Lalu bagaimana dengan anggaran dana yang diperlukan oleh pihak Polri untuk membentuk Densus Tifikor sebesar lebih kurang Rp 2,6 triliyun, yang dinilai oleh banyak kalangan terlalu besar. Sementara hasil yang akan dicapai oleh Densus Tipikor masih berwarna abu abu. Mengingat peranan Polri selama ini dalam melakukan pemberantasan korupsi kurang menggigit. Bahkan banyak anggota Polri yang terperosok masuk kedalam pusaran korupsi
Sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Ketua KPK Agus Raharjo yang mengatakan perlunya ada pembinaan moral terhadap para pejabat dan aparatur Negara. Karena munculnya tindak pidana korupsi dikarenakan moral para pejabat dan aparatur Negara yang bobrok. Maka kunci utama untuk melakukan penjegahan terhadap terjadinya korupsi adalah manusianya.
Apa yang dikatakan oleh Ketua KPK itu memang benar, sebanyak apapaun dibentuk lembaga atau intitusi untuk melakukan pemberantasan korupsi, jika tidak dibarengi dengan pembinaan mental terhadap manusianya, korupsi tidak akan habis habisnya. Dan itu terbukti dengan OTT yang dilakukan oleh KPK, namun tidak menyusutkan niat para pejabat dan Aparatur Negara untuk tidak korupsi.
Ada baiknya dana sebesar Rp 2,6 triliyun,- itu diberikan kepada masyarakat melalui program program yang dapat untuk menyentuh langsung kepada kehidupan masyarakat, ketimbang harus digunakan untuk membentuk Densus Tipikor, yang hasil kerjanya belum jelas.
Pemerintah, sebaiknya lebih memperkuat KPK yang kinerjanya telah jelas jelas sudah terbuktidalam melakukan pemberantasan korupsi. Memperkuat KPK dengan menambah porsonil personil KPK dari pihak Kepolisian dan kejaksaan, kemudian membentuk satgas satgas KPK diseluruh Indonesia. Dengan demikian maka Kerja KPK akan lebih solid dalam melakukan pemberantasan korupsi, bukan malah membentuk lembaga lembaga baru untuk melakukan pemberantasan korupsi dengan anggaran yang cukup pantastis sementara  hasil kerjanya belum jelas.
Tanjungbalai, 16 Oktober 2017.