Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pileg/Pilpres Serentak, Bagaimana Nasib "Presidential Threshold"?

20 Januari 2017   14:07 Diperbarui: 20 Januari 2017   14:13 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo Ilustrasi/Galeri DPR RI

Mahkamah Konstitusi (MK) lewat keputusannya, terhadap gugatan Undang Undang (UU) Nomor 42 tahun 2008, menetapkan bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) Legeslatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden digelar secara serentak. Keputusan itu diberlakukan pada Pemilu Legeslatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden pada tahun 2019. Dan keputusan itu final dan mengikat.

Lantas jika keputusan MK tersebut final dan mengikat, tentu amanat keputusan MK tersebut harus dijalankan, terkecuali jika MK kembali membatalkan keputusan tersebut. Atau ada UU baru yang mengatur tentang Pemilu Pileg dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden, dan membatalkan keputusan MK itu.

Adanya keputusan MK yang mengatur tentang Pemilu Pileg dan Presiden/Wakil Presiden, haruslah dihormati oleh semua pihak, baik Pemerintah, maupun para Partai Politik. Dengan adanya keputusanMK itu, dimana selama ini Pileg dan Presiden/Wakil Presiden tidak dilaksanakan secara serentak, tapi melainkan didahulukan dengan Pileg, baru kemudian menyusul Pilpres/Wakil Perisiden. Adanya keputusan MKtersebut maka pelaksanaan Pileg dan Pilpres/Wakil Presiden dilaksanakan secara serentak.

Lalu bagaimana dengan Presidential Threshold (Ambang Batas Parlemen) yang selama ini mengatur tentang pencalonan Presiden/Wakil Presiden oleh Partai Politik? Dalam UU Nomor : 42 Tahun 2008 pada Pasal 9 berunyi Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau memperoleh 25% dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.

Adanya pembatasan tentang colon Pasangan Presiden/Wakil Presiden, yang diatur oleh UU Nomor :42 Tahun 2008, membuat para Partai Politik Peserta Pemilu tidak dapat untuk mengusulkan calon pasangan Presiden/Wakil Presiden yang mereka meliki. Para Partai Politik yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur didalam UU Nomor : 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden/Wakil Presiden, terpaksa harus mencari Partai Politik untuk menjadi teman berkoalisi.

Lobi lobi koalisipun tidak jarang terjadi saling tarik menarik, dan memunculkan tawar menawar dalam jabatan. Biasanya tawaran yang dibahas adalah jabatan Menteri dan setingkat Menteri. Walaupun terkadang tidak jarang calon yang diusung itu telah memenangkan pertarungan, namun jabatan yang telah dibagi bagi sesuai dengan jambarnya tidak dapat dipenuhi oleh sang calon. Akhirnya menjadi perseteruan dilembaga Legeslatif, yang melahirkan faksi faksi yang saling berbeda pendapat.

Dari faksi faksi ini kemudian melahirkan koalisi Pro Pemerintah dan Oposisi. Kepentingan Pemerintah dan rakyat yang dibawa kedalam area legeslatif untuk mendapatkan pengesahan dari Lembaga Legeslatif, tidak lagi menemui kata bulat. Pro dan kontrapun terjadi. Bahkan sampai menunda kepentingan pemerintah dan rakyat untuk dibahas. Akibatnya rakyatpun dibuat menjadi ternanti nanti keputusan dari pengesahan yang diusulkan oleh Pemerintah untuk kepentingan rakyatnya.

Jika Keputusan MK tetap berlaku pada Tahun 2019, dimana pelaksanaan Pemilu Legeslatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden diselenggarakan secara serentak, apakah sistim Ambang Batas Pencapresan yang dikenal dengan istilah Presidential Threshold masih diberlakukan?.

Jika masih tetap dilakukan apa acuannya, sementara untuk mengetahui apakah Partai Politik selaku peserta Pemilu itu lolos Presidential Threshold agar dapat mencalonkan Presoden/Wakil Presiden,tentu memerlukan acuan, sementara pelaksanaan Pileg dan Pilpres/Wakil Presidendilaksanakan secara serentak.Lalau acuan apa yang dipakai.Penyelenggara Pilres harus mengkaji hal ini kembali.

DPR Yang Berpura-pura :

Yang anehnya dalam pembahasan Rencana Undang Undang (RUU) Pemilu yang sedang berlangsung di Lembaga Legeslatif, para Partai Politik sibuk membicarakan tentang Presidential Threshold. Empat Fraksi yang ada di DPR RI, yang terdiri dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN dan Fraksi Hanura mengusulkan agar Presidential Threshold agar dihapus.

Sementara Fraksi PDIP, Fraksi Golkar dan Nasional Demokrat, tampaknya masih menyetujui diberlakukannya Presidential Threshold. Bahkan Partai Golkar dan Nasional Demokrat telah pula membentuk tim untuk membahas masalah ini.

Adanya pembahasan tentang Presidential Threshold di Lembaga Legeslatif, tentu membingungkan rakyat. Bagaimana tidak. Berdasarkan keputusan MK tentang pelaksanaan Pemilu Legeslatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden digelar secara serentak.

Apakah acuan terhadap Presidential Threshold yang akan diambil dari hasil Pemilu Legeslatif sebelumnya? Karena jika mengambil acuan dari pelaksanaan Pemilu Legeslatif yang akan datang, yang dilasanakan secara serentak dengan Pilres, jelas tidak mungkin, karena Pemilu Legeslatif dan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan secara serentak. Bagaimana untuk mengetahui jumlah Ambang Batas Pencapresan itu?

Jika acuannya kepada Pemilu Legeslatif yang lalu?, jelas juga tidak mungkin?, karena bagaimanapun Partai Politik peserta Pemilu yang lalu, yang tidak memenuhi Presidential Threshold, tidak akan menyetujuinya.

Hal inilah yang membuat rakyat menjadi bingung. Apakah anggota legeslatif yang ada disenayan tidak mengetahui tentang adanya keputusan MK yang menyatakan Pemilu Legeslatif dan Pemilu Presiden diselenggarakan secara serentak, sehingga anggota DPR masih tetap membahas masalah Presidential Threshold ini. Atau anggota DPR yang ada disenayan hanya berpura pura saja membahas hal tersebut, dengan tujuan untuk mendapatkan sensasi dan popularitas.

Anggaran Yang Membengkak :

Usulan untuk penghapusan presidential threshold, bukan pula tidak memiliki dampak yang buruk dalam pelaksanaan Pilpres mendatang. Jika presidential threshold dihapus, maka setiap partai akan mencalonkan calon Presiden/Wakil Presidennya. Karena pencalonan Presiden/Wakil Presiden tidak lagi dibatasi dengan ambang batas pencapresan.

Tentu dapat untuk dibayangkan jika semua Partai Politik Peserta Pemilu masing masing mengusung calon Presiden/Wakil Presiden nya, maka jumlah calon Presiden dan Wakil Presiden akan banyak. Dengan banyaknya jumlah calon Presiden/Wakil Presiden, maka dana untuk pelaksanaan Pilpres akan semakin membengkak.

Hal inilah yang perlu untuk disikapi oleh Pemerintah dan Partai Politik Peserta Pemilu, ditengah prekonomian masyarakat yang semakin terpuruk, agar permasalahan presidential threshold dapat diselesaikan dengan bijak, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Semoga !.

Tanjungbalai, 20 Januari 2017.                                                                  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun