pejabat, Aparatur Negara, intitusi dan kelembagaan. Kenapa hal ini seperti terabaikan. Apakah karena jika membahas hal yang seperti ini tidak menjadikan kita hebat, atau kurang menarik, makanya pembahasan tentang korupsi kita anggap angin lalu, pada hal korupsi telah membuat kita sebagai bangsa Indonesia menderita.

Ada lagi yang perlu untuk dibahas, hal yang paling menyakitkah hati, ketika terjadi bencana, para pejabat Negara datang berkunjung, mereka masih menyempatkan diri untuk tertawa dan tersenyum, cium pipi kiri cium pipi kanan (Cepika Cepiki) dalam bahasa gaulnya. Pada hal yang mereka datangi dan yang mereka lihat , adalah anak bangsanya yang merasa berduka karena ditimpa musibah. Hal inipun lalai dari pembahasan kita.

Lantas ketika Presiden Jokowi pernah menggunakan istilah pribumi saat berbicara tentang lapangan kerja, dan ketika Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarno Putri juga pernah menggunakan istilah pribumi dalam pidatonya tentang pendidikan pribumi. Apakah istilah pribumi yang dipakai oleh Presiden Jokowi dan Ketua umum PDIP ini ingin memecah belah bangsa? Lalu kenapa kita tidak meributkannya, sama ributnya dengan kata pribumi yang dipinjam oleh Anies dalam pidatonya itu.

Kalau pidato Jokowi dan Megawati yang sama sama meminjam istilah pribumi tidak dianggap sebagai memecah belah bangsa. Kenapa pidato Anies yang juga memakai istilah pribumi dianggap untuk memecah belah bangsa? Dimanakah letak perbedaannya? Tentu tidak ada perbedaanya, karena ketiga tiganya adalah vigor public sama sama tokoh dimata masyarakat. Jika membanding dari apa yang disampaikan oleh ketiga tokoh itu tidak seharusnya dijadikan kontraversi.

Pribumi Non Pribumi :

Berbicara tentang Pribumi, tentu kita juga harus berbicara tentang non pribumi. Siapakah yang sebenarnya Pribumi dan siapa yang non pribumi. Sedangkan di Indonesia ada beberapa ragam jenis manusia, mulai dari suku Jawa, Papua, Aceh, Sumatera , Cina, Arab, Eropah, India dan lain sebagainya. Mulai dari kulit sawo matang, hitam keling, sampai kepada yang berwarna putih.

Menurut Peneliti Eijkman institute Prof Herawati mengatakan, perbedaan fisik diakibatkan oleh karena adanya percampuran genetic yang terjadi ditubuh manusia. Peristiwa ini berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu dari sejumlah gelombang migrasi.

Gelombang migrasi bermula dari Afrika, yang kemudian menyebar keberbagai daerah dimana Indonesia belum terbentuk.  Dimana Kalimantan, Jawa dan Sumatera masih menjadi dataran luas yang disebut Sundaland. Kemudian Wallacea yang menjadi daerah daerah sendiri yang kini dikenali dengan wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Sedangkan Papua masih satu daratan dengan Australia.

Gelombang kedua dengan datangnya orang orang Austro-Asiatik, diantaranya mereka berasal dari Viatnam dan Yunan. Gelombang migrant pertama yang berkembang di Timur kemudian bercampur dengan para migrant gelombang kedua. Baru kemudian masuk migrant gelombang ketiga yang datang dari Formosa atau Taiwan. Migrant gelombang ketiga inipun kemudian bercampur dengan migrant gelombang pertama dan kedua.

Meski demikian menurut Herawati percampuran genetic tidak berhenti sampai disitu. Indonesia yang diapit oleh dua samudra , Samudra Hidia dan Samudra Pasifik, menjadikan Nusantara sebagai pusat perdagangan dunia, dan memungkinkan pula percampuran genetic terjadi lebih banyak.

Itu sebabnya menurut Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) ini, ketika DNA seseorang di Indonesia dites, nanti bisa didapatkan ada China, India dan Eropa dan lain sebagainya. Jika membandingkan dalam konstek Indonesia, kata Herawati tidak ada genetic dominan yang menguasai dari barat ke timur, dari ujung utara ke selatan dari genetic migram yang datang ke Indonesia

Untuk membuktikan keberadaan pribumi atau orang Indonesia asli, ada dua pendapat yang mengetengahkan hal itu. Satu pendapat menurut Herawati.  Pribumi sering diartikan sebagai orang yang telah mendiami suatu tempat selama beberapa generasi. Namun menurut ilmu pengetahuan berkata lain, pribumi itu memeliki genetic dan DNA yang 100 persen. Lantas Herawati pertanya yang 100 persen itu yang mana? Karena tidak ada satupun dari orang orang Indonesia yang memiliki genetic dan DNA yang 100 persen. Kata Herawati.

Politik Yang Kurang Sehat :

Jika mengacu dari apa yang dikatakan oleh Prof Herawati, bahwa sesungguhnya tidak ada pribumi dan non pribumi di Indonesia, jika berdasarkan genetic dan DNA. Karena tidak ada bangsa Indonesia yang memiliki genetic dan DNA nya sama 100 persen. Lantas kenapa maslah pribumi dan non pribumi sering dipermasalahkan?

Apakah sebutan pribumi dan non pribumi itu berasal dari peninggalan Belanda ketika menjajah Indonesia, sehingga sampai saat ini sebutan pribumi melekat kepada masyrakat Indonesia, dan non pribumi sebutan bagi orang orang pendatang yang bukan orang Indonesia.

Munculnya persoalan kata pribumi yang dipergunakan oleh Anies dalam pidato pertama pelantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, tidak lebih dari pada imbas politik yang kurang sehat. Sejak awal dari pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sudah dibarengi dengan kampanye hitam, antara kubu Anies -- Sandiaga Uno dengan kubu Basuki Tjahya Purnama (Ahok) -- Jarot Syaiful Hidayat, karena kedua pasangan inilah yang menjadi pasangan unggulan kala itu.

Kini Anies Bawesdan -- Sandiaga Uno sudah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, Gubernur yang memang sudah dipilih oleh masyarakat Jakarta, maslah isi pidato Anies yang menggunakan istilah pribumi, tidak perlu lagi untuk dipermasalahkan. Baik dari kubu yang berseberangan, maupun dari kelompok Saracen yang punya hobby untuk memecah belah persatuan dan kesatuan berbangsa.

Mari kita rajut kembali, persatuan dan kesatuan yang sebelumnya dimasa masa pilkada yang yaris terputus. Lupakan masa lalu, melangkah dan tataplah masa depan. Biarkan Gubernur yang baru bekerja untuk membangun kota Jakarta sesuai dengan yang diharapkan. Jangan hanya gara gara kata pribumi, kita lantas saling gonto gontokan, yang membuat Merah Putih menjadi Robek. Begitu Saja Kok Repot.

Tanjungbalai, 18 Oktober 2017.

Salam damai Indonesia

Selamat bertugas Gubernur DKI Jakarta Yang baru.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun