Melintasi rimbunan kebun sawit, dan jalan tanah yang berlobang lobang, mengingatkan Nafisah kepada sesuatu. Diujung jalan yang berliku terdapat sebuah rumah yang besar dan angker. Semasa anak anak mereka dilarang oleh orang orang tua mereka untuk bermain main disekitar rumah besar itu.
      Menurut cerita dari orang orang tua yang didengarnya, rumah besar diujung jalan perkebunan itu adalah rumah tempat penyiksaan bara kuli yang membuat kesalahan. Bahkan tidak jarang pula kuli kuli yang disiksa ditempat ini meregang nyawa, dan jasadnya ditanam begitu saja dibelakang rumah besar.
      Kalau malam hari, muncul suara suara aneh keluar dari rumah besar itu. Terkadang terdengar suara perempuan yang minta tolong, kadang suara anak anak dan suara laki laki dalam erangan yang kesakitan. Maka jika malam hari jarang ada orang yang melintas dari jalan didepan rumah besar ini. Hanya penduduk kampung sebelah perkebunan yang sering melintas dari jalan ini untuk mengangon sapinya. Apakah ketempat ini dia akan dibawa?, tanya Nafisah dalam hatinya.
      Nafisah tidak sempat lagi berpikir panjang. Mobil yang memabwanya berhenti dengan pijakan rem mendadak. Tubuh nafisah yang duduk dibelakang orang suruhan mandor besar Kartijo sedikit terdorong kedepan. Orang suruhan mandor besar Kartijo membukakan pintu mobil buat Nafisah.
      " Kita sudah sampai nyonya ", Nafisah memandang sekitarnya. Sepi tidak seorangpun yang terlihat ditempat itu. Hanya rumah besar yang angker berdiri dengan kokohnya, dikirikanan rumah besar itu tumbuh pohon beringin yang tidak terurus menambah keangkeran rumah itu.
      " Dimana tuan mandor besar ",
      " Ada didalam nyonya ", Nafisah melangkahkan kakinya memasuki rumah besar. Dia tidak melihat ada orang diruangan itu. Diruang depan rumah juga tidak ada peralatan apa apa yang terdapat didalamnya, ruangan tengah itu lapang, tanpa perabotan.
      Rumah besar itu memiliki tiga kamar, satu ruang depan dan satu ruang belakang. Dua kamar pintunya tampak tertutup, hanya satu kamar yang berbatas dengan ruangan belakang pintunya terbuka. Udara didalam ruangan rumah angker itu sungguh terasa lembab, walaupun jendela jendelanya terbuka dan tidak pernah ditutup. Dilantainya terlihat bercak bercak darah yang telah mongering, tapi menimbulkan bau yang tidak sedap dalam penciuman.
      " Masuklah ", suara seorang laki laki yang cukup dikenalnya terdengar berat dan datar memerintahkan agar dia memasuki kamar yang pintunya terbuka. Nafisah masuk kedalam kamar itu. Jendela kamar itu terbuka, hanya ada satu meja dan satu buah kursi didalamnya.
      " Tuan mandor besar memanggil saya?". Dalam berdiri Nafisah bertanya
      " ya!", suara mandor besar Kartijo bergetar diruangan itu.